Rumor Inquisisi
Zaman kita adalah masa yang penuh rumor. Karena kemajuan teknologi komunikasi, SMS misalnya, rumor pun dengan cepat dan instan menyebar dari satu tempat ke tempat lain. Bukan tidak sering, akibat penyebaran rumor yang begitu cepat, implikasi negatif yang timbul segera pula menyebar, seperti virus yang mewabah; merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Namanya juga rumor, yang berisi kabar tidak masuk akal; yang dalam ungkapan bahasa Inggris sering disebut sebagai too good to be true (terlalu baik sebagai hal yang benar) atau sebaliknya too bad to be true (terlalu jelek sebagai hal yang benar). Meski demikian, tetap saja sering kita lihat orang yang dengan cepat terpengaruh hal-hal too good to be true atau too bad to be true. Akibatnya, mereka terjebak dalam hal-hal yang sangat merugikan, baik bagi diri pribadi maupun masyarakat.
Rumor. Saya ditanya seorang wartawan ketika berada di London awal Maret lalu tentang sebuah pernyataan seorang pejabat Inggris yang menurut saya lebih merupakan rumor. Katanya, pihak berwenang Inggris bakal melakukan inquisisi terhadap kaum Muslim di negara tersebut, seperti pernah dilakukan para penguasa Kristen Spanyol pada abad 16 setelah berhasil melakukan rekonquista, penaklukan kembali dengan mengalahkan penguasa-penguasa Muslim yang sudah lemah karena terus terlibat konflik dan perang di antara sesama mereka sendiri.
Adanya rumor seperti itu menyentakkan saya karena ia jelas too bad to be true. Dan, tak kurang anehnya, kalangan Muslim Inggris seolah mempercayai rumor itu; bukan sebaliknya, mengabaikan saja. Karena, rumor itu dari berbagai segi memang tidak masuk akal. Jika diabaikan, selesailah urusan. Tapi, pada praktiknya tidak selalu dapat dilakukan begitu, orang biasanya sudah termakan begitu rupa.
Menjawab pertanyaan tentang rumor tadi, bagi saya hampir tidak mungkin jika tidak mustahil sama sekali Pemerintah Inggris atau pemerintah negara mana pun melakukan inquisisi terhadap kaum Muslim yang sebagian besar merupakan warga negara mereka sendiri. Bahkan, cukup banyak figur Muslim yang menduduki berbagai posisi dan jabatan penting pada lembaga-lembaga publik, baik pada tingkat lokal maupun nasional. Dengan politik multikultural yang diterapkan Inggris, pada dasarnya tidak ada tempat bagi kebijakan dan tindakan politik yang berbau diskriminatif dan supresif terhadap kelompok masyarakat mana pun, termasuk umat Islam.
Lagi pula, di tengah tetap meningkatnya upaya-upaya untuk meningkatkan HAM, tidak mungkin bagi negara mana pun, termasuk Inggris, untuk melakukan tindakan-tindakan diskriminatif dan supresif, jangankan lagi inquisisi. Penguasa negara mana pun yang berani dan nekat melakukan tindakan-tindakan seperti itu pastilah menjadi sasaran kutukan internasional. Bahkan, para penguasanya bakal diseret ke Mahkamah Internasional karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Di atas semua itu, tetap saja masalahnya adalah mengapa ada saja orang yang memercayai rumor inquisisi seperti itu? Saya kira, hal ini mencerminkan adanya situasi sosial yang pada batas tertentu memang tidak kondusif, yang menyuburkan peredaran rumor-rumor yang tidak menguntungkan. Di negara-negara Barat, termasuk di Inggris, belakangan ini memang terlihat gejala meningkatnya kemunculan orang-orang atau kelompok-kelompok ultrakanan yang rasis, antiimigran, anti-Islam, sekaligus anti-Muslim. Bagi pemerintah-pemerintah negara Barat, kemunculan orang dan kelompok seperti itu dapat membahayakan masyarakat mereka yang kian multikultural. Karena itulah, misalnya, Pemerintah Inggris mencekal Geert Wilder pembuat film Fitna daripada masuk ke negara ini.
Menghadapi kemunculan orang dan kelompok ultrarasis anti-Islam sekaligus rumor seperti itu, kaum Muslim di mana pun sebaiknya tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan emosional. Justru, respons dan reaksi kaum Muslim seperti inilah yang mereka tunggu-tunggu untuk menjadi justifikasi bagi mispersepsi dan kebencian mereka terhadap Islam dan kaum Muslim.
Pada saat yang sama, kaum Muslim hendaknya terus berusaha menampilkan Islam rahmatan lil 'alamin yang tidak merupakan ancaman bagi siapa pun. Tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam, kaum Muslim seyogianya dapat lebih menerapkan prinsip "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Dengan menjalankan prinsip ini, kaum Muslim dapat melakukan interaksi sosial secara lebih luwes. Dengan demikian, hal itu dapat memiliki tingkat akseptabilitas yang kian tinggi dalam masyarakat di mana pun mereka berada.*
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Republika, 19 Maret 2009