Selamat Hari Raya ‘Ied al-Fithri 1436 H
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
SELESAILAH SUDAH IBADAH puasa kita jalani selama satu bulan penuh. Atas nama pimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya ingin menyampaikan selamat hari raya ‘Ied al-Fithri1436 H., mohon maaf lahir dan batin pada semua civitas academica dan pegawai UIN Syarif Hidayatullah maupun masyarakat pada umumnya. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Amiin!
Ibadah puasa yang baru selesai kita jalani ini, mudah-mudahan tidak sekedar pelaksanaan kewajiban pada Allah, Tuhan kita, dan juga tidak hanya menambah tabungan untuk kehidupan akhirat kelak, tapi, lebih dari itu, ibadah puasa dapat membawa perubahan pada sikap dan tindakan kita, baik dalam kehidupan profesi sebagai dosen dan karyawan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maupun dalam kehidupan keluarga, sosial dan kebangsaan. Dengan ibadah puasa kita telah berlatih hidup berdisiplin, berbuka tepat di awal waktu dan sahur tepat di akhir waktu, akan sangat elok jika tradisi ini juga kita transformasikan pada kedisiplinan kerja, baik dosen maupun karyawan. Ketika puasa, kita dilatih untuk kebersamaan, dalam tradisi Islam di Indonesia, kita dibiasakan untuk melakukan buka bersama, dan tradisi ini terus berulang-ulang dilakukan, seharusnya sudah dapt menghilangkan sekat-sekat silaturahmi kita. Inilah tradisi ibadah yang dapat membawa perubahan sosial sebagai implikasi dari perubahan sikap dan tindakan individu hasil pendidikan yang melekat dalam pelaksanaan sebuah ibadah makhdhah.
Ibadah puasa disyari’atkan Allah SWT untuk meningkatkan ketakwaan, yang intinya adalah perubahan, yakni mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik menjadi lebih baik. Kebiasaan melakukan ibadah shalat di akhir waktu, diperbaiki menjadi di awal waktu, kebiasaan tidak bangun malam untuk melakukan ibadah shalat sunah dan bermuhasabah, menjadi kebiasaan bangun tengah malam, bermuhasabah melakukan introspeksi diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri kita masing-masing, kelemahan moralitas, profesi, atau sikap profesional untuk kemudian diperbaiki yang didorong oleh kekuatan jiwa dengan inner motivation motivasi yang muncul dari dalam jiwa sendiri. Dan intinya, takwa adalah perubahan pada prilaku sebagai hasil dari evaluasi mendalam yang dilakukan dengan muhasabah sendirian menghadap Allah. Itulah takwa, yang tidak sekedar memperbaiki dan meningkatkan amaliah ritualistik, tapi juga meningkatkan karya profesionalisme, yang tidak saja meningkatkan produktifitas kerja dengan peningkatan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, tapi juga perbaikan terhadap sikap dan tindakan.
Memperbaiki sikap dan tindakan menjadi bagian dari agenda peningkatan takwa jika sikap dan tindakan tersebut membawa kebaikan bagi diri sendri, orang lain, lingkungan dan pekerjaan. Dan sebaliknya, sikap dan tindakan akan merusak kualitas takwa jika akan merugikan diri sendiri, lingkungan sosial, lingkungan pekerjaan dan pekerjaan itu sendiri. Berbagai sikap yang baik bagi seorang profesional, antara lain adalah: tekun dalam bekerja, tidak pernah menunda pekerjaan, dan selalu melakukan yang terbaik untuk tugas dan fungsinya. Kedua, memiliki rasa percaya diri dalam wewenang yang dipercayakan kepadanya, berani mengambil keputusan dalam kewenangannya, dan sanggup menyelesaikan persoalan dalam wilayah kewenangannya. Ketiga, menghargai orang lain dengan tidak membedakan jenjang kepangkatan, perbedaan etnik, agama, ras dan budaya, dan tetap menghargai tim kerjanya, kendati belum mampu menyelesaikan pekerjaaan sebagaimana dipercayakan kepadanya. Keempat, berfikir kritis yakni selalu berfikir untuk mencari yang terbaik bagi pengembangan institusinya, dan selalu mencari akar permasalahan dari sebuah masalah yang muncul dalam institusinya, atau dalam unit kerjanya, dan selalu berfikir mencari solusi untuk melakukan penyelesaian dengan solusi