Yaum Al-Fath

Yaum Al-Fath

Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Magister Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah

Frasa atau istilah “Yaum al-Fath” hanya disebut sekali dalam al-Qur’an, tepatnya pada ayat 29 surat as-Sajdah. Frasa ini secara semantik berarti hari kemenangan sebagaimana ayat berikut:

قُلْ يَوْمَ الْفَتْحِ لَا يَنْفَعُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِيْمَانُهُمْ وَلَا هُمْ يُنْظَرُوْنَ

Katakanlah: "Pada hari kemenangan itu tidak berguna bagi orang-orang kafir, iman mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh" (QS as-Sajdah [32]: 29).

Ayat tersebut merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam ayat sebelumnya:

وَيَقُوْلُوْنَ مَتى هذَا الْفَتْحُ اِنْ كُنْتُمْ صَادِِقِِيْنَ

“Dan mereka bertanya, “Kapankah kemenangan itu (datang) jika engkau orang yang benar?” (QS as-Sajdah [32]: 28).

Apa yang dimaksud dengan hari kemenangan (yaum al-fath) dalam ayat tersebut? Dalam tafsir Kemenag RI, dijelaskan bahwa yang dimaksud yaum al-fath dalam ayat tersebut adalah hari kiamat, atau kemenangan dalam perang Badar, atau penaklukan kota Makkah, di mana ketika itu mereka (orang-orang kafir) merasa terpukul dan tertimpa azab.

Kata “fath” dengan berbagai bentuk derivasinya digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 41 kali dengan ragam makna seperti: mengalahkan (QS al-Baqarah/2: 76), membukakan (QS al-An’am/6:44), melimpahkan (QS al-A’raf/7:96), memberikan kemenangan (QS al-Fath/48:1), dan memberi keputusan (QS al-A’raf/7;89). Bagi orang beriman, hari kiamat itu merupakan hari kemenangan, karena Allah SWT pasti memberikan balasan kebaikan dan kebahagiaan (surga) kepada mereka.

Menurut para ahli tafsir seperti Ibn Katsir, al-Baghawi, dan M.Quraisy Shihab, yang dimaksud yaum al-fath adalah yaum al-qadha’ wa al-fashl (hari pengadilan dan keputusan) di hari kiamat kelak. Apabila waktu pengadilan dan keputusan itu telah tiba di akhirat kelak, maka keimanan orang-orang kafir tidak akan ada gunanya lagi. Mereka tidak akan mendapatkan penangguhan waktu untuk menerima siksa, walau sesaat saja. Mereka juga tidak akan diberi kesempatan untuk bertobat.

Allah memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad untuk menanggapi pertanyaan kaum kafir itu. Katakanlah, “Ketahuilah, pada hari kemenangan itu, yaitu di hari kiamat, ketika setiap manusia akan memperoleh putusan dan balasan dengan adil, tidak berguna lagi bagi orang-orang kafir itu keimanan mereka dan mereka tidak diberi penangguhan untuk dikembalikan ke dunia untuk bertobat, beriman, dan beramal shaleh.

Dengan demikian, yaum al-fath merupakan hari penentuan atau penetapan setelah manusia dihisab oleh Allah SWT. Pemaknaan ini sejalan dengan ayat: “Katakanlah,Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan dan Maha Mengetahui.” (QS Saba’/34:26).

Pada hari kemenangan di akhirat itu, umat manusia terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama, orang-orang beriman akan masuk dalam surga; sedangkan golongan kedua, orang-orang kafir akan dimasukkan dalam neraka. Golongan pertama merupakan pemenang dan penyandang kebahagiaan surgawi, sedangkan golongan kedua adalah pecundang dan akan disiksa di dalam neraka.

Mengapa “keimanan” orang-orang kafir di hari kiamat nanti tidak berguna dan mereka pasti diazab oleh Allah? Karena mereka saat hidup di dunia menolak dan mendustakan ajaran yang disampaikan para rasul. Menurut Ibn Katsir, ayat 29 surat as-Sajdah itu berkaitan erat dengan ayat 83 surat al-Mu’min:

“Pada saat umat-umat itu didatangi oleh para rasul dengan membawa syariat yang jelas, mereka malah membanggakan ilmu pengetahuan dunia yang mereka punyai, dan sebaliknya meremehkan ilmu para rasul. Maka mereka kemudian ditimpa azab yang pernah dijanjikan para rasul dan mereka remehkan itu.” (QS al-Mu’min/40:83)

Oleh karena itu, untuk meraih kemenangan dunia dan akhirat, orang-orang beriman harus senantiasa menempuh jalan kemenangan, dengan beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Beriman dan bertakwa menghendaki komitmen kuat untuk berilmu, beramal shaleh, dan berakhlak mulia. Kemenangan di dunia terlihat pada keberkahan yang dilimpahkan oleh Allah dari langit dan bumi.

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami akan siksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS al-A’raf/7:96)

Kemenangan di akhirat harus dimulai dan diraih selama hidup di dunia dengan menyiapkan tiket “masuk surga”, yaitu beriman dan takwa sebagai bekal akhirat terbaik. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al- Quran.

Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS at-Taubah/9:111)

Kemenangan paling diharapkan di akhirat kelak adalah selamat dari siksa neraka, dan dimasukkan dalam surga, sebagai kemenangan besar. Jadi, seperti pemintaan Nabi Nuh AS, kita sangat berharap kepada Allah agar kiranya menetapkan kita semua termasuk pemenang di akhirat kelak.

“Maka itu, adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang beriman besertaku.” (QS asy-Syu’ara]/26:118).

Oleh sebab itu, orang-orang beriman hendaknya tidak pernah dikalahkan oleh hawa nafsunya dan godaan setan, karena hawa nafsu dan setan menggelincirkan manusia dari jalan keselamatan dan kemenangan.

Sumber: Suara Muhammadiyah 05/107 - 1-15 Maret 2022. (sam/mf)