PPM Gelar Lokakarya Pengurusan HAKI

PPM Gelar Lokakarya Pengurusan HAKI

Gedung Rektor, BERITA UIN Online – Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Pengurusan Paten dan Hak Kekayaan Intelektual bagi Dosen UIN Jakarta” secara virtual, Rabu (8/9/2021). Kegiatan ini bertujuan memacu dosen dalam membuat dan mengajukan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Acara ini mengundang pembicara Kepala Subdirektorat Permohonan dan Publikasi, Junarlis, dan Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerja Sama, Lily Surayya Eka Putri.

Menurut Junarlis, paten adalah pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi. Dalam memperoleh hak paten, lanjutnya, ada enam tahapan yang harus dilewati dan perlu setidaknya enam bulan untuk menyelesaikan hak paten.

“Ada prosedur yang perlu dilalui, di antaranya pemeriksaan administrasi, pengumuman, pemeriksaan substantif, melakukan banding apabila paten ditolak, sertifikasi, dan pemeliharaan paten,” katanya.

Junarlis mengatakan, sekarang biaya hak paten jauh lebih murah dan prosesnya lebih cepat. Biaya permohonan hak paten bagi kelompok usaha menengah dan mikro (UKM), perseroan terbatas (PT), serta peneltian dan pengembangan (litbang) sebesar Rp 350.000. Sedangkan untuk umum sebesar Rp 1.250 ribu, dengan biaya substantif dikenakan beban sebesar Rp 3 juta.

Untuk biaya permohonan hak paten sederhana jauh lebih murah, yakni untuk UKM, PT, dan litbang sebesar Rp200.000, sementara untuk umum sebesar Rp 800. 000 dengan biaya substantif Rp 500. 000.

Junarlis mengapresiasi adanya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) dan Sentra Kekayaan Intelektual  UIN Jakarta. Ia mengimbau agar memanfaatkan kedua lembaga tersebut sebaik-baiknya.

“Silakan manfaatkan untuk membantu pengurusan HAKI,” ujarnya.

Lily Suraya mengatakan, UIN Jakarta siap mendukung dan memberikan bantuan biaya untuk para dosen yang ingin mengajukan hak paten. Hak paten bisa dilakukan oleh semua fakultas, tetapi perlu kolaborasi antarfakultas.

“Hak paten sesuai untuk semua fakultas. Tapi ini perlu kolaborasi, karena paten ini khusus, harus ada teknologinya. Jadi, fakultas lain bisa menyumbang ide, sementara soal alat bisa bekerja sama dengan fakultas lain yang konsen ke arah produk, seperti Fakultas Sains dan Teknologi (FST),” ungkap Guru Besar FST itu.

Lily berharap, ke depan akademisi UIN Jakarta banyak memiliki HAKI atas hasil penelitiannya. Jika banya karya yang dipatenkan, hal itu bisa membawa nama baik kampus. (NS/Johan)