Sekolah Ramah Mental: Investasi Generasi Masa Depan
Apa arti sukses bila tak diiringi kesehatan mental yang baik? Bayangkan anak-anak kita tumbuh cerdas, tapi terperangkap dalam kecemasan dan stres. Ironisnya, di tengah fokus kita pada pencapaian akademis, isu kesehatan mental kerap terabaikan, terutama di sekolah—tempat anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka. Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat aman, justru sering kali mengabaikan kebutuhan kesehatan mental siswa. Maka, kita perlu bertanya: sudahkah sekolah kita ramah terhadap kesehatan mental?
Mengapa kesehatan mental penting untuk sukses di sekolah? Kesehatan mental adalah pondasi penting untuk belajar, berinteraksi sosial, dan pencapaian diri. Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada 2022, satu dari tujuh anak di seluruh dunia mengalami gangguan mental, seperti kecemasan dan depresi.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa pada 2021, sekitar 6 persen anak-anak dan remaja menghadapi masalah kesehatan mental. Angka ini memperlihatkan kebutuhan mendesak untuk memperhatikan aspek ini di sekolah. Namun, fokus pendidikan saat ini lebih pada nilai dan prestasi akademis, membuat kesehatan mental siswa sering kali terabaikan. Kurikulum yang padat dan tekanan dari lingkungan sekolah membuat siswa rentan terhadap stres, bahkan depresi. Selain itu, ketidakseimbangan persebaran tenaga profesional kesehatan mental juga memperburuk kondisi ini.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2023, Indonesia hanya memiliki sekitar 25.000 guru bimbingan dan konseling untuk lebih dari 280.000 sekolah di seluruh negeri. Ini berarti rata-rata hanya satu guru BK untuk setiap 11 sekolah. Jangankan untuk mendukung siswa secara individu, guru BK bahkan sulit mengawasi kesehatan mental siswa secara menyeluruh. Di daerah terpencil, akses ke layanan kesehatan mental praktis tidak ada.
Inspirasi dari sekolah ramah mental di berbagai negara Di beberapa negara, sekolah-sekolah mulai mengintegrasikan pendekatan yang lebih ramah mental ke dalam kurikulum.
Misalnya, di Jepang, program kesehatan mental yang komprehensif mulai diterapkan pada 2021 di beberapa sekolah, berfokus pada keterampilan pengelolaan stres dan komunikasi interpersonal. Meski baru dimulai, hasilnya menjanjikan dengan laporan penurunan kasus bullying dan peningkatan kepuasan siswa. Namun, tantangan muncul dalam bentuk keterbatasan sumber daya dan pelatihan guru yang belum merata.
Di Australia, program "Wellbeing in Schools" mencakup aktivitas reguler seperti meditasi, refleksi diri, dan konseling kelompok. Program ini membantu siswa untuk lebih memahami dan mengelola emosi mereka. Data dari Australian Institute of Health and Welfare menunjukkan bahwa program ini berhasil menurunkan angka kecemasan siswa hingga 30 persen pada tahun 2022. Meski demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam menyeimbangkan program ini dengan tuntutan akademis.
Di Eropa, Finlandia adalah contoh negara dengan sistem pendidikan yang menekankan kesejahteraan emosional siswa. Pendekatan mereka berfokus pada hubungan positif antara guru dan siswa, di mana guru tidak hanya mengajar materi akademis, tetapi juga mendukung kebutuhan psikologis siswa. Dengan demikian, sekolah di Finlandia berhasil menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk belajar, di mana siswa merasa aman dan termotivasi.
Namun, tantangannya ada pada adaptasi pendekatan ini di negara-negara dengan budaya pendidikan yang lebih berorientasi pada hasil akademis, seperti Jerman dan Perancis. Di Amerika Serikat, pendekatan "Social-Emotional Learning" (SEL) diterapkan di banyak sekolah untuk membantu siswa mengenali dan mengelola emosi, membangun hubungan positif, serta mengambil keputusan yang sehat. Program ini telah terbukti mengurangi angka drop-out dan meningkatkan performa akademis. Namun, karena sistem pendidikan di AS dikelola secara desentralisasi, implementasi program ini tidak seragam di seluruh negara bagian, dan banyak sekolah di daerah dengan anggaran rendah kesulitan menerapkannya secara efektif.
Bagaimana sekolah ramah mental bisa diterapkan di Indonesia?
Menciptakan sekolah yang ramah mental di Indonesia memerlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pertama, diperlukan pelatihan bagi guru dan staf sekolah agar mereka memiliki pemahaman tentang pentingnya kesehatan mental. Mereka perlu dibekali kemampuan untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kesehatan mental pada siswa dan memberikan dukungan atau merujuk mereka ke tenaga profesional.
Kedua, melibatkan komunitas dalam mendukung kesehatan mental siswa juga sangat penting. Sekolah dapat mengadakan seminar atau workshop untuk orangtua agar mereka memiliki pemahaman lebih tentang pentingnya lingkungan yang mendukung kesehatan mental di rumah. Dengan demikian, anak-anak mendapatkan dukungan di sekolah dan rumah, menciptakan keseimbangan yang lebih baik. Ketiga, pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mendorong pendidikan ramah mental sebagai standar nasional.
Ini dapat mencakup pelajaran kesehatan mental dalam kurikulum, dengan mengajarkan keterampilan sosial dan emosional secara rutin. Mengalokasikan anggaran khusus untuk program kesehatan mental di sekolah dan mendukung tenaga konseling yang memadai adalah langkah penting yang perlu dilakukan. Pendidikan tidak hanya bertujuan mencetak anak-anak dengan nilai tinggi, tetapi juga generasi yang tangguh secara mental dan emosional.
Sekolah ramah mental bukan hanya cita-cita, tetapi kebutuhan mendesak. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kesehatan mental, kita membantu anak-anak Indonesia tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga empatik, resilien, dan siap menghadapi tantangan hidup. Mengubah paradigma ini tentu memerlukan waktu dan dukungan dari berbagai pihak. Namun, hasil jangka panjangnya akan sangat besar: generasi yang tidak hanya kuat secara intelektual, tetapi juga memiliki kesejahteraan mental yang baik, serta lebih siap menghadapi masa depan yang penuh dinamika dan perubahan.
(Prof. Maila Dinia Husni Rahiem M.A., Ph.D.)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com pada tanggal 12 November 2024. Baca artikel selengkapnya pada tautan berikut