Prinsip Ekuilibrium
Oleh: Syamsul Yakin Dosen KPI Magister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setidaknya ada dua ayat yang Allah SWT titahkan agar kita memegang teguh prinsip ekuilibrium atau keseimbangan. Pertama, pada saat kita berdoa. Allah SWT mengajarkan agar kita meminta tidak hanya dunia, tapi juga akhirat.
Allah SWT berfirman, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS. al-Baqarah/2: 201).
Menurut pengarang Tafsir Jalalain yang dimaksud "Kebahagian di dunia" adalah nikmat hidup di dunia. Sementara yang dimaksud dengan "Kebaikan hidup di akhirat" adalah surga.
Secara sosio-hisoris, sepenggal doa sapu jagat ini dimohonkan oleh orang-orang beriman seusai melaksanakan ibadah haji. Secara tekstual dan konstekstual doa ini bermisi kehidupan kini di sini yang penuh nikmat dan nanti di surga yang penuh bahagia.
Jadi, kaum muslim itu visioner karena memegang teguh prinsip ekuilibrium kehidupan, baik dunia apalagi akhirat. Berbeda dengan orang-orang musyrik yang hanya meminta dunia, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia" (QS. al-Baqarah/2: 200). Mereka memang akan mendapat dunia yang diminta, tapi tidak mendapat apa-apa di akhirat.
Kedua, pada saat kita berusaha lalu memperoleh harta dunia. Allah SWT mengajarkan potensi dunia tersebut didayagunakan untuk akhirat.
Allah SWT menegaskan, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi" (QS. al-Qashash/28 :77).
Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat" adalah gunakanlah harta dan nikmat yang berlimpah sebagai karunia Allah kepadamu tersebut untuk investasi. Caranya dengan taat kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya. Tujuannya agar memperoleh pahala dunia dan akhirat.
Sedangkan penggalan ayat, "Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi", menurut Ibnu Katsir kita dipersilakan untuk makan, minum berpakaian, memiliki rumah, dan menikah.
Bagi Ibnu Katsir hal ini penting, karena setiap manusia minimal memiliki tiga kewajiban agar kehidupan tetap berlangsung. Pertama, kewajiban kepada Allah SWT. Kedua, kewajiban kepada diri sendiri. Ketiga, kewajiban kepada orang lain. (sam)