yang membawa kemajuan. Kemudian kelima, mampu bekerjasama dengan orang lain, bukan pekerja yang ekslusif dan menyendiri, karena dengan sikap kolaboratif tersebut, setiap orang akan mampu membantu rekan sejawatnya dalam bekerja, dan saling membantu menyelesaikan tugas besar adalah ajaran al-Qur’an. Kemudian seseorang juga harus memiliki visi untuk kemajuan institusi yang dimulai dengan perbaikan pada unit kerjanya, dan terakhir harus memiliki inisiatif, yakni inisiatif untuk melakukan perubahan pada unit kerjanya. Ini semua adalah sikap yang baik, dan menjadi akhlak baik bagi setiap orang, yang harus dihasilkan dalam perubahan radikal di bulan ramadhan ini untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Di samping itu, ada beberapa tindakan yang mungkin harus kita perbaiki agar menjadi abdi negara yang profesional, yang sekaligus dapat meningkatkan kualitas ketaqwaan melalui peningkatan profesionalisme. Prilaku yang mungkin bisa kita perbaiki antara lain adalah, berdisiplin dalam kehadiran dan dalam menepati waktu kerja, kemudian kedua, meningkatkan kemampuan penggunaan teknologi, khususnya teknologi informasi untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas kita sebagai profesional. Peningkatan kemampuan penggunaan teknologi adalah bagian dari peningkatan kualitas ketaqwaan kita. Kemudian yang ketiga menjaga dan meningkatkan hubungan relationship antara satu dengan yang lain dalam satuan kerja, dan dengan relasi-relasi di luar satuan kerja kita, yang tidak saja untuk meningkatkan sinergitas antara individu dalam unit, atau sinergitas antar unit, tapi juga dalam rangka saling memberi informasi, saling membantu satu sama lain, dan juga saling mengingatkan. Kemudian yang keempat, meningkatkan kemampuan komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi tertulis. Meningkatkan keterbukaan, akuntabilitas dan skill komunikasi adalah bagian dari proses peningkatan ketaqwaan dalam profesi. Dan yang terakhir, sebagai seorang profesional harus mau mendengar, menjadi pendengar yang baik, itu lebih sulit daripada menjadi pembicara baik. Dengan demikian, mentradisikan atau mengubah tradisi menjadi seorang pendengar adalah merupakan satu tahap kita melakukan perubahan dan peningkatan prfesionalisme, dan itu adalah merupakan bagian dari peningkatan ketaqwaan.
Lebih lanjut, momentum Ibadah puasa juga menjadi kawah candradimuka bagi perbaikan moralatau akhlaq bangsa dalam dua aspek, integritas personal dan komitmen sosial. Ibadah puasa berlangsung selama 14 jam setiap haridan sangat personal. Sebab dalam ibadah ini, integritas individual pelaku ibadah puasa benar-benar dilatih, karena di sela-sela 14 jam, pasti mereka akan berhadapan dengan dua hal, sangat lapar atau sangat haus, dan memiliki peluang untuk minum atau makan tanpa seorang pun tahu, atau ada orang tahu tapi bisa beralibi sedang musafir, atau kalau perempuan bisa beralasan sedang berhalangan. Tetapi pada setiap orang pasti terjadi dialog dalam hatinya, buka dengan berbohong pada diri sendiri dan pada orang lain, atau terus berpuasa karena sedang melaksanakan perintah Allah, dan Allah tahu apa yang kita kerjakan, termasuk di ruang yang sangat gelap.Jika level ini sudah kita miliki, maka hebatlah keimanan kita, dan hebatlah bangsa, karena iman sudah mengontrol hidup kita. Di bulan ramadhan selama satu bulan penuh, kita dilatih untuk memperkuat posisi iman sebagai kekuatan kontrol terhadap diri kita, yang tidak saja mengontrol implementasi ibadah puasa, tapi juga bisa mengontrol implementasi ibadah lainnya, ibadah shalat dan ibadah zakat. Dan yang lebih penting adalah mengontrol diri kita dari perbuatan yang tidak benar, apapun jenis dan macamnya, termasuk mengontrol para pejabat birokrat muslim dari kemungkinan melakukan tindakan korupsi. Pengawasan melekat dengan memberdayakan keimanan, jauh lebih efektif daripada pengawasan atasan langsung atau pengawasan sejawat, karena iman selalu bersama kita selama 24 jam penuh.
