Refleksi 10 Tahun Perkembangan Ekonomi Era Jokowi

Refleksi 10 Tahun Perkembangan Ekonomi Era Jokowi

Oleh: Mohammad Nur Rianto

 

 

BEBERAPA lembaga survei merilis sebagian besar masyarakat Indonesia puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun periode kepemimpinannya. Selama dua periode, ekonomi Indonesia mengalami sejumlah perubahan dan tantangan yang signifikan. Pemerintahan Jokowi menghadapi tantangan global dan domestik, mulai dari fluktuasi harga komoditas, perang dagang, hingga pandemi COVID-19.

Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang cukup signifikan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan membangun fondasi lebih kuat bagi perekonomian nasional. Artikel ini akan mengulas perjalanan ekonomi Indonesia selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Jokowi.

 

Pencapaian ekonomi era Jokowi

Sejak awal menjabat, Jokowi menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama. Pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk membangun jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jaringan kereta api yang bertujuan memperbaiki konektivitas antarwilayah.

Dalam periode ini, proyek besar seperti Tol Trans-Jawa, Trans-Sumatera, serta pengembangan jaringan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi simbol keberhasilan dalam mengatasi masalah konektivitas yang selama ini menghambat distribusi barang dan jasa.

Selain meningkatkan aksesibilitas, proyek infrastruktur juga membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan investasi di berbagai daerah.

Keberadaan jalan tol dan pelabuhan baru membuat kawasan-kawasan terpencil lebih terhubung, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta menurunkan biaya logistik secara signifikan.

Dalam jangka panjang, infrastruktur ini diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di kancah global.

Investasi besar-besaran pada infrastruktur tidak hanya meningkatkan konektivitas, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, terutama di daerah yang sebelumnya sulit dijangkau.

Selama masa pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di kisaran 5 persen, meski sempat terdampak signifikan oleh pandemi COVID-19 pada 2020.

Pada saat itu, Indonesia mencatatkan kontraksi ekonomi sekitar -2,1 persen, lalu mampu bangkit dengan cepat pada tahun-tahun berikutnya. Kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif, termasuk stimulus ekonomi serta dukungan terhadap sektor UMKM, berhasil membantu pemulihan ekonomi.

Salah satu kebijakan penting adalah penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, yang diiringi dengan insentif pemerintah untuk sektor-sektor tertentu seperti pariwisata, manufaktur, dan digital.

Jokowi juga mendorong transformasi ekonomi digital untuk memanfaatkan potensi besar dari ekonomi digital yang diprediksi mencapai 146 miliar dollar AS pada 2025.

Di era kepemimpinan Jokowi, sektor digital berkembang pesat dan menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi. Pemerintah mengakui potensi besar ekonomi digital Indonesia, yang diproyeksikan mencapai 146 miliar dollar AS pada 2025.

Untuk mendukung pertumbuhan ini, pemerintah memperkenalkan berbagai regulasi yang lebih ramah terhadap startup dan perusahaan teknologi, serta mendorong pengembangan infrastruktur digital di seluruh negeri.

Ekosistem startup di Indonesia mengalami perkembangan pesat, dengan munculnya beberapa unicorn dan decacorn seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka.

Ekonomi digital tidak hanya tumbuh di kota-kota besar, tetapi juga merambah daerah-daerah yang belum tersentuh teknologi.

Pemerintah mendukung literasi digital dan e-commerce di kalangan UMKM melalui program-program pelatihan serta dukungan infrastruktur teknologi. Salah satu kebijakan ekonomi yang paling ambisius di era Jokowi adalah pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk menyederhanakan regulasi, memangkas birokrasi, dan mempermudah investasi di Indonesia.

Kebijakan ini mendapat berbagai reaksi, dari sambutan positif oleh pelaku usaha hingga kritik keras dari serikat pekerja yang menilai undang-undang ini mengurangi hak-hak tenaga kerja. Meski kontroversial, reformasi melalui Omnibus Law berhasil meningkatkan daya tarik Indonesia di mata investor asing.

