PERLUNYA PEDAGOGI DIGITAL KRITIS DALAM PEMBELAJARAN DI ERA BARU (1)
Oleh
Abdul Rozak
Dosen Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pemerhati Pendidikan dan Tim Pengembang Pendidikan Profesi Guru (PPG)“There is no such thing as a neutral educational process.” (Tidak ada yang namanya proses pendidikan yang netral.” (Paulo Freire, dalam Pedagogy of the Oppressed)
Pengantar
Abad 21 merupakan era baru dalam kehidupan manusia. Pada era baru ini terdapat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan signifikan yaitu hadirnya teknologi digital dalam dunia informasi dan komunikasi. Juga hadirnya teknologi transportasi yang semakin canggih sehingga memudahkan interkasi antar warga dunia yang semakin cepat. Era baru merupakan masa dimana di dalamnya terdapat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini telah mencapai era revolusi industri 4.0 yang dalam waktu tidak lama akan digantikan dengan era revolusi industri 5.0.
Konsep revolusi industri 5.0 merupakan kelanjutan dari era revolusi industri 4.0 konsep yang secara fundamental dapat mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain. Pada era 5.0, industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana, dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT). Industri 5.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel, mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia, mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi. Salah satu karakteristik unik dari industri 5.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Selain itu era baru juga melahirkan tatanan sosial baru yang dinamakan dengan Society 5.0 Era (Era Masyarakat 5.0). Konsep Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep yang ada sebelumnya. Dalam Society 5.0 memberikan tempat pada manusia sebagai komponen utamanya dimana manusia harus mampu menciptakan nilai baru dalam tatanan kehidupan baru di era digital melalui perkembangan teknologi digital yang dapat meminimalisir dampak negative kemajuan teknologi dan adanya kesenjangan pada jati diri manusia dengan perkembangan teknologi dan masalah ekonomi dikemudian hari.
Konsep Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep yang ada sebelumnya. ... Dalam Society 5.0 dimana komponen utamanya adalah manusia yang mampu menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi dikemudian hari. Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi.
Era society 5.0 disebut juga dengan sebutan era super smart society yang diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019 sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0 yang menyebabkan adanya perubahan disruptif, ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA). Kondisi invasi teknologi tersebut dikhawatirkan dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang dipertahankan selama ini, redupnya eksistensi atau jati diri manusia dan adanya dehumanisasi pada diri manusia. Untuk menghadapi era society 5.0 ini institusi pendidikan mendesak melakukan perubahan paradigma pendidikan dan pembelajaran. Diantaranya pendidik meminimalkan peran sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya kreativitas peserta didik, pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik untuk “Merdeka Belajar, Berdaya dan Mandiri.”
Selain merdeka belajar, memberdayakan dan memandirikan peserta didik, diperlukan juga adanya perubahan manajemen dan tata kelola dari semua unsur yang terklibat dalam penyelenggaraan pendidikan serta stakeholders pendidikan, baik pemerintah, pemerintah daerah, swasta (dunia industri dan dunia usaha), pimpinan perguruan tinggi, kepala sekolah/madrasah, guru/dosen dan masyarakat. Dalam menghadapi era Society 5.0 ada dua hal yang harus dilakukan yaitu adaptasi dan penguatan kompetensi. Beradaptasi dengan Society 5.0, menuiscayakan perlunya mengetahui perkembangan hadirnya generasi baru (generasi Z dan generasi Alpha) dan kemajuan teknologi digital dalam transformasi peradaban manusia. Selain hal tersebut tenaga pendidik juga harus memiliki kecakapan abad 21dan kemampuan lain seperti kemampuan leadership, digital literacy, communication, entrepreneurship, dan problem solving.
Berkembangnya era revolusi industri 5.0 tentunya berdampak dalam dunia pendidikan. Era revolusi industri 5.0 telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan yang dibuat bukan hanya cara mengajar, namun yang terpenting adalah perubahan dalam perspektif konsep pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum untuk saat ini dan masa depan harus melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik, keterampilan hidup, kemampuan untuk hidup bersama (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif. Mengembangkan soft skill dan transversal skill, serta keterampilan tidak terlihat yang berguna dalam banyak situasi kerja seperti keterampilan interpersonal, hidup bersama, kemampuan menjadi warga negara yang berpikiran global, serta literasi media dan informasi.
