Saling Memberi Hadiah

Saling Memberi Hadiah

oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saling memberi hadiah dalam bahasa agama, seperti ditulis Syaikh Nawawi Banten dalam al-Futuhat al-Madaniyah, adalah al-Tahadi. Al-Tahadi itu sendiri dilegitimasi oleh sabda Nabi SAW, “Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari”. Mengutip Syaikh Nawawi Banten, saling memberi hadiah itu mengandung tiga bukti. Pertama, bukti menebarkan kasih sayang kepada sesama muslim. Kedua, bukti saling memuliakan di antara sesama. Ketiga, bukti usaha memenuhi kebutuhan sesama saudara. Karena itu hadiah yang diberikan harus berupa yang dibutuhkan. Namun tidak harus yang mahal. Misalnya, kendati hanya sekadar makanan yang diperbanyak kuahnya. Nabi SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, bila engkau memasak makanan berkuah maka perbanyaklah air/kuahnya dan berikanlah kepada tetanggamu.” (HR. Muslim). “Jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan bersedekah sebelah kurma” (HR. Bukhari). Nabi SAW mengajarkan, “Wahai para wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing” (HR. Bukhari-Muslim). Jadi jelaslah, “Siapa saja yang mengerjakan kebaikan kendati seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya” (QS. al-Zalzalah/99:7). Menerima hadiah tentu sangat membahagiakan orang yang memberikannya. Karena itu, Nabi SAW melarang menolak hadiah, “Hadirilah undangan dan jangan tolak hadiah” (HR.Ahmad). Sebab menurut Aisyah, “Rasulullah SAW biasa menerima hadiah dan biasa pula membalasnya” (HR. Bukhari). Di dalam hadits Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud terekam cerita tentang Nabi SAW yang dihadiahi masakan daging kambing oleh seorang wanita Yahudi. Nabi SAW berbaik sangka bahkan mengajak para sahabat untuk menikmatinya. Padahal tanpa Nabi SAW ketahui, daging kambing itu sudah dibubuhi racun. Nabi SAW baru tahu dan terasa setelah mencicipinya. Secara fisik, ada warna merah pada mulut beliau. Ternyata wanita Yahudi itu memang bermaksud membunuh Nabi SAW. Karena kasih sayang Allah, Nabi SAW masih bisa selamat. Para sahabat bermaksud membunuh wanita itu, tetapi beliau melarang. Alasannya, Nabi SAW perlu melakukan tabayun. Akhirnya, Nabi SAW mendatangi wanita Yahudi itu dan menanyai apa motivasinya. Dengan enteng wanita itu menjawab, “Kambing yang telah aku bubuhi racun itu tidak akan membahayakanmu, kalau kamu benar-benar seorang nabi”. Namun sayang sahabat Bisyr Ibnu al-Barra meninggal karena terlanjur memakan daging kambing beracun tadi.

Terhadap yang menimpa diri beliau, Nabi SAW memaafkan wanita itu. Namun terhadap apa yang menimpa sahabat Bisyr diserahkan kepada keluarganya. Karena keluarga Bisyr tidak menerima perbuatan wanita itu, sebagai hakim yang adil, akhirnya Nabi SAW menjatuhkan hukuman mati kepadanya.*(sam/mf)