Saatnya Perguruan Tinggi Menjadi “Corporate University”
PADA 3-6 September 2019 lalu para rektor perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) se-Indonesia berkumpul di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, guna mengikuti Training of Trainer (ToT) Tujuan Nasional Integritas yang difasilitasi oleh tim fasilitator energik. Acara ToT diikuti oleh 50 rektor PTKIN (UIN dan IAIN), 3 rekor IAKN, dan 1 rektor IHDN.
Dalam ToT tersebut kita diajak berpikir untuk out of the box dan berlatih menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan. Materi pelatihan ToT diberikan dengan metode Rileks dan Fokus untuk menghindari “Wow Effect”.
Pelatihan juga memfokuskan pada peningkatan kemampuan Modality, Auditory, dan Utilisasi (MAU) serta Sugesti, Asosiasi, dan Imajinasi (SAI). Teknik penguatan integritas ini diarahkan pada pendekatan Modelling dan Utilisasi.
Selain itu, materi ToT juga membahas tentang pencegahan penyimpangan dan pengendalian posisi strategis di tempat kerja. Posisi strategis adalah pejabat kunci yang ditunjuk agar pengembangan bisa dilakukan. Arah pengembangan ditentukan dengan adanya visium atau pandangan ke depan capaian yang diinginkan. Visium Kementerian Agama (Kemenag) adalah Penjaga Spiritualitas Bangsa Terbaik di Dunia. Hal ini harus dipadu dengan MUSEUM yang ada di Kemenag, yakni misi Kemenag yang empat: Pendidikan agama yang moderat dan universal; kerukunan umat beragama; keluarga Indonesia bahagia; dan layanan keagamaan digital. Oleh karena iyu VISIUM di perguruan tinggi keagamaan (PTK) harus pintas dan belajar dari masa depan. Nilai yang perlu diperkuat untuk mencapai visium di antaranya adalah profesionalisme, integritas, dan religius.
Menjelang tahun 2030, di mana Indonesia dinyatakan sebagai negara maju, maka perlu ada tujuh upaya yang dikembangkan. Di dalam ToT Tunas Integritas tersebut tujuh strategi yang dikembangkan untuk menuju visium PTKIN adalah 1) Pengendali Posisi Strategis, 2) Talent Management, 3) Pengendalian Strategis Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), 4) Penyelarasan Visi dan Misi Periodik dengan Visium, 5) Penyelarasan Sistem Politik, Birokrasi, dan Swasta, 6) Combined Assurance (Pemastian Terintegrasi), dan 7) Dukungan Tunas Integritas. Ketujuh strategi ini tentu harus dilaksanakan di kampus PTK secara efektif dan tepat sasaran.
Integritas diberi sifat dalam jabatan sebagai jujur, akuntabel, berkomitmen, teladan, dan transparan. Di dalam proxy war, yang ingin dihancurkan adalah keteladanan. Oleh karena itu, perlu kemampuan yang jitu dalam hal menemukan solusi dari semua permasalahan.
Dalam rangka berpikir out of the box, kita perlu berinovasi dalam bentuk atau model perguruan tinggi, yakni corporate university. Hal ini dilakukan agar universitas menyatu dengan dunia industri dan bisnis.
Proyek perubahan dilakukan secara terintegrasi. Demikian pula agenda perubahan dilakukan melalui adanya visium, yakni kinerja bersama untuk meraih tujuan yang lebih tinggi.
Tak hanya itu, keunggulan juga diraih dengan mengubah value kita terhadap waktu. Nilainya adalah tepat waktu dan tidak terlambat, sehingga kinerja berubah dan prestasi pun dicapai. Ini misalnya yang terjadi di Korea Selatan, seperti produk Sony dikalahkan oleh produk Samsung. PT Pos Indonesia juga mestinya sudah mati karena tidak ada lagi surat yang dikirimkan secara fisik, melainkan telah dikalahkan oleh short message service (SMS) yang lebih praktis, cepat, efektif, dan efisein. Tapi Pos Indonesia tampaknya tetap hidup karena bertransformasi ke perusahaan yang menawarkan jasa pengiriman seperti uang dan logistik.
Oleh karena itu, saat ini penting dilakukan membangun budaya integritas. Budaya integritas akan dicapai apabila sudah dirancang oleh visium dan value, memiliki skenario integrity dashboard dan agenda perubahan, serta menyusun standar yang dilaksanakan dari kompetensi, kinerja, sertifikasi, penghargaan, dan sanksi.*