Seminar Ushuluddin Soroti Pentingnya Peran Masyarakat Agama atas Krisis Lingkungan

Seminar Ushuluddin Soroti Pentingnya Peran Masyarakat Agama atas Krisis Lingkungan

Gedung FU, BERITA UIN Online— Dalam dua dekade terakhir perhatian masyarakat dan pemimpin dunia terhadap isu-isu konservasi lingkungan terus meningkat. Ini menyusul berlangsungnya perubahan iklim yang berdampak serius terhadap ekosistem kehidupan manusia dan semesta.

Selain para ahli lingkungan, penyelesaian soal lingkungan dinilai perlu melibatkan para tokoh dari berbagai agama. Hal ini karena agama tidak hanya menyangkut aspek keyakinan dan ritual formal, tapi juga menekankan pentingnya keselamatan jiwa manusia melalui keterjagaan lingkungan yang bersih, hijau, asri, dan seimbang.

Persoalan lingkungan dan kewajiban umat agama-agama kembali didiskusikan para akademisi dalam seminar internasional Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Selasa (13/6/2023). Seminar bertajuk Our Earth, Our Future: Masa Depan dan Takdir Umat Manusia di Tengah Bumi yang Sakit Perspektif Islam ini dilaksanakan bekerjasama dengan Universiti Sultan Azlan Shah (USAS) Malaysia dengan melibatkan Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN.

Bertempat di di Ruang Teater H.A.R. Partosentono, lantai 4 Gedung FU, seminar menghadirkan sejumlah pembicara yang mengisi dua sesi seminar. Di sesi pertama, dipandu moderator Rosmaria Syafariyah Widjayanti, seminar menghadirkan paparan dua akademisi Suhadi Cholil Ph.D (dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)  dan Dr. Phil. Dewi Candraningrum (Pengajar Kajian Gender).

Kedua pembicara di sesi ini membicarakan soal Islam dan seluk beluk konservasi alam. Selain itu narasumber juga menyinggung peran perempuan dalam memperjuangkan keseimbangan lingkungan dengan basis pengetahuan akademik dan pengalamannya bergelut dengan isu-isu dan praksis lingkungan hidup.

Di sesi kedua, seminar menghadirkan sejumlah akademisi lintas negara, yaitu Dr. Nor Fadilah Abdul Rahman (Ketua Jabatan Ushuluddin, Fakulti Pengajian Islam Universiti Sultan Azlan Shah/USAS Malaysia) dan Prof. Dr. Bambang Irawan MA (Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta) dengan dimoderatori Qusthan Abqari Hisan Firdaus MA.

Seminar dibuka langsung Dekan FU Prof. Ismatu Ropi MA Ph.D. Selain para pejabat di lingkungan fakultas seperti Prof. Dr. Media Zainul Bahri MA (Wadek Bidang Akademik), Dr. Lilik Ummi Kaltsum MA (Wadek Bidang Administrasi Umum), Dr. Eva Nugraha MA (Wadek Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama), seminar diikuti ratusan mahasiswa dan partisipan baik dari FU maupun fakultas lain UIN Jakarta.

Selain itu, hadir juga Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H.,M.H., MA sebagai pembicara utama seminar.

Dalam sambutannya, Profesor Ismet (panggilan akrab Dekan FU Ismatu Ropi) mengungkapkan, tema yang diangkat dalam seminar ini relevan dengan perlunya seluruh masyarakat dunia memperhatikan isu lingkungan sebagai bagian penyelamatan kehidupan umat manusia masa ini dan mendatang. Selain itu, persoalan ini juga dinilai memerlukan tanggungjawab tokoh dan umat agama-agama dunia.

Searah kemajuan hidup, jelasnya, umat manusia semakin intens memanfaatkan alam lingkungan. Kondisi demikian menyebabkan berbagai perubahan lingkungan sekitar, terutama melalui proyek eksploitasi yang selanjutnya berdampak kembali kepada kehidupan umat manusia.

Perlakuan manusia terhadap alam lingkungan sendiri, terangnya, tidak lepas dari pemahaman keagamaan mereka masing-masing. Penguasaan maupun pemanfaat aset misalnya dipengaruhi ajaran keagamaan yang dianut seseorang.

