Urgensi Keberadaan Pondok Pesantren (3)
Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal
Seorang guru bukan hanya di depan kelas, tetapi juga di luar kelas. Para santri terkondisikan dalam satu sistem sosial tersendiri di dalam PP. Pengaturan kebersihan, ketertiban, keamanan, dan kedisiplinan sangat menonjol diperhatikan di PP. Hal itu sangat dimungkinkan karena pada umumnya PP diisolasi oleh tembok-tembok pesantren.
Kalau tidak dengan tembok, mereka diisolasi oleh sistem budaya di dalam masyarakat santri. Seperti di beberapa daerah di Jawa Timur, masyarakatnya sudah menjadi santri, sehingga para santri yang berdatangan dari berbagai penjuru, hidup di dalam sub kultur masyarakat santri.
Jadwal kegiatan di PP yang sedemikian ketat, seolah-olah para terstruktur santri tidak pernah punya waktu luang untuk bersantai, karena dijejali kegiatan, baik yang maupun yang tidak.
Jam 4 subuh sudah harus ke masjid bersama kyai mengaji Kitab Kuning. Jam 7 pagi sudah harus di kelas sampai sore, yang hanya disela oleh shalat dan makan.
Mereka hanya punya waktu luang antara Ashar dan Magrib. Itu pun digunakan olah raga dan kegiatan ekskul seperti kepramukaan dan keterampilan lainnya. Jadi betul-betul waktu dan energi santri santri tersedot untuk kegiatan-kegiatan produktif.
Bandingkan dengan sekolah-sekolah umum, apalagi sekolah-sekolah swasta tertentu yang muridnya sering nganggur karena guru di kelasnya bolos. Berbahaya sekali jika sekitar 30 siswa berada di dalam satu ruang tanpa guru. Mereka bisa merancang kegiatan sesuai dorongan semangat mudanya untuk melakukan sesuatu. Insya Allah PP selalu concern mencetak kader bangsa yang handal. Tidak ada yang dirugikan jika PP diberi perhatian khusus oleh Pemerintah.
Sumber: rm.id. (mf)