Rektor Amany Lubis: Perempuan Itu Memimpin dengan Rasio dan Hati
Gedung Rektorat, BERITA UIN Online - Rektor UIN Jakarta Amany Lubis mengungkapkan seorang perempuan saat memimpin bukan hanya menggunakan akal rasional semata melainkan juga hati. Bahkan di tangan kaum perempuan beberapa pekerjaan dapat dilakukan sekaligus.
“Perempuan itu mampu bekerja selama 24 jam dan sudah terbiasa melakukan pekerjaan tersebut,” katanya saat menjadi pembicara pada Webinar dan Talkshow bertema “Perempuan dalam Kepemimpinan” yang digelar Komunitas Women in Engineering Indonesia bekerja sama dengan The Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) dan UIN Jakarta, Senin (22/6/2020).
Selain Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, pembicara lain diisi dari kalangan perempuan pemimpin. Mereka adalah Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Siti Rohmi Djalilah, Ketua UI Green Matric World University Rankings Riri Fitri Sari, Ketua STMK Nusa Mandiri Dwiza Riana, dan Co-Founder Multikom Global Mediatama. Webinar dipandu Nur Afny C Andryani (Dekan School of Engineering and Technology Tanri Abeng University Jakarta) dan Dewi Yanti Liliana (Ketua Program Studi Teknik Informatika Politeknik Negeri Jakarta).
“Saya sendiri dari sejak muda sudah biasa bekerja di rumah, lalu di organisasi, kemudian di kampus, dan juga kerja-kerja sosial lain. Semua itu bisa dilakukan dalam waktu 24 jam. Saya kira bapak-bapak juga bisa, tapi kita (kaum perempuan) sudah terbiasa,” tutur perempuan yang mengaku tidak pernah tidur siang sejak usia muda tersebut.
Menurut Rektor, perempuan banyak memiliki kelebihan dan kekuatan dalam memimpin. Di antaranya mampu bekerja “24 jam” tanpa lelah. Kekuatan lain, jelasnya, perempuan juga dapat menenej diri sendiri dan bisa saling menghargai sesama.
Perasaan pun bisa dimenej. Bukan hanya membagi waktu kerja yang harus patuh pada aturan, tetapi juga dapat berbagi dalam hal yang rasional dan menggunakan hati.
Kelebihan itulah yang dimiliki perempuan. Kekuatan kepemimpinan perempuan adalah juga merangkul, bersama-sama, dan menghormati siapa saja.
“Kalau saya pribadi, saya juga tidak merasa lebih tinggi dari yang lain. Saya tidak merasa seperti bos, tapi mengayomi semua. Menerima pendapat dari semua, tetapi tetap perlu ketegasan,” katanya.
Namun, tantangan terhadap kepemimpinan perempuan tetap ada. Tetap hanya manusia kuat yang mau membangun, tidak berhenti dengan adanya tantangan dan bahkan hal-hal yang melemahkan. Perempuan harus mencari dan mengubah tantangan itu menjadi peluang-peluang untuk pemberdayaan dan perbaikan.
Sebagai contoh, jelas Rektor, jika mengalami kesedihan, jangan kesedihan itu kemudian sampai berlarut lama. Perempuan harus membangkitkan semangat pada diri sendiri maupu pada lingkungan sekitar. Bekerja secara lebih produktif dan berguna bagi lingkungan.
“Kita harus ada perubahan. Tantangan harus dicari solusinya, supaya kuat menghadapi masa depan. Juga dalam menghadapi tantangan-tantangan lainnya. Karena tantangan perempuan itu datang dari berbagai sisi,” pungkasnya. (ns)