Ramadhan dan Optimalisasi Ketaatan

Ramadhan dan Optimalisasi Ketaatan

Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Pascasarjana Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ramadhan merupakan bulan pendidikan mental spiritual dalam rangka belajar istikamah dan optimalisasi ketaatan. Shaimin dan shaimat dilatih disiplin waktu, dengan bangun tidur lebih awal untuk qiyam al-lail, berdoa, berzikir, beristighfar, membaca Alquran  hingga santap sahur. Pendisiplinan diri ini dapat membentuk budaya taat beribadah, taat berpola hidup sehat, taat berkarya, taat beramal shalih, dan sebagainya.

Pendidikan ketaatan merupakan bagian integral dari eksistensi diri manusia sendiri. “Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS adz-Dzariyat [51]:21). Menurut Wahbah az-Zuhaili, di bumi terdapat tanda-tanda nyata yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan Allah. Tanda-tanda ini berguna bagi orang-orang yang yakin dan  memiliki ilmu tentang keagungan ciptaan-Nya.

Optimalisasi ketaatan melalui habituasi ibadah selama Ramadhan bertujuan untuk reintegrasi diri manusia dengan sistem makrokosmos dan sistem syariah yang ditetapkan Allah SWT agar dapat beradaptasi dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sebab, manusia mustahil bisa hidup dan menikmati kehidupan tanpa pertolongan dan kasih sayang-Nya. Oleh karena itu, dalam shalat, Mukmin wajib membaca surat al-Fatihah dan terus mengulangi komitmen spiritualnya: “Hanya kepada-Mu kami beribadah; dan hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan” (QS al-Fatihah [1]: 5)

Dengan “paket komplit kurikulumnya”, Ramadhan sarat dengan pendidikan ketaatan multidimensi.  Selain ketaatan personal, Ramadhan mengedukasi hamba untuk memiliki ketaatan sosial melalui pembiasaan shalat subuh dan shalat lainnya secara berjamaah. Ketaatan sosial ini diwujudkan dengan membangun kesadaran kolektif  dengan menjadikan masjid sebagai pusat ibadah, pendidikan dan dakwah, sekaligus pembangunan peradaban berkemajuan. Ketaatan sosial juga dikembangkan selama Ramadhan melalui intensifikasi sedekah, ifthar jama’i (buka puasa beersama),   tadarus Alquran, membayar zakat, silaturrahim, dan sebagainya.

Optimalisasi ketaatan selama Ramadhan juga dimanifestasikan dalam ketaatan mental spiritual. Dalam berpuasa Ramadhan terintegrasi tiga kesabaran sekaligus, yaitu kesabaran dalam menaati perintah Allah, kesabaran dalam menjauhi larangan-Nya, dan kesabaran dalam menerima ketetapan-Nya yang dirasa kurang nyaman, seperti haus, lapar, lemas, dan sebagainya. Karena itu, Ramadhan merupakan sekolah kesabaran dan kejujuran (madrasah ash-shabr wa ash-shidq). Kesabaran merupakan separoh dari puasa itu sendiri, sebab tanpa sabar,  puasa menjadi tidak bermakna.

Optimalisasi ketaatan melalui latihan sabar dapat meningkatkan pengendalian diri (self control) dan pertahanan mental, seperti tidak mudah marah.  Selain itu, kecerdasan emosi yang diasah dan dibiasakan melalui disiplin waktu, disiplin beribadah, disiplin belajar, disiplin berolah raga, disiplin pola hidup sehat dan bersih, disiplin bekerja, dan sebagainya dapat membentuk karakter positif dan regulasi diri (self regulation) yang tangguh.

Oleh karena itu, hamba bertakwa senantiasa berpikir positif dan konstruktif, misalnya: jangankan melakukan korupsi yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dan melanggar hukum positif, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal di siang hari Ramadhan saja bisa dihindari. Regulasi diri pribadi itu  pada gilirannya akan membentuk kebiasaan positif: disiplin, taat hukum, mengikuti prosedur, menekuni proses dan usaha, tidak mengambil jalan pintas, tidak menghalalkan segala cara, dan sebagainya.

Optimalisasi ketaatan dalam madrasah Ramadhan akan terwujud, apabila didahului dan dibarengi dengan proses kognitif: pengenalan, pemahaman, dan pendalaman fikih puasa, ayat-ayat dan hadits-hadits tentang Ramadhan, sirah nabawiyyah terkait dengan ibadah Ramadhan, dan sebagainya. Melalui proses kognisi (edukasi), siapa pun yang menjalani ibadah Ramadhan idealnya melakukan evaluasi diri terkait dengan performa puasa tahun lalu: apa yang masih kurang ideal dan apa yang perlu ditingkatkan dalam puasa Ramadhan tahun ini?

Momentum bertemu Ramadhan pada tahun ini harus disyukuri dengan peningkatan kualitas imun, iman, ilmu, dan amal shalih. Ibadah Ramadhan tahun ini harus diniati dan dijalani dengan target, performa, dan luaran (outcome) yang lebih baik daripada puasa tahun-tahun sebelumnya. Optimalisasi ketaatan penting dijadikan agenda pemaknaan dan aktualisasi puasa Ramadhan secara totalitas. Hamba yang taat beribadah Ramadhan adalah hamba bertakwa dan beruntung, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Melalui Pendidikan optimalisasi ketaatan multidimensi, Ramadhan menjadi madrasah paling ideal untuk membentuk pribadi bertakwa. Dengan optimalisasi ketaatan, pribadi bertakwa tidak hanya merdeka dari “penjara” hawa nafsu dan  orientasi duniawi yang menipu, tetapi juga menjadi pribadi sehat lahir batin dan bermanfaat  bagi bangsa dan umat manusia.

Sumber: Hikmah Republika, Kamis, 14 April 2022. (sm/mf)