UIN Jakarta-Abu Dhabi Forum for Peace: Akademisi dan Pakar Lintas Negara Dorong Penguatan Perdamaian
Gedung Rektorat, Berita UIN Online — Para akademisi dan pakar lintas negara sepakat pentingnya memperkuat upaya perdamaian dunia merespons dinamika krisis kemanusiaan global. Menggali kembali nilai-nilai bersama, memperkuat budaya dialog, mengikis kebencian, dan menegakkan semangat hidup berdampingan secara damai menjadi bagian penting yang harus diperkuat seluruh bangsa saat ini.
Demikian disampaikan para akademisi dan pakar lintas negara yang hadir dalam forum internasional kolaborasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Abu Dhabi Forum for Peace di Gedung Harun Nasution, Kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (26/09/2025). Kegiatan bertajuk “Fikih Realitas dan Toleransi: Meneguhkan Nilai-Nilai Di Dunia Yang Hilang” yang dihadiri ratusan peserta ini menghadirkan sejumlah narasumber akademisi dan pakar lintas negara.
Diantaranya, Direktur Abu Dhabi Forum for Peace Kantor Rabat Dr. Amina Al-Shehi; Mantan Sekretaris Jenderal Dewan Islam Tertinggi dan Mantan Rektor Universitas Dar As-Salam, Dr. Mohamed Salahuddin Al-Mistawi; Pengajar Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta Dr. Muhammad Syairozi Dimyathi, dan Anggota Dewan Islam Singapura, Ustadz Abdelhafiz Abdellatif. Hadir juga guru besar UIN Jakarta seperti Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA dan Prof. Arif Zamhari M.A., Ph.D.
Forum pertemuan sendiri dibuka langsung oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Asep Saepudin Jahar M.A. Ph.D. Dalam kesempatan yang sama, Mrs. Shaima Salem Alhebsi, Wakil Kepala Perwakilan di Kedutaan Besar Uni Emirat Arab di Jakarta juga turut hadir dan memberikan sambutan.
Dalam sambutannya, Mrs. Shaima Salem Alhebsi mengingatkan jika masyarakat dunia saat ini menghadapi beragam tantangan global seperti konflik bersenjata, bencana alam, perubahan iklim, serta krisis pemikiran dan ideologi. “Semua ini menuntut kita untuk menggali kembali nilai-nilai bersama, memperkuat budaya dialog, mengikis kebencian, dan menegakkan semangat hidup berdampingan secara damai,” tandasnya.
Untuk itu, Mrs. Shaima Salem Alhebsi merespons positif forum yang mempertemukan akademisi dan pakar lintas negara dalam menghasilkan resolusi perdamaian dan penyelesaian krisis kemanusiaan global. Menurutnya, dialog dan inisiatif kerjasama para akademisi dan pengambil kebijakan lintas negara merupakan aset berharga bagi dunia secara keseluruhan.
“Mengokohkan nilai-nilai bersama adalah langkah awal bagi perdamaian yang berkelanjutan. Dengan modal sejarah, nilai, dan kepentingan bersama, kita mampu berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih aman, adil, dan penuh toleransi,” tandasnya.
Mrs. Shaima Salem Alhebsi menambahkan, Uni Emirat Arab dan Indonesia merupakan dua negara yang telah menegaskan komitmen masing-masing untuk menjadikan toleransi, moderasi, dan koeksistensi damai sebagai prinsip utama dalam kebijakan dan inisiatifnya, baik di level domestik maupun internasional. Uni Emirat Arab misalnya pendirian Kementerian Toleransi, Forum Abu Dhabi untuk Perdamaian, Majelis Hukama al-Muslimin, dan berbagai inisiatif global lainnya.
“Sementara itu, Republik Indonesia sahabat kita, adalah teladan nyata dalam nilai-nilai koeksistensi dan penghormatan terhadap keragaman. Falsafah negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika yang berakar pada Pancasila, adalah simbol dan model toleransi dunia,” apresiasinya.
Merespons krisis kemanusiaan global, Direktur Abu Dhabi Forum for Peace, Dr. Amina, memaparkan jika penyelesaian krisis kemanusiaan kini membutuhkan pendekatan baru yang tidak hanya berorientasi pada aspek intelektual, tetapi juga berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan universal serta prinsip keadilan ekonomi.
“Kami menekankan pentingnya pengembangan pendekatan baru yang berfokus pada penguatan nilai-nilai kemanusiaan serta pembentukan prinsip keadilan ekonomi. Model ini menjadi landasan keilmuan yang relevan untuk menjawab berbagai persoalan, tanpa terkecuali, serta menjembatani setiap perbedaan yang ada,” jelasnya.
Pengajar Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta, Dr. Muhammad Syairozi Dimyathi, mengatakan bahwa pendekatan fikih kontekstual amat penting dalam merespons perkembangan masa kini. Dalam hal ini, ia menekankan keharusan hukum Islam untuk adaptif terhadap isu-isu baru dan menempatkan prioritas sesuai kebutuhan, agar hukum Islam tetap relevan serta membawa kemaslahatan bagi manusia di setiap waktu dan tempat.