Berbagai peraturan yang sebelumnya dianggap tumpang tindih berhasil dipangkas, sehingga proses perizinan usaha menjadi lebih efisien. Dengan lebih banyak investasi, diharapkan tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan dan peningkatan kapasitas industri dalam negeri.

Salah satu langkah signifikan lainnya adalah kebijakan hilirisasi sumber daya alam. Jokowi menekankan pentingnya mengolah bahan mentah di dalam negeri sebelum diekspor, sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Sebagai contoh, pemerintah menghentikan ekspor nikel mentah pada 2020, dengan tujuan mendorong pembangunan industri pengolahan di dalam negeri.

Kebijakan ini berhasil menarik investasi besar dari perusahaan-perusahaan asing, terutama di sektor baterai listrik, yang merupakan bagian penting dari ekosistem kendaraan listrik.

Indonesia juga berupaya memperkuat posisinya sebagai pemain utama di rantai pasok global untuk industri baterai dan kendaraan listrik, mengingat potensi cadangan mineral yang dimilikinya.

 

Tantangan bagi pemerintahan baru

Meskipun berhasil mencatatkan berbagai pencapaian, seperti pembangunan infrastruktur, penguatan sektor digital, dan peningkatan investasi, masih ada sejumlah masalah struktural yang perlu diselesaikan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Salah satu warisan terbesar dari pemerintahan Jokowi adalah pembangunan infrastruktur yang masif. Jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jaringan kereta api telah memperbaiki konektivitas dan mengurangi biaya logistik.

Namun, di balik keberhasilan tersebut, tantangan utama yang dihadapi pascapemerintahan Jokowi adalah memastikan keberlanjutan proyek-proyek infrastruktur ini. Beberapa proyek infrastruktur dibiayai melalui utang, yang menimbulkan kekhawatiran akan keberlanjutan fiskal jika proyek-proyek tersebut tidak mampu memberikan dampak ekonomi sesuai harapan.

Pemerintahan berikutnya harus memastikan bahwa infrastruktur yang telah dibangun bisa dimanfaatkan secara maksimal dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Ini mencakup perawatan fasilitas yang sudah ada serta mendorong keterlibatan sektor swasta dalam proyek infrastruktur untuk mengurangi beban keuangan negara.

Tantangan berikutnya ialah terkait dengan utang negara. Utang pemerintah Indonesia meningkat signifikan selama masa pemerintahan Jokowi, sebagian besar untuk mendanai proyek infrastruktur dan berbagai program stimulus selama pandemi COVID-19. Meski utang ini masih dalam batas aman, beban pembayaran bunga yang semakin besar bisa menjadi masalah di masa depan, terutama jika pertumbuhan ekonomi tidak cukup kuat untuk menopangnya.

Pemerintah berikutnya harus mengelola utang secara lebih bijak, dengan fokus pada peningkatan pendapatan negara melalui reformasi pajak, pengelolaan anggaran yang lebih efisien, serta pengurangan pemborosan belanja publik. Tanpa langkah-langkah ini, risiko beban utang yang berlebihan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

Ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas, seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel. Di bawah pemerintahan Jokowi, ada upaya signifikan untuk mendorong hilirisasi, dengan melarang ekspor bahan mentah tertentu agar pengolahannya dilakukan di dalam negeri.

Langkah ini menarik banyak investasi, terutama di sektor pengolahan nikel untuk industri baterai listrik. Namun, tantangan yang dihadapi pascapemerintahan Jokowi adalah memastikan keberlanjutan hilirisasi ini.

Sektor pengolahan memerlukan investasi jangka panjang dan regulasi yang konsisten agar dapat berkembang. Ketidakpastian kebijakan atau perubahan arah yang tiba-tiba bisa merusak kepercayaan investor dan menghambat pertumbuhan sektor ini.

Pemerintah berikutnya harus memastikan kebijakan hilirisasi tetap menjadi prioritas dan terus didukung dengan infrastruktur yang memadai dan tenaga kerja yang terampil.

Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat selama era Jokowi, menjadikannya salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi. Ekosistem startup di Indonesia berkembang, dengan munculnya unicorn dan decacorn yang memimpin inovasi di berbagai sektor. Namun, dengan pertumbuhan ini datang pula tantangan dalam hal regulasi dan kesiapan infrastruktur.

