Webinar PSGA: Pandemi Tuntut Pemberdayaan Perempuan

Webinar PSGA: Pandemi Tuntut Pemberdayaan Perempuan

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online— Pandemi Covid 19 menuntut upaya pemberdayaan holistik bagi perempuan menyusul beban ganda yang harus mereka tanggung. Berbagai organisasi perempuan Indonesia telah turut serta dalam mengawal pemberdayaan perempuan.

Demikian intisari Webinar Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta 'Dua Tahun Pandemi: Evaluasi Pengawasan Program Pemberdayaan Perempuan di Indonesia', Kamis (21/4/2022). Webinar digelar seturut peringatan Hari Kartini dalam situasi Pandemi Covid 19.

Webinar dibuka langsung Ketua PSGA UIN Jakarta Prof. Dr. Ulfah Fajarini M.Si dan dihadiri Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Zulkifli MA yang turut memberi sambutan mewakili Rektor yang berhalangan hadir. Webinar dihadiri sivitas akademik UIN Jakarta dan audien dari berbagai lembaga luar.

Webinar yang dipandu moderator Dr. Iin Kandedes menghadirkan dua narasumber utama. Keduanya, Ketua Korps wanita Indonesia (KOWANI) sekaligus Ketua PP Aisyiyah Prof. Dr. Hj. Masyitoh Chusnan dan Presidium Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) Dr Hartini Salama.

Dalam pembukaannya, Ulfa menuturkan, dua tahun masa pandemi Covid 19 menjadikan perempuan sebagai salah satu kelompok paling terdampak. Situasi ini memosisikan perempuan memikul beban dua kali lipat dibanding biasanya.

Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, situasi pandemi mengakibatkan mereka menghadapi tantangan sosial ekonomi akibat pandemi. Beban makin bertambah karena di masa pandemi mereka juga harus menerima peran lebih banyak selain sebagai ibu rumah tangga juga guru bagi anak-anaknya.

"Perempuan yang bekerja di rumah pun bekerja tanpa mengenal cuti. Ia harus memperhatikan keluarganya. Apalagi bagi perempuan yang berkiprah di luar," tuturnya.

Untuk itu, sambungnya, upaya pemberdayaan secara serius perlu diberikan bagi perempuan Indonesia mengingat pentingnya peran mereka bagi keluarga Indonesia. "Kita harus mendukung pemberdayaan perempuan agar tercapai potensi maksimal," tambahnya.

Sejalan dengan harapan pemberdayaan perempuan seperti disampaikan Ulfah, Masyitoh mengungkapkan, berbagai organisasi perempuan memastikan diri bekerja keras dalam merealisasikan hal itu. Kowani sebagai organisasi perempuan nasional terus menggulirkan pemberdayaan baik di sektor Iptek Seni Budaya, kesehatan dan kesejahteraan keluarga, lingkungan, ekonomi, hukum dan HAM, serta agama.

Guna memastikan pemberdayaan perempuan, berlangsung terus di masa depan, Kowani bersama aliansi perempuan lain seperti Komnas Perempuan, Institut Sarina, dan lainnya terus mendorong berbagai regulasi ramah gender, terutama bersikap melindungi perempuan.

Kowani bersama aliansi juga terus mendorong desain pembangunan yang memberikan porsi sama bagi keterpenuhan kesejahteraan baik laki-laki maupun perempuan. "Pemberdayaan perempuan dalam pembangunan nasional tentu diharapkan tidak ada diskriminasi laki-laki dan perempuan," katanya.

Senada dengan Masyitoh, Hartini turut meyakinkan jika berbagai aliansi perempuan seperti Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia juga melihat pentingnya pemberdayaan perempuan terutama di masa pandemi. Menurutnya, perempuan di masa pandemi harus memikul beban ganda di dalam rumah tangga.

Selain berperan sebagai istri dan ibu, perempuan di masa pandemi juga harus berperan sebagai guru. Masalah semakin berat jika tingkat pendidikan si ibu tidak mampu memenuhi tuntutan pengajaran materi sekolah anak seperti banyak dialami perempuan perdesaan.

Namun, baik Masyitoh maupun Hartini sepakat, pemberdayaan perempuan bukan merupakan tanggungjawab satu pihak melainkan tugas bersama-sama. Dengan begitu, perempuan Indonesia bisa diharapkan mampu memberikan kontribusi terbaiknya. (zm)