Politisi Nurul Arifin: Partisipasi Perempuan di Ruang Publik Masih Rendah

Politisi Nurul Arifin: Partisipasi Perempuan di Ruang Publik Masih Rendah

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin mengatakan tingkat partisipasi perempuan di ruang publik hingga kini belum menggembirakan. Angka partisipasinya masih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.

Hal itu diungkapkan Nurul saat menjadi pembicara pada Webinar Nasional bertajuk “Kartini Masa Kini, Citra Perempuan dalam Lintasan Media” melalui kanal Zoom, Rabu (21/4/2021).

Selain Nurul Arifin, Webinar yang digelar Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta itu juga menghadirkan narasumber Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah. Webinar dipandu Koordinator Gender PSGA Iin Kendedes.

Menurut Nurul, secara statistik jumlah penduduk perempuan di Indonesia sebenarnya cukup besar. Namun, tidak serta merta jumlah penduduk yang besar itu memberikan banyak kesempatan bagi perempuan untuk maju dan memperoleh kehidupan yang layak.

Contohnya di dunia ketenagakerjaan, dari 129,4 juta penduduk Indonesia yang bekerja, sebanyak 40,2 persen di antaranya adalah pekerja perempuan. Sementara rata-rata upah atau gaji bersih yang diterima perempuan hanya 77,4 persen dari yang diterima oleh laki-laki.

Meskipun jumlah perempuan yang bekerja sudah cukup seimbang dengan laki-laki, namun perempuan mendapatkan upah masih cenderung lebih rendah dari laki-laki.

Ketimpangan juga terjadi bagi perempuan yang bekerja di korporasi, terutama dalam hal kesempatan memperoleh jabatan.

“Ketimpangan persentase jumlah pekerja perempuan terhadap laki-laki semakin jauh ketika jabatan dalam pekerjaan semakin tinggi,” katanya.

Hal yang sama juga terjadi di dunia politik. Menurut politisi Partai Golkar itu, tingkat partisipasi perempuan statistiknya juga belum menunjukkan angka menggembirakan.

Hal itu misalnya dapat dilihat dari komposisi Anggota DPR RI periode 2019-2024 yang angkanya masih rendah. Nurul menyebut dari 575 Anggota DPR RI, sebanyak 118 orang (20,52 persen) diisi oleh kaum perempuan.

“Jadi, meskipun persentase masyarakat perempuan di Indonesia mencapai 49,42 persen, namun representasinya di dunia politik masih lebih rendah bila dibandingkan laki-laki,” jelasnya.

Istri seorang jurnalis Mayong Suryo Laksono itu lebih jauh menjelaskan bahwa sejak dulu perempuan dihadapkan dengan tekanan dan ekspektasi sosial, seperti menikah, berpakaian, dan berbicara. Perempuan Indonesia mendapat diskriminasi sosial secara struktural, namun pemerintah terus berupaya untuk memperbaikinya melalui berbagai peraturan perundangan.

Ada banyak peraturan dan payung hukum yang sebenarnya lebih melindungi perempuan dari diskriminasi perempuan. Di antaranya UUD 1945 Pasal 28 huruf I nomor (2), UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.

Hanya saja, menurut Nurul, meskipun prinsip kesetaraan gender dan anti-diskriminasi termaktub dalam sejumlah dokumen negara, namun ternyata belum cukup kuat mendorong masyarakat dalam memprioritaskan pemberdayaan gender.

“Oleh karena itu diperlukan peran serta masyarakat untuk tetap mendorong dan melaksanakan kebijakan serta program pembangunan pemerintah sehingga terimplementasi secara adil dan responsif gender,” katanya. (ns)