Rektor UIN Jakarta Sambut Positif SE Menag tentang Pedoman Pengeras Suara

Rektor UIN Jakarta Sambut Positif SE Menag tentang Pedoman Pengeras Suara

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online-- Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amany Lubis MA menyambut positif diterbitkannya Surat Edaran (SE) Menteri Agama No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Hal itu diungkapkan Amany kepada BERITA UIN Online saat dimintai tanggapannya mengenai Edaran Menag tersebut di kantornya, Gedung Rektorat UIN Jakarta lt 2, Jumat (25/2/2022).

“SE Menag No 5 Tahun 2022 sebenarnya bertujuan baik. Setidaknya guna mengatur bagaimana masyarakat menggunakan pengeras suara, seperti untuk azan dan iqamat, secara tepat dan benar,” kata Amany.

Sudah merupakan kewajiban Kementerian Agama RI, lanjut Amany, untuk mengatur secara sistemik hal yang terkait pendirian dan pengelolaan rumah ibadah dari semua agama.

“Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan 9 Tahun 2006. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural,” imbuhnya.

Ditegaskannya, dalam konteks masyarakat multkultural, upaya mencegah konflik, mengelola konflik, dan mengubahnya menjadi kekuatan untuk perubahan yang positif merupakan tugas Menteri Agama. Dari sinilah muncul urgensi diterbitkannya Surat Edaran Menteri Agama No 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

“Penduduk Indonesia terdiri atas penganut yang berbeda agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konfusius,” ungkap Rektor Perempuan Pertama UIN di Indonesia itu.

Untuk itu, sambungnya, menjadi penting untuk mengindahkan prinsip multikulturalisme, toleransi, moderasi beragama, dan menjaga tradisi yang berasal dari nenek moyang setiap suku bangsa.

Ditambahkannya, keberagaman masyarakat Indonesia dituangkan dalam motto nasional “Bhinneka Tunggal Ika.” Moto tersebut, kata Amany, melambangkan segala perbedaan kultural sebagai dasar kebijakan nasional, doktrin, filosofis, ideologis, dan realitas sejak awal pembentukan bangsa dan Negara Indonesia.

Konsep kemajemukan kebudayaan, papar Amany, negara-bangsa, dan nasionalisme ini, bersendikan tiga unsur, yaitu kesadaran identitas bersama, suatu ideologi mengenai kesejarahan bersama dan rasa senasib sepenanggungan, dan adanya suatu gerakan sosial bersama demi mencapai satu tujuan bersama untuk mencapai pemajuan dan kesejahteraan.

“Jadi, Edaran tersebut sangat tepat sekali guna mengatur ekspresi keberagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk ini,” pungkas Amany. (al/ns/sam/mf)