Rektor UI: PTN BH Harus Miliki Daya Saing Internasional
Gedung Syahida Inn, BERITA UIN Online – Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro menyatakan, perguruan tinggi negeri berstatus badan hukum (PTN BH) dituntut untuk memiliki daya saing internasional. Daya saing itu di antaranya ditentukan oleh reputasi internasional dan sumber daya manusia memadai.
“Reputasi internasional tak hanya ditentukan oleh banyaknya publikasi ilmiah tetapi juga kualitas dan inovasi dari karya-karya ilmiah yang dihasilkan,” kata Ari saat menjadi pembicara pada Rapat Kerja Pimpinan (Rakerpim) UIN Jakarta 2021 secara virtual di Gedung Syahida, Ciputat, Rabu (10/3/2021).
Secara umum, menurut Ari, setidaknya ada tiga faktor yang sangat berpengaruh dalam posisi sebagai PTN BH. Pertama, PTN BH harus memiliki keunggulan akademik yang di antaranya ditentukan oleh otoritas sains.
Dalam otoritas sains, reputasi PTN BH tak hanya diindikasikan dari banyaknya publikasi ilmiah yang dihasilkan tetapi juga peningkatan kualitas dan inovasi karya ilmiah atau menghasilkan sesuatu yang baru. Kedua harus ada inersia terhadap perubahan, dalam hal ini seluruh dosen, karyawan, dan mahasiswa harus keluar dari zona nyaman.
Faktor kedua harus memiliki daya saing tinggi. Dalam posisi ini PTN BH tidak semata ditentukan oleh publikasi tetapi juga lebih banyak oleh reputasi. Karena itu PTN BH harus dikenal oleh PT lain di luar negeri, terutama PT yang bereputasi.
“Reputasi daya saing ini di antaranya juga ditentukan oleh karya ilmiah, adanya prototipe atau harus ada tokoh, seperti profesor yang dikenal di negara lain,” katanya.
Untuk mencapai hal itu maka perlu ada strategi lain, di antaranya akselerasi sumber daya manusia. Karena untuk bisa masuk masuk ke dalam suatu lingkungan untuk dikenal di luar negeri diperlukan kemampuan konektivitas budaya, karena nanti akan bergabung dengan kelompok-kelompok ilmiah lain.
Faktor ketiga PTN BH harus memliik daya saing lulusannya dengan lulusan luar negeri. Karena lulusan tersebut akan tercatat sebagai kemampuan dari sebuah universitas untuk memperbaiki sumber daya manusia suatu negara.
Jad pilihannya, lulusan PT harus berpengaruh dan berhasil menduduki posisi kunci, seperti di perusahaan-perusahan atau menjadi seorang profesor di luar negeri.
Ari menilai, lulusan PT seharusnya bukan untuk siap pakai melainkan siap beradaptasi. Namun, saat ini masih ada kecenderungan di kalangan mahasiswa bahwa IPK tinggi berarti sebagai keunggulan.
Padahal, untuk bersaing di dunia kerja bukan ditentukan oleh IPK tinggi melainkan kemampuan beradaptasi, yakni bagaimana lulusan PT dapat bekerja dengan pihak lain atau bekerja dalam suatu tim.
“Biasanya perusahaan tidak akan tanya berapa IPK-nya, tapi apakah dapat bekerja sama dengan tim,” ujarnya. (ns)