Kemudian, keimanan juga bisa mengontrol kita dari perkataan-perkataan bohong, memfitnah, memprovokasi, semua perkataan yang direkayasa untuk memenuhi ambisi dan kepentingan, dengan mengabaikan kebenaran faktual, merupakan perbuatan yang sangat dibenci Allah. Allah menegaskan sangat sia-sia-lah saya meminta kalian menjauhi makan dan minum di siang hari, kalau masih terus mengikuti hawa nafsu sehingga harus berdusta, memprovokasi orang lain, atau memfitnah orang lain. Puasa, pada level yang kedua adalah berpuasa dari perkataan dusta, berpuasa dari memprovokasi orang lain, berpuasa dari memfitnah orang lain, berpuasa dari menggunjing orang lain, karena perkataan dusata, fitnah, provokasi merupakan bagia dari social desease, penyakit sosial yang mengganggu kesatuan, persatuan, hamonisme kehidupan sosial, yang di Indonesia merupakan sendi utama persatuan dan kesatuan di atas bingkai Bhineka Tunggal Ika. Dan sebaliknya, justru kekuatan keimanan akan mendorong orang untuk produktif, solid dalam kebersamaan, saling menghargai, respek dengan melampaui sekat-sekat agama, etnik, dan budaya, dan terus berkarya untuk meningkatkan produktifitas demi kemajuan bangsa sebagai wujud ibadah kepada Allah. Berkarya dalam bidang profesi apapun, selama diniatkan sebagai pelaksanaan perintah Allah, dilaksanakan sesuai aturan Allah dan diperutukkan demi keridhaan Allah, merupakan ibadah yang pahalanya tidak akan lebih rendah dibanding ibadah-ibadah lainnya, bahkan mungkin lebih besar.
Dalam kesempatan ramadhan ini pula, Allah mewajibkan kita untuk membayar zakat fithrah untuk “membersihkan orang yang berpuasa, dan untuk memberi makan orang miskinâ€. Bahwa komitmen sosial umat Islam benar-benar dilatih oleh Allah lewat ibadah makhdhah, dan terus di-refresh setiap tahun. Allah menyadarkan benar, bahwa pada setiap penghasilan umat Islam yang berpenghasilan, ada hak orang-orang miskin. Jika hak mereka itu dikeluarkan tidak akurat, penghitungannya kurang, atau pembagian pada mereka ada yang kurang, dan terkonsumsi oleh kita, maka Allah memerintahkan untuk dikeluarkan pada kesempatan ramadhan, agar setelah ramadhan fisik dan jiwabenar-benar bersih. Zakat fitrah adalah ibadah makhdhah, apapun adanya harus dilaksanakan sebagai sebuah ibadah. Tapi bersamaan dengan itu, melalui ibadah ini Allah melatih umat Islam agar memiliki kepedulian sosial, sebagai bentuk integritas persaudaraan, bahwa umat Islam itu adalah umat yang satu, jika ada sebahagian yang menderita, maka itu menjadi penderitaan bersama. Itulah intinya, dan Allah memulai dengan sesuatu yang ada pada wilayah kebutuhan primer, yaitu soal kebutuhan makan, minum dan lainnya.
Kepedulian sosial ini, sampai saat ini masih berada di luar kontrol pemerintah, artinya negara belum mengurus orang-orang fakir, orang-orang miskin dan juga belum mengurus masyarakat homeless, mereka masih berkeliaran dan umat Islam ditagih oleh Allah untuk berkomitmen pada mereka, yang pada akhirnya tidak sekedar memperhatikan kebutuhan biologis sebagai kebutuhan primen mereka, tapi juga kebutuhan psikologis, seperti pendidikan, training ketrampilan dan pelatihan-pelatihan yang dapat menghantarkan mereka keluar dari jeratan kemiskinannya. Jika semua ini sudah dapat dipenuhi oleh umat Islam, maka mereka benar-benar sudah menjadi apa yang diidealkan Allah sebagai orang-orang takwa. Wallahu a’lam bi al-Shawab.