Pascapemerintahan Jokowi, Indonesia perlu memastikan regulasi yang adaptif dan ramah inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital tanpa menghambat kreativitas. Ini mencakup kebijakan perlindungan data, keamanan siber, serta regulasi yang mendukung perkembangan fintech dan e-commerce.

Tantangan lain adalah memastikan akses internet cepat dan terjangkau di seluruh pelosok negeri, karena kesenjangan digital masih menjadi masalah yang harus diatasi. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Hal ini menjadi salah satu penghambat utama dalam meningkatkan daya saing industri Indonesia.

Penyebabnya antara lain adalah kurangnya keterampilan tenaga kerja, kualitas pendidikan yang belum optimal, dan lemahnya link and match antara dunia pendidikan dan industri.

Meskipun telah ada peningkatan dalam hal pendidikan dan pelatihan vokasi, masih terdapat kesenjangan besar antara kebutuhan industri dan keterampilan yang dimiliki oleh angkatan kerja.

Ke depan, Indonesia perlu lebih fokus pada peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, terutama dalam bidang teknologi, manufaktur, dan layanan modern. Program pelatihan yang berorientasi pada keterampilan industri dan inovasi teknologi bisa menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan ini, sekaligus meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global.

Diversifikasi ekonomi menjadi kebutuhan mendesak bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas dan memperkuat sektor-sektor lain yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi.

Sektor pariwisata, misalnya, sempat berkembang pesat sebelum dihantam pandemi. Pemerintah pasca-Jokowi perlu menghidupkan kembali sektor ini, dengan mengembangkan destinasi-destinasi baru dan memastikan infrastruktur yang mendukung.

Selain itu, sektor ekonomi kreatif, energi terbarukan, dan teknologi hijau bisa menjadi pilar-pilar baru bagi perekonomian Indonesia di masa depan. Pengembangan sektor-sektor ini memerlukan investasi jangka panjang serta dukungan kebijakan yang berkelanjutan.

Pemerintah juga perlu mendorong lebih banyak inovasi dan kewirausahaan untuk menciptakan sumber pertumbuhan baru yang lebih dinamis. Meskipun pertumbuhan ekonomi terjaga, ketimpangan ekonomi antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah. Banyak daerah di luar Jawa yang belum sepenuhnya menikmati manfaat dari pembangunan infrastruktur dan investasi.

Pemerintah pasca-Jokowi perlu memperkuat program pembangunan daerah agar manfaat ekonomi dapat dirasakan lebih merata. Strategi ini meliputi peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, pengembangan infrastruktur lokal, serta insentif bagi investasi yang berorientasi pada pembangunan daerah.

Selain itu, mendorong pertumbuhan sektor pertanian modern dan pariwisata berbasis komunitas juga bisa membantu mengurangi ketimpangan ekonomi antarwilayah. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, isu lingkungan semakin mendapat perhatian, terutama terkait dengan ekspansi industri dan perkebunan yang menimbulkan masalah deforestasi dan kerusakan ekosistem.

Kebijakan hilirisasi juga menimbulkan tantangan baru dalam hal pengelolaan limbah industri dan keberlanjutan rantai pasok. Ke depan, pemerintah harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan.

Kebijakan ekonomi hijau, energi terbarukan, dan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab harus menjadi prioritas. Dengan mengadopsi pendekatan pembangunan berkelanjutan, Indonesia bisa menciptakan peluang baru di sektor energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan.

Selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, Indonesia berhasil mencapai sejumlah pencapaian penting di bidang ekonomi. Dari pembangunan infrastruktur yang menghubungkan berbagai wilayah, penguatan sektor digital, hingga reformasi kebijakan yang meningkatkan investasi, semuanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.

Namun, perjalanan menuju visi Indonesia Emas 2045 masih panjang dan penuh tantangan. Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat dari semua elemen bangsa, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi utama di dunia.

 

Penulis Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan peneliti CSEAS Indonesia. Artikelnya dimuat di kolom opini Kompas.com, Sabtu 19 Oktober 2024