Teologi Untuk KaumTertindas (2)
Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal
Bagaimana dengan Islam? Apakah mengakomodir isu teologi pembebasan dan jargon-jorgon semacamnya, mesti juga melakukan pembongkaran radikal terhadap substansi ajaran seperti teori Marxis?
Atau, apakah dalam membebaskan ummat dari berbagai ketertindasan, mesti diawali peninjauaan teologi masyarakat seperti tesis Weber?
Atau, mungkinkah melakukan perbaikan tanpa desintegrasi nilai fungsional dalam masyarakat seperti gagasan Parson?
Orang yang melihat Islam dalam perspektif fenomenologis tentu akan berbeda dengan orang yang melihatnya dalam perspektif lain. Orang-orang fonomenologis tentu akan mengidentifikasi agama Islam sebagaimana halnya fenomena agama lain.
Teori yang berfungsi dalam dunia Kristen dengan sendirinya fungsional juga bagi dunia Islam. Orang-orang yang melihat Islam dalam perspektif substansial tentu akan menemukan identifikasi persoalan Islam berbeda dengan agama lain.
Dalam Islam, sejak awal mendoktrinkan untuk concern dan peduli kepada orang-orang yang tertindas, seperti orang-orang yang teraniaya, miskin, yatim, janda, perempuan, budak, dan orang-orang yang terhukum sekalipun. Persoalan kemiskinan dan ketertindasan yang terjadi dalam dunia Islam masih perlu dipertanyakan, seberapa jauh efek teologis berpengaruh di dalamnya.
Orang-orang tertindas pada umumnya akibat suatu sistem sosial atau ulah politik para penguasa. Hal ini juga diisyaratkan dan sekaligus diamanahkan untuk dicarikan solusinya sebagai berikut:
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya dan berilah kami perlindungan dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau”. (QS Al-Nisa’/4:75).
Ayat ini menyerukan untuk melakukan tindakan oposisi terhadap suatu sistem yang melahirkan penindasan. Bahkan ayat ini menggunakan istilah al-qital, yang konotasinya pembelaan secara fisik, bukannya menggunakan istilah al-jihad, yang konotasinya perjuangan alternatif.
Sumber: rm.id., Minggu, 12 Desember 2021. (mf)