Siapa Kelompok Radikal Itu?

Siapa Kelompok Radikal Itu?

Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal

Dekade terakhir ini kita sering me­nyinggung kelom­pok radikal. Siapa sesungguhnya yang dimaksud kelompok radikal itu? Apa ciri-cirinya? Bagaimana modus operandinya? Apa yang menjadi tu­juannya? Siapa yang berkepepentingan di balik kelompok ini? Dari mana mereka memperoleh dana?

Yang sering dibicarakan selama ini ialah kelompok radikal agama, khususnya agama Islam, meskipun pada agama-agama lain ada juga kelompok radikalnya dalam jumlah terbatas. Kelompok radikal cenderung lintas aliran, mazhab, dan agama. Kelompok radikal menembus batas geografis, etnik, dan negara. Kelompok radikal dicirikan dengan pikiran dan gerakan­nya yang menolerir kekerasan sebagai bagian dari solusi.

Kelompok radikal biasa diartikan sebagai kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis dan secara fanatik berjuang untuk meng­gantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung. Kelompok radikal tidak identik dengan kelompok keras atau fanatik suatu agama.

Kelompok radikal ini bisa menolerir berbagai cara dalam memperjuangkan tu­juannya, termasuk cara-cara teroris dan bunuh diri serta cara-cara keras lainnya. Ciri-ciri kelompok radikal antara lain:

1) Berusaha men­cari pengaruh dan simpati di dalam masyarakat luas dalam rangka mem­perkenalkan ideologi mereka. Gerakan-gerakan kemanusiaan mereka galakkan, seperti terlibat di dalam kelompok advokasi dan bantuan terhadap kelom­pok-kelompok yang berkepentingan, seperti memerikan bantuan terhadap korban gempa bumi.

2) Mengklaim kelompoknya sebagai kelompok paling benar, sedangkan kelompok lain dinilai keliru dan sesat.

3) Secara eksplisit atau implisit kelompok ini memiliki niat dan kecenderungan untuk mengubah negara bangsa menjadi negara agama. Intensitas perjuangannya tergantung situasi yang dihadapannya.

4) Berupaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi mereka.

5) Ada usaha untuk meng­ganti NKRI dengan konsep Khilafah. Nasionalisme dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam yang difahaminya sebagai ajaran yang bersifat universal, tidak bisa dijinakkan oleh kultur dan ideologi lokal.

6) Pola keberagamaan mereka biasanya bersifat ekslusif, baik pakaian, prilaku, pertemanan, maupun dalam menjalankan praktek ritual kea­gamaan.

7) Dalam memilih teman atau relasi usaha dan perjuangan biasanya sangat selektif.

Karakteristik perjuangan mereka juga eksklusif, seperti tidak toleran yakni kurang menghargai penda­pat dan keyakinan orang lain; fanatik yakni selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah; eksk­lusif yakni membedakan diri dari umat Islam umumnya, dan menganggap diri dan kelompoknya sebagai barometer orisinalitas ajaran agama Islam; revolu­sioner yakni cenderung menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuan.

Kelompok ini terkenal sangat ulet, tabah, dan mandiri di dalam mem­perjuangkan misinya. Meskipun jumlah mereka kecil tetapi sangat militan dan seringkali melakukan tindakan nekat dan seperti tidak mengenal rasa malu atau tenggang rasa.

Modus operandi kelompok ini sangat kaya dengan berba­gai ide. Kelompok radikal Islam biasan­ya dilakukan dengan beberapa modus, per­tama, mengambil alih dan melibatkan diri di dalam pengelolaan mesjid. Pada awalnya mengambil simpati jamaah dengan rajin membersihkan mesjid. Pada satu saat waktu shalat masuk, sang muazzin be­lum datang, maka ia mengumandangkan azan dengan suara yang relatif bagus. Suatu saat imam rawatib berhalangan maka ia maju ke depan menjadi imam.

Saat lain khatib Jum’at berhalangan ia dipersilahkan naik ke mimbar untuk khutbah. Memang ia sudah siap untuk khutbah dan khutbahnya sudah lama dipersiapkan. Akhirnya masyarakat dan jamaah mesjid bersimpati dengan­nya kemudian pada saatnya ia diangkat menjadi pengurus mesjid atau modin mesjid dengan berbagai kewenangan yang dimilikinya.

Sebagai aktifis mesjid, maka masyarakat memberikan urusan spiritualitasnya kepada tokoh spiritual ini. Mereka sering mengguna­kan mesjid dan mushalah sebagai basis perjuangan

Kelompok radikal menggalang dana pada umumnya dari kelompok mereka sendiri, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya dana dari luar, na­mun saat ini semakin ketat karena control pemerintah terhadap kemungkinan dana kelompok radikal-teroris semakin diperketat.

Mereka menyelenggarakan pengajian dan sekaligus mengumpulkan dana perjuangan. Mereka juga mempu­nyai akal yang cerdas membawa benda berharga berupa butir-butir berlian yang bisa lolos deteksi petugas.

Cara lain melalui proses jual beli secara wajar tetapi pada saatnya property itu dijual kembali untuk mendapatkan uang tunai.

Tokoh dibalik Gerakan ini sulit dide­teksi karena menggunakan system sel berantai yang tidak saling kenal satu sa­ma lain. Sang bos tahu siapa orang yang berada di dalam struktur bawah tetapi orang di struktur bawah tidak mengenal siapa di atasnya.

Organisasinya sangat rapi dan sulit sekali dideteksi atau didekati secara hukum. Kecurigaan ada tetapi bukti kuat sulit ditemukan. Kita harus mewaspadai anggota keluarga kita, jangan sampai masuk ke dalam jaringan ini.

Sumber: rm.id. (mf)