Penerapan Teknologi Digilitasi Pelayanan Publik Strategis di Masa Pandemi

Penerapan Teknologi Digilitasi Pelayanan Publik Strategis di Masa Pandemi

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) telah mengeluaran kebijakan tentang penyesuaian sistem kerja bagi para aparatur sipil negara (ASN) pada masa Tatanan Normal Baru. Hal yang sama juga dilakukan di saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19 di wilayah Jawa-Bali.

Kebijakan pada masa Tatanan Normal Baru di antaranya dengan mengatur sistem kerja secara fleksibel dari rumah (work from home/WFH) dan dari kantor (work from office/WFO). Sementara pada masa PPKM Darurat, sistem kerja diatur 100 persen dari rumah untuk di luar sektor kritikal dan esensial.

“Namun, sektor kritikal seperti di bidang kesehatan, penanganan bencana, dan energi harus 100 persen bekerja dari kantor. Sedangkan di sektor esensial seperti keuangan dan perbankan, teknologi informasi dan komunikasi, serta pasar modal harus menerapkan 50 persen bekerja di kantor dan 50 persen di rumah,” kata Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemen PAN dan RB Diah Natalisa pada Webinar yang digelar UIN Jakarta bertajuk “Standar Pelayanan Publik Prima di Perguruan Tinggi pada Mada Pandemi”, Jumat (9/7/2021).

Webinar dibuka Rektor UIN Jakarta Amany Lubis dan dihadiri para wakil rektor, para dekan, para kepala biro, para kepala pusat/lembaga, serta seluruh tenaga kependidikan.

Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut, menurut Diah, pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi menjadi strategis. Hampir semua layanan administrasi di pemerintahan menggunakan sistem aplikasi berbasis elektronik.

“Sekarang ini, penggunaan aplikasi komunikasi digital seperti konferensi video dan email serta media sosial seperti WA dan Youtube banyak digunakan untuk kepentingan rapat dan sebagainya,” ujarnya.

Konsekuensi lain dalam penerapan teknologi informasi harus tersedia “ruang kerja bersama” dalam bentuk sistem jaringan yang lebih fleksibilitas. Ditambah sarana pendukung seperti komputer, tata ruang kerja, dan ruang rapat.

Menurut Diah, sistem kerja secara fleksibilitas serta penggunan digitalisasi dan teknologi komunikasi seperti itu menjadi kebijakan yang harus diterapkan. Hal itu bertujuan agar pelayanan publik di masa pandemi Covid-19 tetap berjalan dan tidak terganggu.

“Kebijakan tersebut sesuai dengan standar dan prinsip-prinsip pelayanan publik yang menjad acuan dalam pelayanan prima,” katanya.

Diah lebih jauh menerangkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan. Selain itu juga menjadi acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

Tujuan pelayanan publik, menurut Diah, untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas, dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara, sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Dalam standar pelayanan publik tersebut ada beberapa prinsip yang harus diterapkan, di antaranya kesederhanaan (mudah dipahami dan mudah dilaksanakan), keadilan (berlaku untuk semua masyarakat), transparansi (mudah diakses oleh masyarakat), partisipatif (melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain), akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan), dan keberlanjutan (terus menerus dilakukan perbaikan dan berinovasi).

Diah menambahkan bahwa dalam penerapan standar pelayanan terdapat dua komponen utama, yakni service delivery dan manufacturing. Komponen pertama merupakan standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan. Sedangkan komponen kedua terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi.

Service delivery meliputi adanya persyaratan, sistem dan prosedur, waktu pelayanan, biaya, produk layanan, dan penanganan pelayanan. Komponen service delivery harus diperhatikan karena berhubungan langsung dengan pengguna layanan.

“Bahkan komponen ini juga wajib dipublikasikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Lalu komponen manufacturing, tutur Diah, meliputi dasar hukum yang digunakan, sarana dan prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, dan evaluasi kinerja pelayanan.

“Berbeda dengan komponen service delivery, komponen manufacturing tidak wajib dipublikasikan kepada masyarakat namun tetap harus dimiliki oleh setiap penyelenggara pelayanan,” katanya. (ns)