Tinjauan Haji dalam Berbagai Dimensi Spiritual: Berawal Dari Drama Kosmos
Prof DR KH Nasaruddin Umar
JAKARTA - Pembahasan tentang haji harus diawali dari drama kosmos, kisah kejatuhan anak manusia ke bumi. Haji tidak bisa dimaknai hanya sebagai ibadah ritual sebagai pelengkap rukun Islam, tetapi harus difamahi sebagai ibadah holistik-universal, yang sesungguhnya juga dilakukan oleh makhluk lain, selain manusia.
Haji dapat dilukiskan sebagai drama kosmos yang menceritakan hubungan interaktif antara alam semesta sebagai makrokosmos dan manusia sebagai makhluk mikrokosmos. Pertunjukan drama kosmos diperankan oleh malaikat, jin, syetan, manusia, dan binatang dengan mengambil lokasi ‘Arasy, Baitul Ma’mur, bumi, alam barzakh, syurga, dan neraka. Sedangkan yang bertindak sebagai pemeran utama ialah Adam, Hawa, Ibrahim, Ismail, dan iblis. Yang bertindak sebagai sutradara tidak lain ialah Allah SWT.
Berawal ketika Allah Swt mengumumkan rencananya untuk menciptakan makhulk pendatang baru dalam jagat makrokosmos bernama manusia, lalu para malaikat mempertanyakan kebijakan itu dengan mengatakan: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman” Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah/2:30).
Menanggapi bahasa Allah SWT seperti itu, maka para malaikat, termasuk ‘Azazil (nama Iblis sebelum dikutuk), menyesali kelancangannya mempertanyakan kebijakan Allah Swt, ditandai dengan thawaf mengelilingi Arasy, Istana Tuhan, selama berhari-hari sambil menangis menyadari kelancangannya. Akhirnya, pada suatu hari Allah SWT menyapa mereka dan mereka diminta untuk pindah di Baitul Makmur, miniatur ’Arasy, dibangun di bawah Arasy. Di situlah nenek moyang kita Adam dan Hawa ikut berthawaf bersama malaikat dan jin.
Ketika Adam diciptakan seorang diri, ia gelisah dan memohon diciptakan pasangan lalu diciptakanlah Hawa dari tulang rusuknya sendiri. Selama di syurga, keduanya diminta untuk tidak mendekati buah khuldi. Di sinilah Iblis mulai berperan, membujuk keduanya untuk memakan buah khuldi (secara bahasa berarti “kekal”) jika ingin kekal di dalam syurga. Akhirnya keduanya tergoda oleh bujuk rayu Iblis. Akibatnya, Adam dan Hawa dijatuhkan dari syurga kenikmatan ke bumi penderitaan.
Keduanya berjumpa di bukit ’Arafah (perjumpaan), yang sekarang menjadi arena haji. Permintaan pertama yang mereka minta ialah rumah pertobatan sebagaimana halnya di Baitul Makmur. Allah Swt kemudian memerintahkan malaikat mebangunkan ka’bah di Mekkah tepat garis lurus di bawah Baitul Makmur, sebagaimana disebutkan di dalam Q.S. Ali Imran/3:96: ”Sesungguhnya rumah mula-mula dibangun untuk (untuk tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi penunjuk bagi semua manusia”). Di halaman ka’bah itu, Adam dan Hawa melaksanakan thawaf.
Drama kosmik yang melibatkan pemeran utamanya lintas makhluk, yaktu makhluk bilologis, semi biologis, makhluk spiritual, dan semi spiritual, dengan lokasi antar planet, yakni dunia metafisik (untuk menghindari konotasi negatif ‘dunia gaib’) dan dunia nyata di alam raya, yakni di bumi ini.
Dengan demikian, ibadah hakiki adalah ibadah makhluk makrokosmos dan makhluk mikrokosmos. Ibadah haji mempertemukan antara berbagai jenis alam dan makhluk Allah SWT. (zm)
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta. Artikelnya dimuat Tangsel Pos, Rabu 6 Juli 2022. Lihat https://tangselpos.id/detail/1008/berawal-dari-drama-kosmos