Psikologi Positif dalam Pembelajaran di Era Disrupsi (2)
Oleh Abdul Rozak
Dosen PIPS FITK UIN Jakarta dan Pengamat Pendidikan
Penerapan Psikologi Positif dalam Pembelajaran di Era Disruptif
Psikologi Positif (Positive Psychology) merupakan salah satu cabang kajian psikologi kontemporer. Psikologi positif adalah bentuk psikologi yang relatif baru. Ini menekankan pengaruh positif dalam kehidupan seseorang. Ini mungkin termasuk kekuatan karakter, emosi optimis, dan institusi yang konstruktif. Teori ini didasarkan pada keyakinan bahwa kebahagiaan berasal dari faktor emosional dan mental. Tokoh yang menemukan dan mengembangkan Psikologi Positif (Positive Psychology) yaitu Martin Seligman dan Mihaly Csikszent. Martin Seligman dipandang sebagai bapak pendiri psikologi positif. Martin Seligman lahir pada 12 Agustus 1942, di New York. Setelah lulus dalam filsafat pada tahun 1964 di Princeton, Seligman memperoleh gelar Ph.D. dalam Psikologi pada tahun 1967 di University of Pennsylvania. Pada tahun 1998 ia dinyatakan sebagai presiden American Psychological Association (APA). Salah satu kegiatan utamanya adalah mendorong psikologi positif sebagai bidang studi ilmiah. Dalam Authentic Happiness (2002), Martin Seligman dan Mihaly Csikszent menjelaskan bahwa perjalanannya menuju bidang baru dalam psikologi ini dimulai dalam sebuah studi tentang ketidakberdayaan yang dipelajari pada anjing. Martin Seligman juga sebagai pendiri Pusat Psikologi Positif di University of Pennsylvania, yang misinya adalah untuk mempromosikan penelitian, pelatihan, pendidikan, dan penyebaran Psikologi Positif, ketahanan dan ketabahan.
Martin Seligman adalah seorang penulis buku dimana ada sekitar 20 buku self-help dan lebih dari 250 artikel tentang ilmu pengetahuan mengenai apa yang membuat hidup layak untuk dijalani. Beberapa topik karyanya antara lain:
- Anak Optimis (Houghton Mifflin, 1995)
- Psikologi Abnormal (Norton, 1982, 1988, 1995, dengan David Rosenhan)
- Kebahagiaan Otentik (Pers Bebas, 2002)
- Berkembang (Free Press, 2011)
- Optimisme yang Dipelajari (Knopf, 1991)
- Apa yang Dapat Anda Ubah dan Apa yang Tidak Dapat Anda Ubah (2007).
Menurut Martin Seligman, Psikologi Positif (Positive Psychology) adalah "studi ilmiah tentang fungsi manusia yang positif dan berkembang pada berbagai tingkatan yang mencakup dimensi kehidupan biologis, pribadi, relasional, institusional, budaya, dan global." Selain itu dinyatakan juga bahwa Psikologi Positif (Positive Psychology) merupakan studi ilmiah tentang kekuatan dan kebajikan manusia atau studi tentang apa yang membentuk kehidupan yang menyenangkan, kehidupan yang terlibat, dan kehidupan yang bermakna.” Martin Seligman menemukan bahwa ketika orang merasa tidak memiliki kendali atas situasi mereka, mereka cenderung menyerah daripada berjuang untuk mendapatkan kendali. Penelitiannya tentang ketidakberdayaan dan pesimisme memiliki implikasi penting dalam pencegahan dan pengobatan depresi. Psikologi positif adalah studi tentang kondisi dan proses yang berkontribusi pada berkembangnya atau berfungsinya orang, kelompok, dan institusi secara optimal. Martin Seligman menemukan bahwa ketika orang merasa tidak memiliki kendali atas situasi mereka, mereka cenderung menyerah daripada berjuang untuk mendapatkan kendali.
Tiga topik psikologi positif yang penting adalah rasa syukur, pengampunan, dan kerendahan hati. Sepuluh temuan kunci dalam bidang psikologi positif dikemukakan, dan temuan empiris yang paling penting mengenai rasa syukur, pengampunan, dan kerendahan hati dibahas. Ketiga hal tersebut mendorong lahir dan terjaganya optimisme pada diri manusia. Optimisme dalam pandangan Martin Seligman, dapat menumbuhkan perspektif positif. Satu studi menemukan bahwa sementara sebagian besar pengusaha sukses akan menyebut diri mereka optimis, pengusaha optimis mendapatkan 30% lebih sedikit daripada rata-rata pesimis.
