Rektor UIN Jakarta: Deklarasi Pemilu Ramah HAM Dorong Proses Demokrasi Berkualitas
Gedung Rektorat, BERITA UIN Online— Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar MA Ph.D, mengapresiasi deklarasi Pemilu Ramah Hak Asasi Manusia (HAM) yang diinisiasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Ahad ini (11/6/2023). Deklarasi sendiri memuat empat pesan penting yang diharapkan bisa menciptakan proses Pemilu 2024 yang ramah HAM.
Rektor Asep Jahar menilai inisiatif deklarasi Pemilu Ramah HAM merupakan langkah maju dalam menciptakan proses demokrasi berkualitas di tanah air melalui penyelenggaraan Pemilu yang bersih, jujur, adil, dan bebas diskriminasi. Menurutnya, Pemilu sendiri merupakan mekanisme politik pada sebuah negara demokrasi dimana masyarakat yang berdaulat dilibatkan di dalamnya.
"Karena itu, kami menilai inisiatif deklarasi Pemilu Ramah HAM yang digagas Komnas HAM dan didukung para penyelenggara Pemilu merupakan langkah maju dalam melahirkan proses demokrasi berkualitas di tanah air," tandasnya.
Rektor Asep Jahar menegaskan proses pemilu bisa melahirkan demokrasi yang berkualitas jika sejumlah prasyarat terpenuhi. Diantaranya, adanya kebebasan otonom yang dimiliki para peserta pemilu dalam menentukan pilihannya, proses pemilu diikuti semua kelompok masyarakat dengan peluang berpartisipasi yang sama, dan adanya independensi penyelenggara Pemilu.
"Lainnya, dan yang paling utama, Pemilu terbebas dari tindak diskriminatif sekecil apapun," tegasnya.
Lebih jauh, Rektor Asep Jahar berharap Pemilu 2024 bisa dilaksanakan dengan terminimalisirnya fitnah, hoaks, dan berbagai bentuk ujaran kebencian yang acapkali muncul dalam momen-momen politik. Selain menurunkan derajat demokrasi, aneka bentuk fitnah, hoaks, dan ujaran kebencian hanya akan menciptakan disintegrasi bangsa.
"Karena itu, kami berharap para penyelenggara Pemilu, Partai Politik, Akademisi, Tokoh Agama, dan seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menumbuhkan literasi media dan literasi politik di kalangan masyarakat guna menghindarkan mereka dari potensi persebaran fitnah, hoaks, dan berbagai ujaran kebencian yang mengancam integrasi bangsa," imbaunya.
Diketahui, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) seperti dilansir dari sejumlah media massa mendeklarasikan Pemilu Ramah HAM di Jakarta, Ahad (11/6/2023). Deklarasi sendiri dihadiri para pimpinan penyelenggara Pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI), perwakilan peserta pemilu, pemerintah, dan organisasi sosial keagamaan.
Terdapat empat pernyataan yang dikandung dalam deklarasi pemilu ramah HAM tersebut. Pertama, Menjamin pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan. Kedua, Menjamin Pemilu Akses yang inklusif terhadap kelompok Marginal-Rentan.
Ketiga, Mewujudkan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 yang bebas diskriminasi, nirkekerasan dan adil. Keempat, Mewujudkan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang bebas hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian.
Deklarasi Pemilu Ramah HAM sendiri ditandatangani oleh para perwakilan penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan Pemerintah. Diantaranya, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Katua Bawaslu RI Rahmat Bagja, dan Plt Ketum PPP Mardiono, dan lainnya.
Ketua Komnas HAM Atnike Dr. Nova Sigiro M.Sc dalam deklarasi tersebut mengungkapkan, Pemilu sebagai proses demokrasi dalam sebuah negara harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah Pemilu diselenggarakan tanpa diskriminasi.
"Dalam Pemilu menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam Pemilu yang langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil atau luber jurdil. Tetapi yang tak kalah penting, Pemilu tanpa diskriminasi," tandasnya.
Atnike menambahkan, pemilu bukan sekadar instrumen legitimasi kekuasaan politik atau pemenuhan syarat formal sebuah negara demokrasi. Lebih dari itu, Pemilu merupakan jalan penting pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara sekaligus juga bagian dari hak asasi manusia mereka.
Komnas HAM menyebut kelompok marjinal rentan yang dimaksud tidak hanya meliputi kelompok masyarakat dengan disabilitas. Melainkan juga kelompok masyarakat yang rentan hak konstitusionalnya tidak terpenuhi, seperti kaum migran yang berada di luar negeri, kelompok masyarakat yang bekerja atau bersekolah di daerah rantau, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, serta jaminan tidak adanya pelibatan anak dalam kampanye Pemilu. (zm)