Peringati Hari Kesehatan Mental Sedunia, Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Jakarta Dorong Gen-Z Hadapi Masalah Kesehatan Mental Untuk Upaya Menuju Indonesia Emas 2045
Jakarta, Berita UIN Online - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun 2024 Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi, Psikolog., mengajak seluruh masyarakat untuk semakin peduli terhadap kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda, khususnya gen Z dalam wawancara yang dilakukan pada (10/10/2024).
Menurut Prof. Rena, sehat mental adalah kondisi di mana seseorang memiliki ketenangan batin dan pikiran yang stabil, serta mampu mengelola tekanan hidup dengan baik. Lebih dari itu, Prof. Rena menjelaskan kesehatan mental juga ketika seseorang dapat mengenali potensi dirinya. Ciri lainnya dari sehat mental adalah produktivitas. "Orang yang sehat mental mampu menjalani harinya dengan baik, menyelesaikan tugas-tugas yang direncanakan, dan mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan," ujar Prof. Rena.
Prof. Rena melihat adanya peningkatan kesadaran terkait kesehatan mental di kalangan remaja dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan kesadaran ini juga diiringi dengan meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan, terutama terkait pengaruh media sosial. “Mungkin, ini karena dengan meningkatnya awareness akan isu-isu kesehatan mental, jadi semakin banyak remaja yang melaporkan masalah yang mereka hadapi," ungkapnya.
Kesehatan Mental Menentukan Produktivitas: Indonesia Emas atau Indonesia Cemas
Menurut Prof. Rena, Kalimat Indonesia Cemas merupakan sebuah peringatan menuju bonus demografi jika masalah kesehatan mental yang muncul di kalangan remaja, seperti perubahan perilaku yang mengindikasikan gangguan kesehatan jiwa tidak segera diintervensi. “Ini sebagai bentuk alertness agar masyarakat lebih sadar dan peka terhadap isu-isu kesehatan mental,” ujarnya.
Menanggapi terkait masalah kesehatan mental remaja dalam mencapai Indonesia Emas 2045, Prof. Rena menegaskan bahwa isu kesehatan mental sangat krusial dan perlu dipersiapkan dalam menuju puncak bonus demografi 2045. "Indonesia Emas akan tercapai jika kondisi kesehatan mental di Indonesia baik, karena mental yang sehat mendorong produktivitas. Indonesia bisa mencapai kesejahteraan jika sumber daya manusia kita produktif," jelas Prof. Rena. “Sebaliknya, jika banyak remaja mengalami masalah mental seperti penurunan nilai, konsentrasi, dan kemampuan mengingat, maka akan sulit tercapainya Indonesia Emas,” tambahnya.
Selain itu, Prof. Rena juga mengatakan bahwa perubahan perilaku pada remaja lebih mudah diupayakan untuk menciptakan generasi yang produktif dibandingkan saat individu sudah dewasa. Oleh karena itu, penting bagi berbagai pemangku kepentingan atau stakeholder termasuk pemerintah, pendidik, keluarga, dan masyarakat, untuk mempersiapkan memaksimalkan potensi mereka ke arah produktivitas.
Gen Z: Kenali Tanda Awal Masalah Kesehatan Mental, Tapi Hindari Self-Diagnosis
Gen Z yang merupakan generasi digital native, mereka semakin sadar akan isu kesehatan mental namun tak jarang seringkali melakukan self-diagnosis. Dalam menanggapi permasalahan ini, Prof Rena menjelaskan self-diagnosis sangat tidak disarankan karena informasi yang ditemukan di internet sering kali tidak lengkap. “Self-diagnosis yang salah justru dapat berisiko menciptakan persepsi negatif tentang diri sendiri, yang malah bisa merusak konsep diri dan kesehatan mental seseorang,” tegasnya.
Untuk itu Prof. Rena, menyarankan untuk mencari bantuan profesional jika merasakan satu gejala tertentu yang tidak biasa. Adapun tanda awal untuk mengidentifikasi masalah kesehatan mental dimulai dari awareness diri sendiri. Menurutnya, perubahan kebiasaan yang berbeda dari biasanya bisa menjadi sinyal adanya gangguan kesehatan mental. Perubahan tersebut mencakup gangguan pikiran seperti terjadinya penurunan konsentrasi, gangguan perasaan yang ditandai dengan perubahan mood, gangguan tidur ditandai dengan tidur lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya, gangguan makan, hingga gangguan perilaku seperti malas mandi dan kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari. “Tanda ini perlu diwaspadai jika terjadi secara konsisten selama lebih dari tujuh hari berturut-turut,” ungkap Prof, Rena.
Pentingnya Kesadaran dan Dukungan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Mental
Prof. Rena menjelaskan dalam menangani masalah kesehatan mental, terutama di kalangan Gen Z, peran utama tidak hanya terletak pada individu itu sendiri, tetapi juga melibatkan berbagai pihak baik secara mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, keluarga atau caregiver memainkan peran yang sangat penting. Namun, peran keluarga akan lebih maksimal jika didukung oleh sistem makro, seperti masyarakat sekitar, lingkungan sekolah, dan para pendidik. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab melalui kebijakan yang mendukung kesehatan mental, termasuk dalam kurikulum pendidikan. Semua pihak harus bekerja sama untuk membangun awareness terhadap kesehatan mental dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kesadaran dari lingkungan sekitar. Teman-teman sebaya dan masyarakat luas perlu lebih peka terhadap tanda-tanda masalah kesehatan mental pada orang di sekitarnya. Hal itu bisa sangat membantu bagi remaja atau mahasiswa yang butuh pendampingan. Karena terkadang remaja enggan untuk mencari bantuan lantaran khawatir akan di judge. Jika tidak ada orang terdekat yang dapat dipercayai, akses konseling online menjadi alternatif untuk mereduce perasaan atau keinginan untuk menyakiti diri sendiri. “Pentingnya untuk berani berbicara atau seeking help, karena setiap individu memiliki keterbatasan dan tidak bisa menghadapi semuanya sendirian,” tegasnya.
Sebagai penutup, pada momen International world mental health day 2024 ini Prof. Rena berharap agar masyarakat terutama remaja, dapat meningkatkan wawasan mereka mengenai kesehatan mental. Ia menjelaskan bahwa dalam ilmu psikologi, perilaku dapat diubah pada tahapan knowledge, sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, semakin mudah untuk merubah sikap dan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
"Jangan patah semangat, tetap jalani hidup, dan jangan pernah merasa sendiri. Upayakan hal-hal yang bisa membuat kalian merasa release dan bahagia," pungkas Prof. Rena untuk Gen- Z sebagai pesan penutup.
Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi.
(Shely Nurloka/Fauziah M./Raihan Lail Ramadhan/Foto: PIH)