Segalanya Berawal dari Niat Luhur
Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal
Innamal a’mal bi al-niyat (semua amal kebajikan ditentukan oleh niat (hadis mutawatir). Tinggi rendahnya sebuah amal di mata Tuhan ditentukan oleh ketulusan niat dan kualitas amal. Amal kita menjadi utama jika diawali dengan niat, dikerjakan secara profesional, dan diakhiri dengan tawakal.
Kata amal itu sendiri mengisyaratkan konotasi positif. Jika perbuatan itu sembrono apalagi tanpa niat, perbuatan itu sia-sia alias tidak berkah. Bahkan, diilustrasikan di dalam hadis sebagai perbuatan binatang (animal working). Sesungguhnya yang membedakan kita dengan binatang hanyalah unsur spiritualitas itu.
Jika perbuatan itu dilakukan melalui niat dan perencanaan yang matang, itulah perbuatan manusia (human working). Jika perbuatan yang dilakukan di samping dengan niat dan perencanaan matang, juga dilakukan dengan melibatkan unsur spiritualitas kita yang lebih dalam, maka sesungguhnya perbuatan itu disebut perbuatan yang berkeilahian (divine working).
Divine working inilah yang akan menghadirkan berkah dalam kehidupan kita. Jika diilustrasikan pada perbuatan suami istri yang tidak melibatkan niat dan spiritualitas, melainkan hanya nafsu semata, maka sesungguhnya yang berhubungan suami istri itu adalah binatang (animal sexuality). Akibatnya pun bisa ditebak bahwa yang lahir dari perbuatan itu adalah “anak binatang”.
Jangan melulu menyalahkan anak-anak remaja sekarang diwarnai dengan tawuran dan perkelahian karena mereka itu adalah produk animal working. Apa pun produk animal working akan berpotensi merugikan orang lain, sungguhpun menguntungkan dirinya sendiri.
Niat luhur merupakan salah satu upaya seseorang atau sekelompok orang untuk membentuk kepribadian ideal bagi diri mereka dan keturunannya. Mereka mencoba merumuskan jalan hidupnya sendiri tanpa ketergantungan kepada kedua orang tuanya. Melalui penciptaan kondisi batin yang sehat sehingga yang bersangkutan diterima secara ideal di dalam masyarakat dan bagi umat beragama tentu yang paling penting diterima oleh Tuhan Yang Mahakuasa.
Dengan manajemen kalbu, kita bisa mengetahui tingkatan karya dan pengabdian. Setiap orang menghendaki semua usahanya berhasil-berkah. Untuk berhasil-berkah, tidak ada cara lain selain menjadikan keseluruhan kerja kita melibatkan unsur spiritual. Spiritualisasi setiap usaha dan pekerjaan kita diawali dengan niat.
Niat sesungguhnya bukan diucapkan, melainkan dihayati dan diresapi sedalam-dalamnya sehingga terasa bahwa sesungguhnya usaha dan pekerjaan yang kita lakukan kita berbagi (share) dengan Tuhan. Keunggulan yang kita miliki ialah kekuatan niat. Kita tidak boleh lupa bahwa diri kita sebagai manusia berduplikasi dengan unsur mineral (jasadiyyah), tumbuh-tumbuhan (nabatiyyah), dan hewan (hayawaniyyah). Kita berada setingkat di atas binatang karena unsur spiritual (ruhiyyah).
Penyingkiran dunia spiritual di dalam perilaku manusia tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga akan merugikan orang lain, bahkan juga lebih parah akan dialami alam raya. Despiritualisasi dan dehumanisasi setiap dunia usaha, sebagaimana yang menggejala di dalam masyarakat, sudah sangat memprihatinkan.
Ada kecenderungan semua paradigma cenderung didominasi oleh unsur kebinatangan kita. Pertimbangan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan keagamaan sudah tergerus oleh nilai-nilai pragmatisme. Segalanya diukur berdasarkan untung-rugi, bukan lagi wajar atau tidak wajar, baik atau tidak baik, benar atau salah.
Akal-budi atau akhlaqul karimah tidak lagi aktif di dalam masyarakat. Bahkan, banyak orang yang tega berpesta dan membangun istana di atas puing-puing kehancuran saudaranya sendiri. Jika pola kehidupan sudah seperti itu dan tidak ada usaha untuk mengatasinya, itu pertanda "lampu kuning" bagi dunia kemanusiaan kita.
Jika demikian adanya, alam raya pun enggan menerima kehadiran kita sebagai khalifahnya. Bahkan sebaliknya, ia akan menunjukkan pembangkangannya dengan berbagai cara. Di antaranya dengan anomali cuaca yang sulit diprediksi, bencana alam merajalela, gunung-gunung batuk berjamaah, dan virus asing bermunculan di mana-mana.
Jika hal-hal seperti itu muncul maka mungkin itulah yang disebut Nabi sebagai tanda-tanda kecil ('alama al-shugra) hari kiamat akan tiba. Na’udzu billah min dzalik.
Sumber: Taushiah Republika, 02 April 2022. (sam/mf)