Pertegas Gender Mainstreaming di Perguruan Tinggi Islam: PSGA Luncurkan Akademi Gender

Pertegas Gender Mainstreaming di Perguruan Tinggi Islam: PSGA Luncurkan Akademi Gender

Syahida Inn, BERITA UIN ONLINE - Pusat Studi Gender Anak (PSGA) UIN Jakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) selama tiga hari yang dimulai dari tanggal 4 hingga 6 Juni 2024. FGD ini mengundang beberapa narasumber ternama yang membahas seputar kesetaraan gender, patriarki, hingga pemberdayaan perempuan.

Ketua LP2M, Prof. Amelia Fauzia, Ph. D, mewakili Rektor UIN Jakarta memberi selamat dan mengapresiasi tugas PSGA yang berperan sebagai backbone gender mainstreaming di lingkungan kampus. Adanya PSGA ini menjadi contoh untuk kampus lain bahwa Islam tidak merendahkan kaum perempuan, justru menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan.

“Di dunia internasional Islam masih dianggap tidak friendly dengan kesetaraan gender, dengan adanya PSGA di UIN Jakarta kita dapat menunjukkan kalau kita sebaliknya dan sekaligus menjadi contoh untuk PTKIN yang lain,” ujarnya.

Penyelenggaraan FGD ini dibarengi dengan launching-nya akademi gender yang merupakan program kerja baru dari PSGA. Akademi gender sendiri nantinya akan rutin menggelar kelas khusus bertema gender yang bertujuan untuk meningkatkan edukasi dan pemahaman untuk sivitas akademik UIN Jakarta.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, Prof. Dzuriyatun Toyibah, menanggapi isu gender di UIN Jakarta yang masih condong ke arah patriarki atau kental dengan pemikiran konservatif. Para pegiat progresif kerap tergeser oleh pemikiran konservatif yang masih mendominasi di lingkungan kampus, Ia mengatakan bahwa agama tidak boleh dijadikan alasan atau dasar pemikiran konservatif terus berlanjut.

“Di UIN Jakarta isu kesetaraan gender sifatnya masih stagnan, tidak ada perubahan yang cukup signifikan di sini pemikiran konservatif dan moderat masih sama-sama mendominasi dan beriringan sehingga agak sulit untuk mengubah pemikiran patriarki untuk menjadi moderat. Agama tidak boleh menjadi dasar atau alasan pemikiran konservatif terus mendominasi. Ini juga menjadi PR kita gimana caranya yang progresif bisa jadi mainstream atau mendominasi setidaknya 90%. UIN Jakarta harus lebih proaktif dalam menciptakan pemikiran progresif lebih mendominan,” ujarnya.

Salah satu aktivis kesetaraan gender sekaligus penulis buku, Kalis Mardiasih, turut serta menjadi narasumber dalam FGD kali ini. Salah satu tema yang dibahas Kalis ialah kehidupan perempuan di Indonesia yang masih belum sepenuhnya menerapkan kesetaraan gender.

“Kalau ilustrasi kehidupan perempuan di Indonesia itu ada kesenjangan kehidupan, seperti di Pulau Jawa mayoritas anak perempuannya bisa bebas melanjutkan studi ke perguruan tinggi tanpa ada tuntutan atau hambatan dari keluarga, sedangkan di daerah pedalaman luar Pulau Jawa kaum perempuan tidak bisa melanjutkan sekolah dan bahkan tidak memiliki hak untuk menolak ketika orang tua mereka sudah mendapatkan jodoh untuk dia,” ungkap Kalis.

(Nadia Nur Fadilah/Fauziah M./Noeni Indah S.)