Prof. Burhanuddin Muhtadi Mengungkap Fenomena Politik Uang dalam Penelitian Votes For Sale Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi
Ciputat, Berita UIN Online- Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.Ag., Ph.D merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dirinya dilantik menjadi guru besar pada November 2023 dengan menyelesaikan penelitian bertajuk “Votes For Sale Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi”.
Penelitian ini bertujuan mengungkap seberapa banyak politik uang yang terjadi di Indonesia dan seberapa berpengaruh politik uang dalam mempengaruhi politik. Selain itu, penelitian ini juga menguji sejauh mana pemilih partisan imun terhadap godaan politik uang, dan sejauh mana kelembagaan partai dan sistem pemilu kita mendorong meluasnya praktik jual beli suara.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa salah satu jenis manipulasi elektoral yang banyak terjadi di negara-negara demokrasi baru adalah praktik jual beli suara. Ironisnya, alih-alih mengurangi praktik transaksional ini, fase transisi dari rezim otoriter ke demokrasi di Indonesia justru mendorong proliferasi politik uang. Banyak lembaga demokrasi yang masih lemah sehingga mendorong upaya strategi klientelisme.
Dalam penelitian ini menggarisbawahi politik uang adalah usaha terakhir dalam mempengaruhi keputusan pemilih dalam memberikan suara di pemilu, yang dilakukan sebelum pemungutan suara, dengan cara memberikan uang tunai, barang, atau imbalan material lainnya kepada pemilih.
Metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak politik uang digunakan di Indonesia adalah survei representatif dan metode eksperimen. Semua pengukuran yang dirinya pakai dalam survei pasca-pemilu 2014 dan 2019 memakai standar internasional, sehingga bisa dibandingkan dengan negara-negara lain.
Berdasarkan riset yang dilakukannya, sekitar 33% atau 62 juta dari total 187 juta pemilih yang masuk dalam data pemilihan tetap pada 2014 terlibat dalam politik uang. Begitupun di tahun 2019, total responden survei yang menjawab “sangat sering, sering, dan jarang” mencapai 33,1%, sama persis dengan temuan di tahun 2014.
Dalam hal ini, pemilih yang menjadi simpatisan merupakan target utama politik uang dan jumlahnya mencapai 15% dari total pemilih, sedangkan 85% lainnya adalah swing voters. Survei juga menunjukkan bahwa operator politik uang berasal dari semua partai.
Strategi pembelian suara hanya mempengaruhi pilihan 10% pemilih dimana jumlah tersebut lebih dari cukup banyak bagi kandidat untuk memenangkan pemilihan umum (Pemilu). Rata-rata margin kemenangan untuk mengalahkan rival dalam Pemilu hanya 1,6%. Jadi, (10%) bisa membuat perbedaan calon yang menang dan yang kalah.
Sedikitnya sepertiga pemilih atau satu dari tiga pemilih di Indonesia mengaku pernah ditarget langsung oleh politik uang pada pemilu 2014 dan 2019. Proporsi ini membuat Indonesia berada di urutan ketiga negara dengan tingkat politik uang paling tinggi di dunia.
Terakhir, dalam penelitiannya, prof. Burhan menjelaskan perlu adanya evaluasi menyeluruh sistem Pemilu dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup. Untuk mengurangi praktik klientelistik dan mendorong politik programatik, Indonesia perlu beralih ke kompetisi elektoral berbasis partai, sehingga mengurangi penggunaan pembelian suara untuk mendapatkan personal votes.
Penelitian prof. Burhanudin Muhtadi yang berjudul Votes For Sale Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi dapat diakses melalui tautan berikut
Sedangkan, orasi ilmiah, prof Burhanuddin saat meraih gelar Guru Besar Ilmu Politik FISIP di UIN Jakarta bisa ditonton melalui tautan di bawah ini
https://youtu.be/wnmWNw9VaiQ?si=F8JE-1nw0uGngcA-
(Muhammad Naufal Waliyyuddin/Fauziah M./Raihan Lail)