“Kita menyaksikan beberapa hal yang tidak pernah terjadi terkait perubahan iklim. Bagaimana keberagamaan mempengaruhi lingkungan, dan sebaliknya, bagaimana lingkungan mempengaruhi cara kita beragama,” katanya.

Kondisi demikian, sambungnya menuntut bagaimana agama yang mempengaruhi pandangan seseorang atas lingkungan turut merespon isu lingkungan. “Bagaimana agama itu merespons problem yang berkaitan dengan lingkungan menjadi hal yang penting untuk kita kaji lebih jauh,” katanya

Profesor Studi Agama-Agama ini menambahkan, terdapat keragaman pandangan dan pendekatan agama-agama manusia terhadap alam lingkungan. Pada agama-agama Semitik seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, perhatian terhadap lingkungan relatif minim.

Sedang pada agama-agama non-Semitik seperti agama Hindu, Budha dan agama-agama lokal perhatian terhadap lingkungan justru lebih kuat. Hal ini tidak lepas dari relasi agama-agama ini dengan lingkungan secara intens.

Pada agama-agama ini tumbuh keyakinan jika terdapat hukum alam bahwa kualitas perlakuan manusia terhadap semesta akan memberikan konsekuensi yang setara. “Dalam tradisi agama selain agama Simitik, keyakinan yang berkaitan dengan alam dan kesemestaan menjadi bagian yang inheren dalam prinsip agamanya,” terangnya.

Namun perhatian terhadap lingkungan juga belakangan muncul pada kelompok agama-agama Semitik. “Sekitar tahun 2015, Paus Fransiskus membuat sebuah ensiklik yang berbicara tentang betapa pentingnya orang-orang Kristen itu memiliki keyakinan tentang menjaga lingkungan,” terangnya.

Bahkan terjadi semacam gerakan pertobatan kolektif dalam memperlakukan alam lingkungan. “Ada istilah pertobatan berjamaah, tentang bagaimana tradisi Kristen itu melihat sebenar-benarnya bahwa lingkungan itu penting dan terus dijaga,” imbuhnya.

Kecenderungan sama juga berlaku pada masyarakat Islam. Namun dalam amatannya sejumlah aktifis Musim berbasis NGO akhir-akhir ini mulai menekankan pentingnya pemeliharaan lingkungan.

“Ini merupakan awal dari kesadaran memunculkan kesadaran tentang pentingnya kerja kolektif dalam menyelesaikan berbagai problem lingkungan dan kehidupan kita ke depan,” terangnya.

Lebih jauh, Profesor Ismet mendorong dosen dan mahasiswa untuk menjadikan problem lingkungan sebagai topik riset akademis mereka menyusul pentingnya penguatan peran agama terhadap lingkungan. Menurutnya, ini akan jadi kontribusi berarti insan akademis Ushuluddin terhadap penyelesaian problem lingkungan.

“Jadi jika mahasiswa menulis isu lingkungan dalam perspektif yang multidisipliner, maka ini merupakan sumbangan besar bagi UIN Jakarta maupun masyarakat muslim secara umum.” pungkasnya.

Sementara itu, Profesor Tholabi menilai perubahan iklim sebagai isu serius yang dihadapi dunia saat ini. Persoalan ini menuntut respon cepat berbagai kalangan karena tidak hanya berdampak pada keseimbangan ekologi, melainkan juga mengancam pada banyak sektor  seperti ekonomi, sosial dan kesehatan.

Menurut Profesor Tholabi, perlu perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak, termasuk bagaimana doktrin Islam turut memberikan solusi atas kondisi bumi saat ini. Berdasarkan data dari Indeks Kualitas Udara (IQAir), dan polusi udara di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim terlihat menempati ringking tertinggi sebagai negara yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia.

“Dan Indonesia, konon kabarnya menurut survei ini menempati ringking ke-26. Dan lima besar negara-negara buruk udaranya itu adalah Irak, Pakistan, Bahrain, dan Bangladesh. Dan ternyata, Kota Tangerang Selatan merupakan kota peringkat pertama sebagai polusi tertinggi di Indonesia,” ujarnya. (M. Najib Tsauri/ZM)