Urgensi Keberadaan Pondok Pesantren (2)

Urgensi Keberadaan Pondok Pesantren (2)

Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal

Pondok Pesantren (PP) dan madrasah yang jumlahnya tidak kurang 30.000, dengan santri tidak kurang 10 juta orang, hampir tidak pernah kedengaran melakukan tawuran. Meskipun sesekali dipancing, namun tetap tidak bergeming untuk melakukan pembalasan. Bukannya mereka tidak memiliki semangat darah muda, tetapi kelihatannya mereka lebih arif di dalam merespons perkembangan dan keadaan di sekitarnya.

Sementara anak-anak usia muda lain yang tergabung di dalam sekolah lain, bahkan Perguruan Tinggi, masih suka lepas kontrol dan terpancing emosinya, sehingga tawuran masih sering mewarnai kehidupan mereka. Tentu saja tidak semua sekolah umum melakukan tawuran, namun jumlah keterlibatan mereka semakin meluas. Bukan hanya di perkotaan, tetapi sudah merambah ke daerah-daerah atau kota-kota kecil.

PP dan madrasah memiliki resep ampuh dan efektif di dalam menanamkan karakter dan kepribadian utuh terhadap para santrinya, yaitu mengefektifkan penggunaan malam hari. Jam pelajaran para santri, khususnya yang mondok, jauh lebih panjang ketimbang di sekolah-sekolah umum atau sekolah biasa. Bahkan malam hari terkadang anak-anak tidak mendapatkan pembinaan dan pengawasan di lingkungan rumahnya karena mungkin orang tuanya masing-masing sibuk dengan berbagai macam kesibukannya.

Berbeda di PP, para santri di malam hari tetap mendapatkan pembinaan dan pengawasan secara efektif, bahkan tempatnya di mesjid. Setiap sehabis magrib sampai Isya dan setiap sehabis Salat Subuh, para santri mendapatkan pembinaan khusus oleh kiyai atau guru yang lebih senior dalam bentuk memberikan pengajian kitab kuning (kk). Materi pengajian kk umumnya berisi pengembangan karakter dan kepribadian. di siang hari, para santri mengikuti pendidikan yang terstruktur melalui panduan kurikulum nasional dan lokal.

Pendidikan karakter tidak muncul hanya di dalam satu atau dua mata pelajaran khusus, tetapi terintegrasi di dalam berbagai mata pelajaran. Pengajarnya pun bukan secara khusus dipegang oleh seorang guru, tetapi semua guru menjadi pembentuk karakter di PP.

Seluruh guru (asatidz) memiliki kode etik tertulis dan tidak tertulis yang harus di jalani di PP. Antara lain para guru harus kemana-mana dengan menutup aurat dan memelihara muru’ah atau akhlak muliah di berbagai kesempatan.

Sumber: rm.id. (mf)