UIN Jakarta Berkolaborasi dengan Kementerian Haji dan BPKH, Dorong Penguatan Tata Kelola Haji
Auditorium Prof. Suwito, Berita UIN Online - Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kementerian Haji dan Umrah RI, menyelenggarakan Kuliah Umum bertajuk “Pengelolaan Dana Haji Berkeadilan dan Berkelanjutan pada Investasi Surat Berharga BPKH”, di Auditorium Prof. Suwito, Kamis, (11/092025).
Acara ini menghadirkan Menteri Haji dan Umrah RI, Dr. KH Moch Irfan Yusuf, M.Si., didampingi Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D., bersama Direktur SPS UIN Jakarta Dr. Zulkifli, MA, Chief Investment Officer & Dosen UIII Dr. H. Indra Gunawan, SE., SIP, M.Sc., MCs., Ketua Komnas Haji & Dosen UIN Jakarta Dr. H. Mustolih Siradj, SHI, MH, serta Mahasiswa SPS UIN Jakarta Desty Eka Putri Sari sebagai moderator.
Dalam sambutannya, Rektor menyampaikan rasa bangganya, karena UIN Jakarta dapat berkolaborasi serta membangun dialog bersama Menteri Haji dan Umrah beserta jajaran, perwakilan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), para direktur, tokoh ulama, serta peserta lainnya.
“Saya merasa sangat bahagia atas kehadiran para tokoh penting pada kesempatan ini, apalagi dengan hadirnya Kementerian Haji dan Umrah yang memiliki peran strategis dalam penguatan tata kelola ibadah haji dan umrah,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan penyelenggaraan haji dan umrah merupakan agenda rutin tahunan yang memerlukan persiapan menyeluruh. “Mulai dari petugas, kesehatan, manasik, hingga konseling, semua harus dipersiapkan dengan baik, haji dan umrah adalah amanah besar sekaligus tanggung jawab umat Islam yang harus dijalankan secara bersih dan penuh integritas,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur SPS UIN Jakarta menyampaikan bahwa sejarah Haji dan Umrah di Indonesia memiliki jejak panjang, dan kehadiran Menteri Haji dan Umrah kali ini diharapkan membuka lembaran baru serta dapat memperkuat kerja sama kedepannya. “Kami berharap kehadiran Menteri Haji dan Umrah menjadi awal baru sekaligus memperkuat kerja sama ke depan,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Menteri Haji dan Umrah RI, Dr. KH Moch Irfan Yusuf, M.Si., menjelaskan pencapaian tiga keberhasilan haji yang menjadi indikator utama: sukses ritual haji, sukses ekosistem ekonomi haji, dan sukses peradaban dan keadaban haji.
“Kita punya tiga kesuksesan haji yang menjadi indikator utama, yaitu sukses ritual haji, sukses ekosistem ekonomi haji, serta sukses peradaban dan keadaban haji. Artinya, penyelenggaraan haji tidak hanya fokus pada ibadah, tetapi juga bagaimana ekonomi haji berputar dan memberikan manfaat, serta bagaimana jamaah pulang dengan semangat cinta tanah air dan nilai peradaban yang lebih baik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia, hampir 90 persen, memiliki cita-cita tertinggi untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menghadirkan pelayanan terbaik bagi jamaah haji Indonesia.
“Kita tahu bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia, hampir 90 persen, memiliki cita-cita tertinggi untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, saya ingin memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah haji Indonesia,” tegasnya.
Pada akhirnya, ia menyampaikan optimisme bahwa dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, BPKH, perguruan tinggi, dan seluruh pemangku kepentingan, penyelenggaraan haji ke depan tidak hanya menjadi ritual ibadah semata, melainkan juga instrumen penguatan ekonomi dan peradaban bangsa.
“Kami ingin memastikan jamaah Indonesia mendapatkan pelayanan terbaik. Bukan hanya dalam ritualnya, tapi juga dalam aspek kesehatan, ekonomi, dan peradaban. Haji harus menjadi sarana yang memperkuat diri sekaligus memperkuat bangsa,” jelasnya.
Senada dengan itu, Dosen UIII menegaskan bahwa waktu tunggu haji di Indonesia sangat panjang, mencapai 11–48 tahun, pendistribusian kuota juga dinilai belum adil antar daerah. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar anggota keluarga dapat menggantikan jika calon anggota berhalangan.
“Waktu tunggu haji di Indonesia itu sangat panjang, mencapai 11 hingga 48 tahun, pendistribusian kuota juga dinilai belum adil antar daerah. Oleh karena itu, saya menganjurkan agar anggota keluarga dapat menggantikan apabila calon jemaah berhalangan berangkat,” tegasnya.
Selain itu, ia mendorong digitalisasi pendaftaran dan tabungan haji melalui biometrik dan fintech agar lebih transparan dan tekanan besarnya investasi produktif, seperti pembelian aset hotel di Arab Saudi, untuk mengurangi pengungsi modal yang mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun.
“Sekarang ini bahkan kalau kita buka rekening bisa pakai biometrik. Jadi wajah, hidung, bisa langsung masuk sebagai verifikasi. Artinya, stimulus pendaftaran haji bisa dilakukan di mana pun, termasuk melalui fintech, sehingga tabungan haji menjadi lebih transparan,” sambungnya.
(Fathan Rangga I./Fauziah M./Zaenal M./Nazwa Adawiyah S./Foto : Tiara Abdhie)