Untuk memastikan kurikulum berjalan secara optimal, guru/dosen dalam era baru ini harus memiliki kompetensi yaitu educational competence, competence for technological commercialization, competence in globalization, competence in future strategies serta counselor competence. Guru/dosen juga perlu memiliki sikap yang bersahabat dengan kemajuan teknologi, kolaboratif, kreatif dan siap mengambil risiko, memiliki kapasitas dalam memecahkan masalah, memiliki selera humor yang baik dan produktif, serta mengajar secara menyeluruh (teaching holistic) terkait semua ketercapaian pembelajaran dan memfasilitasi hadrnya growth mindset peserta didik. Dengan demikian diperlukan pedagogi baru yaitu Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy).
Pembelajaran dalam Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) tetap menempatkan peserta didik sebagai pusat simpul pembelajaran (student-centered learning), kolaborasi pembelajaran (collaborative learning), membangun kemandirian, menumbyuhkan belajar sepanjang hayat serta mengintegrasikan dengan kehidupan masyarakat sebagai learning expereiental merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru/dosen dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di era baru yang mampu mengarahkan dan membentuk karakter peserta didik. Cara-cara seperti (1) flipped classroom, (2) mengintegrasikan media sosial, (3) Khan Academy, (4) project-based learning, (5) moodle, dan (6) schoology, ataupun yang berbasis teknologi lainnya dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran tersebut sehingga peserta didik dekat dengan teknologi dan dapat turut serta mempelajari dan mengimbangi revolusi industri 5.0 pada bidang teknologi. Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik di era society 5.0 seperti yang telah dijelaskan diatas diantaranya Internet of Things pada dunia pendidikan (IoT), Virtual/Augmented Reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) yang bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan oleh tenaga pelajar dan peserta didik tentunya.
Apa itu Pedagogi Digital Kritis sebagai Pedagogi Baru dalam Dunia Pendidikan
Kemajuan teknologi yang ada saat ini tengah memasuki episode 4.o (era revolusi industri 4.0) dengan perangkat teknologi serba digital. Era ini menghadirkan Internet of Thing (IoT), Cloud Computing, Artificial Intellegence dan Mobile Phone sebagai perangkat yang sangat penting dalam menopang kehidupan manusia. Kemajuan teknologi digital telah menggeser dan menggantikan banyak pekerjaan manusia dengan pemanfaatan Artificial Intellegence dan teknologi robotik. Bahkan sebagian ahli telah memprediksi akan hadirnya teknologi era teknologi episode 5.0 (revolusi industri 5.0) sebagai kelanjutan dari episode 4.o (era revolusi industri 4.0). Dengan demikian pada era ini segala aktivitas manusia banyak bergantung pada perangkat digital termasuk dalam dunia pendidikan.
Memasuki era serba digital ini dalam dunia pendidikan, pertanyaan yang muncul ke permukaan adalah apakah pedagogik lama masih tetap bisa digunakan dan masihkah relevan ? jawaban terhadap pertanyaan tersebut secara tegas bahwa pedagogi lama jelas tidak lagi bisa diterapkan dan tidak relevan dengan kondisi dan dinamika serta kemajuan teknologi digital yang berjalan begitu pesat. Lalu model pedgogi seperti apa yang relevan dan sejalan dengan kontek kehidupan dan kemajuan teknologi saat ini. Terkait dengan ea digital muncull beberapa pertanyaan antara lain : apa itu agen digital terkait dengan teknologi digital ? sejauh mana media sosial dapat berfungsi sebagai ruang partisipasi demokrasi pendidikan ? bagaimana kita bisa membangun platform yang mendukung pembelajaran lintas usia, ras, budaya, jenis kelamin, kemampuan, geografi? apa saja keterjangkauan dan keterbatasan teknologi untuk mencapai tujuan ini? Jika, memang, semua pembelajaran harus model hibrida, sejauh mana pedagogi digital kritis dapat diperankan dan difungsikan ?
Salah satu jawabannya dari sejumlah pertanyaan di atas adalah dengan menggunakan model pedagogi digital kritis dalam kegiatan pembelajaran untuk era digital . Sejauh mana pedagogi digital kritis diterjemahkan ke dalam ruang digital, dapatkah terjadinya dialog reflektif dalam alat berbasis web, dalam platform media sosial, dalam sistem manajemen pembelajaran, dalam sumber belajar terbuka melalui MOOCs, atau Massive Open Online Courses sebagai sumber dalam pembelajaran/perkuliahan daring yang menawarkan akses sumber belajar secara terbuka melalui pemanfatan internet secara gratis atau dengan biaya murah.