“Fikih kontekstual adalah kunci fundamental dalam upaya kita merespons gelombang kemajuan zaman yang begitu pesat.Hukum Islam tidak boleh statis. Ia harus memiliki kemampuan adaptif yang tinggi terhadap isu-isu baru yang terus bermunculan,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Salahuddin Al-Mistawi mengatakan bahwa penguasaan maqasid al-syari’ah sebagai piranti keilmuan harus menjadi fondasi utama dalam merumuskan fikih yang kontekstual dalam mewujudkan kemaslahatan manusia dan mencegah kerugian. Ia merekomendasikan agar umat Islam memperdalam pemikiran para ulama besar seperti al-‘Allamah Abdullah bin Bayyah dan lainnya yang mendorong pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, adaptif, dan selaras dengan prinsip raḥmatan lil-‘alamin.
“Saya tegaskan pentingnya penguasaan maqāṣid al-syari‘ah sebagai fondasi utama dalam merumuskan fikih yang kontekstual. Saya juga sangat merekomendasikan agar umat Islam memperdalam pemikiran para ulama besar, khususnya karya-karya dari al-‘Allāmah Abdullah bin Bayyah, demi mencapai pemahaman Islam yang komprehensif, fleksibel, dan sejalan dengan semangat raḥmatan lil-‘alamin,” jelasnya.
Sementara itu, Rektor Asep Jahar mengungkapkan relevansi tema pertemuan para akademisi dan pakar lintas negara dalam mencari solusi krisis kemanusiaan global. “Sebab kita hidup di era yang sarat perubahan cepat di bidang sosial, politik, budaya, bahkan ideologi. Menghadirkan fiqh realitas menjadi kebutuhan mendesak agar ajaran Islam mampu merespons tantangan kemanusiaan dengan bijaksana, humanis, dan penuh penghormatan pada keberagaman,” paparnya.
Rektor Asep Jahar menambahkan fiqh realitas dan toleransi merupakan pintu masuk penting bagi kehidupan beragama yang damai, moderat, dan penuh penghormatan terhadap sesama. “Dengan spirit ini, kita dapat memperkuat kemampuan umat Islam untuk hidup berdampingan, membangun dialog, serta menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam,” imbuhnya.
Menegaskan pentingnya dalam memperkuat upaya mengatasi berbagai problematika kemanusiaan global, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Abu Dhabi Forum for Peace sepakat bekerjasama melalui kemitraan akademik dan riset. Kemitraan ditandangani langsung Rektor UIN Jakarta Prof. Asep Saepudin Jahar dan Direktur Abu Dhabi Forum for Peace, Kantor Rabat, Dr. Amina Al-Shehi.
Terpisah, baik Profesor Amany maupun Profesor Arif Zamhari merespon positif atas forum pertemuan yang berlangsung selama dua jam lebih ini. Profesor Amany menuturkan, forum ini melanjutkan pesan tentang pentingnya memperkuat harmoni dan perdamaian dunia yang menjadi misi Abu Dhabi Forum for Peace yang didirikan ulama terkemuka dunia Islam, al-Allamah Syaikh Abdullah bin Bayyah yang banyak berkontribusi untuk perdamaian dunia melalui berbagai konferensi internasional seperti Deklarasi Maroko 2016 yang menekankan pentingnya penghargaan Hak Kaum Minoritas Agama di Negara Mayoritas Muslim maupun Konferensi Para Tokoh Lintas Agama di Washington, DC, pada Februari 2018 yang menghasilkan Alliance of Virtues atau Aliansi untuk Kebajikan.
“Kehadiran Forum Abu Dhabi untuk Perdamaian di Indonesia diharapkan menjadi jembatan dialog lintas iman dan budaya yang relevan dengan tantangan global saat ini, sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia dalam mengupayakan perdamaian dunia,” tambahnya.
Profesor Arif Zamhari yang juga Kepala Pusat Moderasi Beragama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai positif forum akademisi dan pakar lintas negara ini. Menurutnya, kegiatan ini sangat relevan dan mendesak untuk dihidupkan kembali.
“Forum Abu Dhabi untuk Perdamaian di Indonesia diharapkan menjadi jembatan dialog lintas iman dan budaya yang relevan dengan tantangan global saat ini, sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia dalam mengupayakan perdamaian dunia,” jelasnya.
Menurut Profesor Arif, toleransi bukan hanya nilai universal, melainkan juga dimensi penting dalam ajaran Islam dimana keimanan dan toleransi menjadi satu bagian tidak terpisahkan. “Seorang Muslim yang benar-benar beriman harus memiliki sikap toleran, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an. Tanpa toleransi, keimanan bisa tergelincir menjadi sikap ekstrem dan ekstremisme jelas bukan bagian dari ajaran Islam,” pungkasnya.
(Rilis Pusat Informasi dan Humas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)