Spiritualitas Ejakulasi

Spiritualitas Ejakulasi

Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal

Dalam dunia spiri­tual, hubungan intim suami-isteri bukan sekadar memenuhi hasrat biologis, tetapi sesungguhnya jalan mencapai kesem­purnaan kepuasaan batin.

Puncak pertemuan cinta antara dua keka­sih memunculkan beberapa istilah dan reaksi. Puncak hubungan cinta suami-isteri biasanya diungkapkan dengan persetubuhan (watha’/coitus). Reaksi persetubuhan itu mencapai puncaknya saat terjadi orgasme (hizzah) dan ejaku­lasi (qadzf).

Orgasme atau ejakulasi biasa diarti­kan sebagai wujud rasa cinta yang amat kuat dan melahirkan puncak kepuasan biologis atau kepuasan spiritual (a strong feeling of excitement and intense physical or spiritual pleasure).

Kalangan sufi berpendapat, jika hubungan cinta sedemikian akrab dan mencapai puncak biasa, juga melahir­kan ‘spiritual orgasm’ atau ‘spiritual ejaculation’.

Para sufi sering mengeluarkan un­gkapan-ungkapan aneh (theopatical stammerings). Menurut mereka puncak segala orgasme ialah spiritual argams. Itulah sebabnya Ibn ‘Arabi memandang salah satu hikmah mandi junub ialah untuk membersihkan diri dari kepuasan insaniyah (excited sexually) agar tercapai kepuasan ilahiyah (excited spirituality).

Jika dalam hubungan seksual dikenal ejakulasi dini maka hubungan dengan Tuhan pun dikenal ejakulasi dini, yaitu persentuhan sesaat dengan puncak ke­bahagiaan spiritual yang disebut ahwal (jama’ dari hal, keadaan sementara).

Sedangkan bentuk kebahagian spiri­tual lebih lama bahkan permanen disebut maqamat (jama’ dari maqam berarti keadaan permanen). Harapan setiap orang berusaha menghindari ejakulasi dini secara biologis, tetapi mestinya juga ada usaha menghindari ejakulasi dini secara spiritual.

Jika seseorang berkali-kali merasa­kan orgasme biologis dengan pasangan­nya maka seharusnya spiritual orgasm juga terus menerus dialami seseorang dengan Tuhannya.

Orgasme bisa mengantar seseorang untuk lebih mengenal dan mensyukuri Tuhan. Orgasme yang cerdas dapat mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Tuhan. Orgasme biologis tidak berarti apa-apa jika dibandingkan orgasme spiritual, ketika seseorang hamba merasakan kesatuan (ittihad) dengan Sang Kekasih, Allah SWT.

Itulah sebabnya kalangan praktisi spiritual di luar Islam berpaling dari orgasme biologis dengan cara menghindari perkawinan, demi memberi kesempatan spiritualnya untuk merasakan kepuasan batin dengan Tuhannya. Islam menganggap orgasme atau ejakulasi biologis dan orgasme spiritual tidak mesti dipertentangkan. Bahkan antara keduanya bisa saling mendukung.

Seseorang tidak mesti harus meninggalkan kepuasan biologis demi untuk memperoleh kepuasan spiritual. Dalam Islam, tidak diperkenalkan seseorang melakukan apa yang disebut dengan al-ghuluw, perbuatan yang melampaui batas, sungguh pun itu ibadah.

Nabi pernah menegur sahabatnya yang sudah lama tidak berhubungan dengan isterinya lantaran ingin fokus beribadah. Nabi mengatakan, meskipun dia nabi dan rasul, namun tetap memenuhi hak-hak biologisnya dan isteri-isterinya.

Bahkan Nabi, sebagaimana diceritakan Aisyah, isterinya, sangat menikmati hubungan suami isteri. Dari Aisyah dalam banyak riwayat ditemukan dasar-dasar seksologi dalam Islam.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Islam begitu besar memberikan apresiasi terhadap seni berhubungan seks. Bukan saja penting untuk memperoleh kepuasan biologis, tetapi terkait juga dengan penghayatan spiritual.

Kesempurnaan sebuah kepuasan manakala dihubungkan dengan kemahakuasaan dan kemahapengasihan Tuhan, adalah untuk memberikan penyempurnaan kebahagiaan kepada hamba yang dicitakan-Nya dengan cinta. Itulah sebabnya Nabi Muhammad Saw menganjurkan dengan sangat, agar orang-orang yang memenuhi syarat, agar segera menikah.

Sumber: rm.id. (mf)