Syauqi Sani: Asrul Sani Punya Otentisitas Sendiri, Ia Tidak Bisa Dikekang

Syauqi Sani: Asrul Sani Punya Otentisitas Sendiri, Ia Tidak Bisa Dikekang

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FITK UIN Jakarta gelar Kuliah Tamu dan Seminar Nasional Pestarama #9 yang berbincang perihal lembaga kebudayaan nasional yang bernafaskan Islam dengan mengulas profil dan pemikiran dari tokoh budayawan muslim di Indonesia, yakni Asrul Sani. 

Kegiatan ini digelar pada Senin (27/5/24) di Teater Prof. Mahmud Yunus FITK dengan mengundang berbagai tokoh penting dan melibatkan dosen PBSI sebagai pendiskusi, seperti Ngatawi Al Zastrouw yang merupakan Ketua Lesbumi tahun 2004—2015, Jamal D. Rahman, sastrawan muslim sekaligus dosen PBSI, serta Rosida Erowati, dosen PBSI yang juga pegiat sastra dan pelopor dari terselenggaranya rangkaian acara Pestarama. 

Dalam upaya melihat profil Asrul Sani dari kacamata keluarga, Syauqi Sani turut diundang dalam Kuliah Tamu dan Seminar Nasional untuk dapat membagikan pengalamannya semasa hidup bersama ayahnya, yakni Asrul Sani. 

Ia mengungkapkan bahwa ayahnya tersebut bukan pribadi yang bisa dikekang, namun anehnya ia justru cocok dengan kiai NU. 

“Beliau lebih cerita banyak soal kiai NU. Pak Asrul tidak bisa dikekang, namun dia cocok dengan kiai NU,” jelas Syauqi. 

Asrul Sani merupakan figur sastrawan yang juga masyhur di dunia perfilman Indonesia. Bersama Usmar Ismail, Djamaluddin Malik, dan tokoh-tokoh lainnya, ia berhasil mendirikan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, lembaga yang berkontentasi dalam mengisi ruang religiositas dalam lembaga kebudayaan di Indonesia. 

Walau begitu, Asrul Sani dinilai oleh Syauqi Sani tidak pernah melabeli dirinya sebagai tokoh kebudayaan Islam. Namun menurutnya, pemikiran-pemikiran ayahnya mengarah kepada hal tersebut. 

Syauqi Sani turut membeberkan bahwa asal mula terciptanya Surat Kepercayaan Gelanggang tidak lain karena kemarahan Asrul Sani dengan budaya Barat yang mendominasi.

Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan bentuk upaya seniman dan sastrawan Indonesia keluar dari pengaruh angkatan sebelumnya dan menciptakan identitas atau kekhasannya sendiri. 

Otentisitas Asrul Sani menjadi hal yang muncul dalam penceritaan yang diungkapkan oleh Syauqi. Asrul Sani mengedepankan otentisitas untuk membangun rumah baru, peradaban baru yang bernama Indonesia. 

Bila menilik lebih jauh, sejatinya ini menjadi salah satu tantangan masa kini, yakni kritis terhadap gagasan yang sudah ditawarkan pada generasi di masa lalu dengan mengamati fenomenanya

(Selvia Parwati Putri).