STF Diskusikan Buku Panduan Praktis untuk Lembaga Menerapkan Filantropi Inklusif

STF Diskusikan Buku Panduan Praktis untuk Lembaga Menerapkan Filantropi Inklusif

Teater FEB, Berita UIN Online - Buku berjudul "Inclusive Philanthropy Fundraising" diterbitkan oleh STF UIN Jakarta. Buku tersebut didiskusikan dalam acara yang diselenggarakan oleh STF UIN Jakarta dengan Program Studi (prodi) S1 Perbankan Syariah dan Penerbit Rajawali pada Rabu (12/6/2024) bertempat di teater 2 lantai 5 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Jakarta.

Buku tersebut ditulis oleh tujuh ahli praktisi filantropi di Indonesia yaitu Prof. Amelia Fauzia MA., Ph.D., M. Arifin Purwakananta, Dewi Sri Sumanah. Lalu keempat lainnya yaitu Ayu Arman Hilman Latief, Hamid Abidin, Haryo Mojopahit dan Victor Rembeth. 

Tujuan para ahli menulis buku tersebut adalah agar dapat memberikan panduan dan strategi dalam berkomunikasi serta melakukan kampanye publik yang inklusif terkait filantropi untuk keberagaman dan perdamaian. 

Direktur STF UIN Jakarta, Prof. Amelia Fauzia, MA., Ph.D. menjelaskan, filantropi inklusif lebih mengedepankan kemanusiaan dengan menghargai keberagaman dan mendukung perdamaian tanpa memandang latar belakang ras atau agama. Filantropi inklusif pada hakikatnya memberdayakan kemanusiaan dan mengedepankan kemaslahatan bagi semua. 

“Filantropi itu pada dasarnya inklusif. Inklusivitas itu sebuah keniscayaan. Inklusif itu memperhatikan keragaman,” ujarnya. 

Selain itu, Prof. Amel juga mengatakan, buku tersebut dihasilkan dari workshop pada 2021 lalu pada tahun 2024 ditulis oleh penulis dari berbagai latar belakang, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk memastikan perspektif yang luas dan inklusif. Praktik filantropi yang inklusif dicirikan oleh akuntabilitas, transparansi, penghormatan terhadap keragaman, serta prinsip keadilan dan perspektif HAM atau maqashid syariah. 

“Inklusivitas adalah kekuatan dalam menghadapi keragaman yang merupakan sunnatullah dan hukum alam,” ungkapnya. 

Perwakilan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Indonesia Muhammad Thoriq Hilmi menjelaskan, awal mula UNHCR Indonesia berdiri untuk membantu pengungsi dikarenakan permintaan dari pemerintah sejak 1979. UNHCR berfokus pada filantropi Islam dikarenakan banyak pengungsi dari negara mayoritas Muslim yang mencapai 60 persen dari 114 juta pengungsi dunia. 

"UNHCR tidak menerima zakat secara langsung, hanya sebagai perantara dari lembaga zakat kepada pengungsi yang rentan dan kategori khusus penerima yang memenuhi syarat," jelas Thoriq.

Thoriq mengatakan filantropi Islam di dalam UNHCR adalah bentuk tanggapan terhadap permintaan donatur untuk menerima dan menyalurkan zakat kepada para pengungsi. Filantropi Islam di UNHCR sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dengan landasan dari 15 fatwa ulama dan organisasi Islam dunia yang mendukung praktik tersebut. 

“UNHCR penting dalam mengatasi krisis kemanusiaan global dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis nilai-nilai Islam,” ujarnya. 

Managing Director IDEAS, Haryo Mojopahit, menyatakan, buku tersebut dibuat dan ditujukan sebagai modul bagi lembaga filantropi Islam untuk mempraktikkan komunikasi dan penggalangan dana dalam kerja kemanusiaan. Buku tersebut merupakan hasil diskusi dan penelitian yang mendalam, tujuannya untuk memberikan panduan praktis bagi lembaga-lembaga filantropi dalam menjalankan program-program mereka. 

“Fundraiser selalu membantu memecahkan masalah sosial dan mengajak masyarakat berdonasi,” jelas Haryo.

Haryo juga membedakan antara fundraiser dan peminta sumbangan, dengan mengatakan bahwa tugas fundraiser adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang isu-isu yang ada dan mengajak mereka untuk ikut berdonasi. Banyak orang yang ingin membantu orang lain tetapi menunggu untuk diminta, disinilah peran penting seorang fundraiser. 

“Dengan narasi yang tepat, fundraiser dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan filantropi,” ungkapnya. 

 

(Muhammad Naufal Waliyyuddin/Fauziah M./Raihan Lail)

Tag :