Orang yang optimis hidup 15% lebih lama daripada orang pesimis, menurut sebuah studi baru yang mencakup ribuan orang dalam 3 dekade. Studi terbaru menunjukkan bahwa optimisme 50% diwarisi dari gen kita, 40% ditentukan oleh diri kita sendiri dan cara kita memutuskan untuk menjalani hidup dan 10% oleh orang lain (yaitu lingkungan tempat kita berkembang). Tidak seperti optimis, pesimis (takut yang terburuk) cenderung lari ke dokter saat mereka mengalami gejala kesehatan yang buruk. Menjadi optimis didefinisikan sebagai tindakan mengharapkan hasil terbaik dari situasi apa pun.
Optimisme umumnya dianggap sebagai sifat positif. Kita cenderung menganggap optimisme sebagai hal yang baik. Oleh karena itu, menjaga pola pikir positif sering didorong dan dilihat sebagai cara menjalani kehidupan yang bahagia. Optimisme adalah prediktor ketahanan. Dengan kata lain, orang yang optimis cenderung lebih mudah bangkit kembali setelah mengalami peristiwa negatif. Kedua, orang yang optimis telah terbukti mampu menunda kepuasan, mungkin karena mereka percaya pada imbalan jangka panjang. Optimisme tidak hanya terkait dengan kesehatan mental yang lebih baik, tetapi juga dengan kesehatan fisik. Orang yang positif hidup lebih lama dan lebih sehat. Ini terjadi karena percaya pada hasil positif mengurangi stres dan kecemasan, yang keduanya berhubungan dengan sistem kekebalan dan kesehatan mentalnya.
Implementasi Teori Martin Seligman dalam Pembelajaran
Martin Seligman mengemukakan teorinya yang dinamakan Teori Kesejahteraan PERMA (P = Positive Emotion (Emosi Positif); 2). E = Engagement (Keterlibatan); R = Relationships (Hubungan); M = Meaning (Makna); A = Acchomplisment atau Achievement (Pencapaian) yang merupakan lima blok bangunan sebagai landasan yang memungkinkan terjadinya perkembangan positif pada manusia. Ketidakberdayaan yang dipelajari, kegagalan untuk melarikan diri dari keterkejutan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa permusuhan yang tidak terkendali, telah ditemukan sebagai faktor penyebab ketidakbahagiaan. Teori Martin Seligman ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di era disrupsi dalam rangka membangun kebahagiaan, keberdayaan dan optimisme peserta didik dalam menghadapi proses belajar maupun dalam menghadapi lingkungan yang berubah secara disruptif akibat dari kemajuan teknologi. Beikut langkah penerapan teori Martin Seligman sebagai berikut:
a. Positive Emotion (Emosi Positif)
Membangun emosi positif dalam diri peserta didik menjadi hal sangat penting dikondisikan oleh pendidik agar suasana pembelajaran menjadi sesuatu yang nyaman dan menyenagkan untuk dikuti. Positive Emotion (Emosi Positif) merupakan rute menuju kesejahteraan melalui upaya peningkatan emosi positif. Dalam batas tertentu, kita dapat meningkatkan emosi positif kita tentang masa lalu (misalnya, dengan menumbuhkan rasa syukur dan pengampunan), emosi positif kita tentang masa kini (misalnya, dengan menikmati kesenangan fisik dan perhatian penuh) dan emosi positif kita tentang masa depan (misalnya, dengan membangun harapan dan optimisme). Rute ini dibatasi oleh seberapa banyak seseorang dapat mengalami emosi positif. Dengan kata lain, afektivitas positif sebagian diturunkan dan cenderung berfluktuasi dalam kisaran tertentu. Banyak orang, berdasarkan wataknya, rendah dalam mengalami emosi positif. Konsepsi tradisional tentang kebahagiaan cenderung berfokus pada emosi positif, sehingga dapat membebaskan untuk mengetahui bahwa ada rute lain menuju kesejahteraan.
b. Engagement (Keterlibatan)
Membangun keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran menjadi hal yang sangat penting. Keterlibatan adalah pengalaman di mana seseorang sepenuhnya mengerahkan keterampilan, kekuatan, dan perhatian mereka untuk tugas yang menantang. Menurut Mihaly Csikszentmihalyi, faktor keterlibatan ini menghasilkan pengalaman yang disebut "aliran" yang sangat memuaskan sehingga orang bersedia melakukannya untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk apa yang akan mereka dapatkan darinya. Aktivitas itu adalah hadiahnya sendiri. Arus gerak dialami ketika keterampilan seseorang cukup untuk aktivitas yang menantang, dalam mengejar tujuan yang jelas, dengan umpan balik langsung tentang kemajuan menuju tujuan. Dalam aktivitas seperti itu, konsentrasi sepenuhnya terserap pada saat itu, kesadaran diri menghilang, dan persepsi waktu terdistorsi dalam retrospeksi, misalnya, waktu berhenti. Arus gerak dapat dialami dalam berbagai macam aktivitas, misalnya percakapan yang baik, tugas kerja, memainkan alat musik, membaca buku, menulis, membuat perabotan, memperbaiki sepeda, berkebun, pelatihan atau pertunjukan olahraga, dan lain-lain. sedikit.