Daslam dunia teknologi digital saat ini, web semakin mendapatkan tempat signifikan dalam kehidupan dan aktivitas manusia antara lain web telah menjadi ruang politik, ruang edukasi, ruang ekonomi, ruang sosial, ruang profesional, dan ruang komunitas. Bagi banyak orang, menjadi semakin sulit untuk membedakan antara diri kita yang sebenarnya dan diri virtual kita, dan pada kenyataannya, perbedaan ini sama sekali tidak jelas. Dalam “The New Learning is Ancient”, Kathi Inman Berens menulis, “Tidak masalah bagi saya jika ruang kelas saya berbentuk persegi panjang kecil di dalam gedung atau persegi kecil di atas keyboard saya. Pintu berbentuk persegi panjang; persegi panjang adalah portal. Kami berjalan melalui web.” Ketika kita belajar online, kaki kita biasanya masih benar-benar menginjak tanah. Ketika kita berinteraksi dengan sekelompok siswa melalui video streaming, interaksinya tetap tatap muka. Web meminta kita untuk membayangkan kembali bagaimana kita berpikir tentang ruang, bagaimana dan di mana kita terlibat, dan di platform mana sebagian besar pembelajaran kita terjadi.
Dalam Small Pieces Loosely Joined: a Unified Theory of the Web, David Weinberger menulis, "kami adalah 'potongan kecil' keb yang sebenarnya, dan kami secara longgar menggabungkan diri dengan cara yang masih kami ciptakan." Sepuluh tahun yang lalu, setelah penerbitan buku Weinberger, saya tidak akan membayangkan jaringan pembelajaran yang sekarang saya bangun dengan rekan kerja yang bekerja bersama (kadang-kadang secara bersamaan dalam waktu nyata) di tempat-tempat yang tampaknya terpencil seperti Portland, Madison, Manchester, Pulau Pangeran Edward , Sydney, Kairo, dan Hong Kong. Namun, bukan berarti tidak ada tantangan untuk pekerjaan semacam ini. Dalam On Critical Pedagogy, Henry Giroux berpendapat : “Intelektual memiliki tanggung jawab untuk menganalisis bagaimana bahasa, informasi, dan makna bekerja untuk mengatur, melegitimasi, dan mengedarkan nilai-nilai, struktur realitas, dan menawarkan gagasan tertentu tentang agensi dan identitas. Untuk intelektual publik, tantangan terakhir menuntut jenis literasi baru dan pemahaman kritis sehubungan dengan munculnya media baru dan teknologi elektronik, dan peran baru begitu kuat yang mereka mainkan sebagai instrumen pedagogi publik”.
Singkatnya, Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) merupakan pedagogi yang memusatkan praktiknya pada komunitas dan kolaborasi; tetap terbuka terhadap perkembangan informasi yang beragam, cara-cara komunikasi dan kolaborasi melintasi batas-batas budaya dan politik; tidak dapat didefinisikan oleh satu suara tetapi harus mengumpulkan banyak suara atau pandangan. Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) menuntut lingkungan dan ekosistem pendidikan terbuka dan berjejaring tidak boleh hanya menjadi gudang konten, harus menjadi platform untuk melibatkan siswa dan guru sebagai agen pembelajaran mereka sendiri yang memberdayakan dan mencerahkan.
Pete Rorabaugh menulis dalam “Occupy the Digital: Critical Pedagogy and New Media”: bahwa Pedagogi Digital Kritis, memiliki tempat sentral dalam diskusi tentang bagaimana pembelajaran berubah di abad ke-21 terutama berkaitan dengan distribusi kekuasaan, kemampuan dan kesempatan yang adil. Jika siswa hidup dalam budaya yang mendigitalkan dan mendidik mereka melalui layar, mereka memerlukan pendidikan yang memberdayakan di bidang itu, mengajari mereka bahasa itu, dan menawarkan peluang baru konektivitas manusia. Jadi, Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) juga harus menjadi metode humanisasi. Ini bukan hanya pekerjaan yang dilakukan dalam pikiran, di atas kertas, atau di layar. Ini adalah pekerjaan yang harus dilakukan di lapangan. Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) sebagaimana dikemukakan oleh Lucy Lunevich dari School of Engineering, RMIT University, Melbourne, Australia, adalah disiplin pedagogi yang berusaha untuk mempelajari dan menggunakan teknologi digital kontemporer dalam pembelajaran, meskipun ini mungkin tidak selalu mempertimbangkan semua gaya belajar dan persyaratan pelajar untuk berkembang dengan baik. Pedagogi digital kritis dapat diterapkan secara offline learning, online learning dan hybrid learnning serta dalam lingkungan belajar lainnya.
===============
Abdul Rozak : Dosen Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pemerhati Pendidikan dan Tim Pengembang Pendidikan Profesi Guru (PPG). Nomor Kontak : 081289986677/email : abd.rozak@uinjkt.ac.id
(sam/mf)