Pengajar Islam UIN Jakarta Perlu Aktif Manfaatkan Media Sosial
Ciputat, BERITA UIN Online— Para pengajar Islam, dosen-peneliti, UIN Jakarta diharap mulai aktif memanfaatkan media sosial dalam menyampaikan kajian keislaman yang lebih utuh. Publik saat ini dinilai membutuhkan kajian keislaman dari para pengajar keislaman yang otoritatif. Dan, media sosial jadi sarana penyampaian kajian keislaman yang efektif.
Demikian disampaikan Lektor Kepala Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta Dr. Iding Rosyidin saat menjadi narasumber dalam Webinar Nasional Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta bertajuk ‘Ekspresi Kontemporer Islam di Indonesia’, Rabu (8/7/2020). “Kepada para rekan dosen yang memiliki kemampuan, ayolah mulailah tampil (memanfaatkan media sosial, red.),” ajaknya.
Iding menuturkan, perkembangan media memungkinkan tampilnya kajian keislaman oleh banyak individu. Berbagai platform media sosial seperti Youtube, Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya menjadi sarana efektif dalam penyampaian kajian-kajian keislaman tersebut.
Di sisi lain, sambungnya, media sosial juga sudah menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia. Ini ditopang koneksi internet yang diperkirakan telah mencapai 60 persen dari total populasi nasional.
Di saat yang sama, imbuhnya, publik dalam beberapa waktu terakhir mengalami peningkatan semangat belajar agama. Kajian keislaman yang ditampilkan melalui koneksi internet terutama media sosial menjadi pilihan cepat.
Masalahnya, kajian keislaman tersebut tidak jarang disampaikan sejumlah individu yang tidak memiliki cukup bekal keilmuan keislaman memadai. Kondisi ini dikuatirkan menimbulkan pemahaman keislaman masyarakat yang cenderung dangkal dan kering.
Ekspresi Keislaman Makin Beragam
Di sisi lain, ekspresi keislaman masyarakat juga dinilai semakin beragam seiring berbagai dinamika yang mereka temui. “Realitas sosial yang mereka temui melahirkan keragaman demikian. Di situasi Covid 19 ini saja, kita bisa melihat banyaknya ragam pendapat tentang boleh tidaknya pelaksanaan shalat Jumat,” Pengajar Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta Dr. JM Muslimin.
Pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta Dr. Tantan Hermansyah menilai, keragaman ekspresi merupakan konsekuensi yang tak bisa ditolak. Selain perbedaan tafsir ajaran keagamaan, hakikat eksistensi sosial kemasyarakatan sendiri tidak lepas dari kompetisi.
“Realitas sosial mempengaruhi bagaimana Islam dimaknai. Tentu akan ada perbedaan ekspesi hari ini dengan ekspresi di masa lalu,” katanya.
Pengajar UIN Sultana Maulana Hasanuddin Banten Dr Yanwar Pribadi mengakui keragaman ekspresi Islam di tanah air. Bahkan keragaman demikian bisa terlihat bagaimana pemaknaan Islam di kalangan masyarakat perkotaan dan perdesaan.
Sementara Iding menilai, keragaman juga makin terbuka seiring makin massifnya perkembangan media. Jika sebelumnya media hanya media konvensional, belakangan muncul media sosial yang memungkinkan siapa pun dapat mengakses dan memproduksi konten.
Akses demikian memunculkan kesempatan bagi siapa pun untuk mengekspresikan banyak hal, termasuk keislaman. Pada ekspresi keislaman ini, jelasnya, ragam ekspresi juga ditandai dengan pergeseran otoritas keilmuan keagamaan dari semula tokoh agama dengan penguasaan keilmuan tertentu tergantikan oleh mesin pencari dan tokoh yang tidak cukup otoritatif keilmuan keislamannya. (zm)