c. Relationships (Hubungan)
Membangun pola relasi interaktif persuasive dalam pembelajaran menjadi bagian penting yang membantu kelancaran proses pembelajaran. Hubungan positif sangat penting untuk mencapai kesejahteraan. Pengalaman yang berkontribusi pada kesejahteraan sering diperkuat melalui hubungan antar sesama, misalnya, kegembiraan yang luar biasa, makna, tawa, perasaan memiliki, dan kebanggaan dalam pencapaian. Hubungan dengan orang lain dapat memberikan tujuan dan makna hidup. Dukungan dari dan koneksi dengan orang lain adalah salah satu penangkal terbaik untuk "kejatuhan" kehidupan dan cara yang dapat diandalkan untuk merasa naik. Penelitian menunjukkan bahwa melakukan tindakan kebaikan untuk orang lain menghasilkan peningkatan kesejahteraan. Dari perspektif evolusi, kita adalah makhluk sosial karena dorongan untuk terhubung dan melayani orang lain mendorong kelangsungan hidup kita. Mengembangkan hubungan yang kuat sangat penting untuk adaptasi dan dimungkinkan oleh kapasitas kita untuk cinta, kasih sayang, kebaikan, empati, kerja tim, kerja sama, pengorbanan diri, dll.
d. Meaning (Makna)
Meaning (Makna) merupakan langkah untuk membangun rasa makna dan tujuan yang dapat diturunkan dari memiliki dan melayani akan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Proses pembelajaran harus mampu membuat peserta didik mengerti akan makna pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya dari proses pembelajaran. Ada berbagai institusi sosial yang memungkinkan rasa makna, seperti agama, keluarga, ilmu pengetahuan, politik, organisasi kerja, keadilan, dan komunitas. Setiap individu dalam perjalanan hidupnya dapat memberikan makna atau manfaat bagi manusia lain merupakan cara yang dapat mendatangkan kebahagiaan pada dirinya. Dengan memberikan makna berarti keberadaan dan kehadiran diri individu tersebut dalam sistem sosial sebagai orientasi yang menjadi cita-cita dan idealitas seseorang terutama dalam artikulasi dimensi eksistensialisnya.
e. Acchomplisment atau Achievement (Pencapaian)
Acchomplisment atau Achievement (Pencapaian) merupakan langkah yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik yang mengejar prestasi, kompetensi, kesuksesan, dan penguasaan untuk kepentingannya sendiri, dalam berbagai domain, termasuk tempat kerja, olahraga, permainan, hobi, dll. Orang mengejar prestasi bahkan ketika itu tidak selalu mengarah pada emosi positif, artinya, atau hubungan. Sebaliknya sikap pesimis. “Ciri khas orang pesimis adalah mereka cenderung percaya bahwa kejadian buruk akan berlangsung lama, akan merusak semua yang mereka lakukan, dan merupakan kesalahan mereka sendiri. Orang-orang optimis, yang dihadapkan dengan pukulan keras yang sama di dunia ini, berpikir tentang kemalangan dengan cara yang berlawanan. Mereka cenderung percaya bahwa kekalahan hanyalah kemunduran atau tantangan sementara, bahwa penyebabnya hanya terbatas pada satu kasus ini.” Karya Martin Seligman yang paling terkenal adalah penelitiannya tentang teori ketidakberdayaan yang dipelajari.
Penutup
Pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan pendidik (guru/dosen) dengan menerapkan pendekatan dan model PERMA dimaksudkan untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik mendapatkan kebahagiaan dan mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat. Pendidikan-pewmbelajaran harus memiliki porsi yang lebih dalam pembentukan karakter, hard skil dan soft skill peserta didik yang relevan untuk menjaga kemerosotan moral bangsa Indonesia serta mampu menemukan solusi yang terbaik dan membantu dalam penyelesaian masalah.
Martin Seligman merupakan tokoh bahkan bapak psikologi positif yang telah berkontribusi besar dalam membangun daya optimistik dan keberdayayaan pada manusia sebagai dasar dalam mencapai kebahagiaan. Martin Seligman mendefinisikan bahwa "kebahagiaan" bukanlah tujuan akhir, dan mungkin juga bukan yang paling bisa dicapai. Lebih lanjut Martin Seligman menawarkan penelitian ke dalam tiga bentuk kehidupan bahagia yang dia klaim dapat dicapai oleh semua manusia: kehidupan yang menyenangkan, kehidupan pertunangan, atau kehidupan yang bermakna. Dalam Authentic Happiness or Flourish ditegaskan terkait dengan cara yang memungkinkan untuk mengubah makna hidup dan kehidupan atau minimal membuat manusia mempertimbangkan nilai apa yang diinginkan di pusat pencapaian kehidupan. (sam)
*Abdul Rozak adalah dosen PIPS FITK UIN Jakarta dan pengamat pendidikan