UU KIP Dibuat untuk Pengambilan Kebijakan Publik
Gedung Syahida Inn, BERITA UIN Online – Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat Wafa Patria Umma mengatakan, lahirnya Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008 dibuat bertujuan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. UU KIP juga untuk menjamin warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik.
“UU itu juga bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi berkualitas,” katanya pada Workshop Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang digelar Pusat Layanan Humas dan Bantuan Hukum (PLHBH) UIN Jakarta di Syahida Inn, Rabu (9/6/2021).
Lebih lanjut Wafa Patria mengungkapkan, selain bertujuan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan publik, UU KIP bermanfaat dalam hal transparansi dan akuntabilitas sebuah badan publik. Manfaat lainnya adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, mengakselerasi pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta mengoptimalkan perlindungan hak-hak masyarakat terhadap perlayanan publik.
Sementara dari segi asas, UU KIP memiliki sedikitnya empat kriteria yang harus dilakukan dalam proses penyampaian atau pemberian informasi. Keempat asas itu adalah adanya kecepatan informasi, ketepatan waktu, berbiaya ringan, dan dilakukan secara sederhana.
“Dikatakan berbiaya ringan karena sekarang ini akses informasi dapat dilakukan melalui internet dan berbagai media sosial,” ujarnya.
Asas lain yang penting dalam informasi publik juga harus memenuhi asas akurasi. Hal ini sebagai disebut dalam Pasal 7 Ayat (2), yaitu Badan Publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
Wafa menjelaskan, Badan Publik sebagaimana yang dimaksud dalam UU KIP memiliki tiga kriteria utama. Kriteria pertama, yang dimaksud badan publik adalah lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif; Kriteria kedua, badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN dan/atau APBD).
Adapun kriteria ketiga, menurut Wafa, badan publik berupa organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dalam paparannya berjudul “Keterbukaan Informasi sebagai Kewajiban Badan Publik”, Wafa mengatakan terdapat beberapa jenis informasi publik sbagaimana termuat dalam UU KIP, yakni informasi berkala, informasi serta merta, informasi setiap saat, dan informasi yang dikecualikan.
“Informasi yang dikecualikan adalah informasi publik yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik sesuai kriteria yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Contohnya adalah informasi mengenai laporan keuangan yang belum diaudit,” jelasnya. (ns)
Foto: Hermanuddin (Humas)