Richard Dawkins 1

Richard Dawkins 1

Oleh: Jajang Jahroni (Ketua LP2M UIN Jakarta)

Saya kira new atheism berkembang karena dua hal. Pertama, peran agama yang destruktif dalam beberapa dekade terakhir. Kedua, peran Richard Dawkins sebagai penyeru atheisme yang flamboyant dan charming. Di berbagai debatnya Dawkins selalu tampil memikat. Ilmuwan berusia 70-tahun tersebut selalu memesona. Ia menyampaikan argumen-argumennya tentang atheism dengan convincing, clear dan eloquent. Dengan aksen Inggrisnya ia akan dengan runut menjelaskan pokok-pokok pikirannya. Diselingi joke-joke yang membuat gerrr hadirin, Dawkins menggunakan waktu yang diberikan sebaik mungkin.

Dan ketika lawan bicaranya tampil, ia akan dengan seksama memperhatikan. Menyilangkan kaki, dan bertopang dagu, ia mendengarkan sembari melihat tajam lawan bicaranya. Dengan gaya seperti itu, ceramahnya selalu ramai dikunjungi.

Saya menonton sejumlah debat Richard Dawkins, dengan John Lennox, Deepak Chopra, William Lane Craig, Mehdi Hasan. Dan seperti dalam banyak perdebatan, orang susah menentukan siapa yang menang siapa yang kalah. Tapi Dawkins selalu menang, paling tidak karena penampilannya yang flamboyant tersebut.

Ketertarikan saya pada Dawkins bukan karena ingin menjadi atheis (lol), namun lebih karena ingin tahu apa sih argumen Dawkins bahwa tuhan itu  delusi, apakah Dawkins bisa membuktikan bahwa tuhan benar-benar tidak ada. Ini menarik karena dalam al-Quran, kata atheis dan atheisme itu tidak ada. Yang ada itu kafir, mukmin, musyrik. Kafir itu bukan tidak percaya tuhan, kafir itu menolak kebenaran, atau menolak hukum tuhan. Maka menerjemahkan kafir menjadi disbelief atau unbeliever adalah keliru. Hingga akhir ceramah, saya tidak menemukan itu. Paling banter Dawkins hanya bilang bahwa faith is fake, religion is fake, science is evidence-based, science has the capacity to explain the universe while religion cannot, dst.

Dalam sebuah ceramahnya Dawkins mengatakan bahwa sebagai seorang manusia ia pun punya perasaan "kagum" "amazement" dengan universe ini. Tapi, kata dia, itu tidak perlu menjadi alasan untuk buru-buru  percaya kepada tuhan. Sains bisa menjelaskan keindahan itu. Mana keindahan itu? Pelangi? Pelangi itu indah sekali, berwarna-warni melengkung di angkasa. Biarkan sains menjelaskan. Pelangi itu tidak lain pantulan sinar matahari yang tertahan oleh gelembung-gelembung air di udara. Pantulan itulah yang menjadi pelangi! Sederhana!

Yang menarik adalah, dalam sejumlah ceramahnya Dawkins menyebut bahwa sains tidak bisa menjelaskan semuanya. Sains tidak bisa menjelaskan dari mana kehidupan ini, hendak kemana kehidupan ini. Kata Dawkins, hingga saat ini sains belum bisa menjawab, tapi mungkin suatu saat bisa. Pada tahap ini saya melihat Dawkins menjadi pribadi yang ambigu, tidak tuntas. Kalau memang mengakui sains tidak bisa menjelaskan semuanya, mengapa buru-buru menjadi atheis? Mengapa ia tidak bertahan untuk tidak buru-buru mengambil kesimpulan bahwa tuhan itu delusi (bersambung) (sam/mf)