Seminar FISIP: Santri Lebih Siap Berperan dalam Membangun Diplomasi Indonesia

Seminar FISIP: Santri Lebih Siap Berperan dalam Membangun Diplomasi Indonesia

 

Gedung FISIP, Berita UIN Online— Para santri dinilai turut berperan penting dalam proses diplomasi Indonesia dan negara-negara mitra seperti Republik Rakyat Tiongkok. Dengan kesadaran teologis yang lebih mapan dibanding orang awam, para santri dinilai lebih siap menjadi aktor non-negara dalam membangun hubungan baik antara kedua negara.

Demikian kesimpulan Seminar Nasional bertajuk “Diplomasi Santri Dalam Relasi Indonesia-Tiongkok Terkini” hasil kerjasama Program Studi Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan PCINU Tiongkok. Kegiatan seminar sebagai bagian peringatan Hari Santri Nasional ini diselenggarakan di Auditorium Prof. Bachtiar Effendi, Gedung FISIP UIN Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Seminar yang dibuka Dekan FISIP Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah, M.Si., M.A. dihadiri sejumlah narasumber. Diantaranya, Rois Syuriah PCINU Tiongkok Ahmad S. Zuhri, Pengajar Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta Atep A. Rofiq, Kepala Biro Beijing LKBN Antara 2017-2023 M. Irfan Ilmi, Peneliti Kajian Wilayah BRIN Saiful Hakam. Seminar dihadiri mahasiswa FISIP dan santri pesantren di lingkungan UIN Jakarta.

Dalam sambutannya, Rois Syuriah PCINU Tiongkok Ahmad S. Zuhri mengungkapkan diplomasi santri tidak lepas dari implementasi peran santri dalam kehidupan masyarakat sekitarnya. Menurutnya, diplomasi santri merupakan bagian integral dari semangat dan spirit yang mewarnai peran santri dalam mengatasi tantangan global.

Seminar kali ini, sambungnya, diharap memberikan gambaran bagaimana para santri turut berkontribusi dalam proses diplomasi antara Indonesia dengan salahsatu negara industri maju di dunia tersebut, Tiongkok. “Hal yang sama berlaku juga ketika para santri belajar dan tinggal di Tiongkok,” katanya.

Dosen Prodi Hubungan Internasional, Atep A. Rofiq, menambahkan peran diplomasi kaum santri bisa dilihat dari perspektif peran aktor non-negara atau non-state actor dalam dinamika politik internasional. Menurutnya, hubungan internasional selalu berkembang searah interaksi antar negara.

Interaksi antar negara sendiri berlangsung dalam berbagai aspek, terutama isu-isu global seperti lingkungan hidup, ekonomi, sosial, dan kebudayaan, yang sering kali disebut sebagai soft politics. “Diplomasi merupakan instrumen penting yang terkait erat dengan kepentingan nasional suatu negara,” jelasnya.

Atep menambahkan, santri bukan hanya sekadar pelajar agama, tetapi juga menjadi jembatan budaya yang menghubungkan Indonesia seperti berlaku melalui para santri Nahdliyin dengan Republik Rakyat Tiongkok. “Pertukaran santri dalam bidang budaya dan pendidikan merupakan langkah positif yang dapat memperkuat hubungan antar bangsa,” katanya.

Atep menegaskan peran aktif santri memiliki dampak positif yang besar dalam memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok melalui pendekatan people to people. Ia berharap peran santri dapat menjadi kunci untuk munculnya pemahaman yang lebih positif terkait hubungan antar kedua negara.

Kepala Biro Beijing LKBN antara 2017-2023, M. Irfan Ilmi turut memberikan wawasan mengenai perkembangan Indonesia-Tiongkok di tingkat people to people. Ia juga membagikan pengalaman liputannya dari berbagai kota di Tiongkok, memberikan dimensi praktis pada diskusi.

Selanjutnya, Saiful Hakam, seorang peneliti kajian wilayah BRIN, membahas tema mengenai santri dan diskusi persepsi atas Tionghoa dan Republik Rakyat Tiongkok. Hakam mengungkapkan bahwa santri memiliki kesadaran teologi yang lebih mapan dibanding orang awam.

Saiful Hakam menambahkan, keunikan hubungan diplomasi Indonesia-Tionghoa sangat terkait dengan politik dalam negeri di Indonesia, dengan mencakup unsur diplomatik, politik, dan bisnis. Menurutnya, santri menjadi elemen penting dalam dinamika hubungan diplomasi ini.

Diskusi yang berlangsung lebih dari satu jam ini ditutup dengan sesi tanya jawab dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk berinteraksi langsung dengan narasumber. Acara ditutup dengan harapan terbangun pemahaman positif mengenai peran santri dalam hubungan Indonesia dengan PCNU Tiongkok. (Alliya/FNH/ZM)