Pendidikan Berkebudayaan dan Kesadaran Keragaman Harus Terus Digaungkan

Pendidikan Berkebudayaan dan Kesadaran Keragaman Harus Terus Digaungkan

Gedung FITK, BERITA UIN Online— Pendidikan berkebudayaan dan kesadaran keragaman di kalangan anak-anak muda Indonesia harus terus digaungkan. Ini diperlukan agar masa depan Indonesia tetap diisi nalar sehat dengan penghargaan terhadap kemanusiaan.

Demikian disampaikan dua cendekiawan muda, Yudi Latif Ph.D dalam seminar bertajuk Pendidikan Berkebudayaan: Melawan Intoleransi, Perundungan, dan Kekerasan di Kalangan Muda. Seminar digelar di Gedung FITK UIN Jakarta, Rabu (21/9/2022).

Kegiatan ini diselenggarakan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FITK UIN Jakarta. Acara yang didukung Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK RI, Pusat Kajian Islam dan Kenegaraan/PSIK-Indonesia, dan Friedrich Ebert Stiftung (FES) ini dihadiri ratusan mahasiswa dan pendidik UIN Jakarta.

Dalam paparannya, Yudi menuturkan, pendidikan di Indonesia terlalu mementingkan cognitive learning dimana kecerdasan dan keberhasilan belajar diukur berdasar indeks prestasi bersifat kognitif. Sementara berbagai situasi saat ini mengharuskan pendidikan berbasis nilai guna menumbuhkan nalar sehat dan penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan.

“Pendidikan di Indonesia terlalu mementingkan cognitive learning, padahal di tengah permasalahan hari ini, kita perlu membangun konsep pendidikan yang lebih dibutuhkan, yakni pendidikan berbasis nilai,” tandasnya.

Merujuk pada perkembangan terkini, sebutnya, Indonesia sedang dan terus menuju kepada kemajuan peradaban. Namun kemajuan ini berkembang bukan tanpa celah, karena Indonesia saat ini menghadapi persoalan sosial serius turunnya nilai-nilai kebudayaan seperti intoleransi, perundungan, dan kekerasan sosial.

Di titik ini, jelasnya, pendidikan yang berkebudayaan memainkan peran pentingnya, karena di sistem pendidikan ini pendidikan tidak hanya mementingkan nalar tapi juga nilai. “Pendidikan yang berkebudayaan tidak hanya menciptakan manusia yang bisa mengembangkan penalaran yang tinggi, melainkan juga menciptakan manusia yang mampu memandang dunia, nilai, dan keyakinan dengan lebih luas,” tambahnya.

Indonesia sendiri, sambungnya, memiliki posisi optimistis dalam membangun peradabannya. Selain karena letak geografisnya yang sangat strategis, Indonesia juga human capital luar biasa baik dari jumlah maupun kualitasnya.

Terkait itu, sambungnya, pendidikan menjadi instrumen paling efektif. “Pendidikan adalah never ending proses, suatu rekayasa sosial untuk menciptakan manusia yang beradab,” tandasnya.

Dengan pendidikan demikian, sambungnya, Indonesia di masa depan diharapkan diisi oleh generasi bangsa yang memegang nilai-nilai luhur, seperti keterikatan, keterhubungan, dan keberartian secara komunal.

Menegaskan kuliah umum yang disampaikan Yudi, Direktur Eksekutif Pusat Studi Islam dan Kenegaraan/PSIK-Indonesia Dr. Sunaryo mengatakan publik Indonesia, terutama para pendidik, memiliki tanggung jawab dalam mencetak generasi bangsa yang berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan. Ia melihat, kuliah umum seperti ini diharapkan terus menggugah para pendidik untuk mengisi tanggung jawab demikian.

“Ini (kuliah umum) menjadi sangat penting, mengingat peran pendidikan khususnya calon pendidik itu sangat krusial, bagaimana bisa mengurangi  praktik-praktik yang tidak manusiawi, yaitu praktik kekerasan, perundungan, bullying, dan intoleransi.” Tambahnya.

Sementara itu, Dekan FITK UIN Jakarta Dr. Sururin menilai perkuliahan ini sangat penting dalam mengingatkan para pendidik, terutama para mahasiswa FITK yang sebagian besar berkiprah dalam dunia pendidikan. “Acara ini sangat penting, semacam pencerahan, bagi kita civitas akademika dan calon pendidik, untuk memberikan pembekalan mengenai pendidikan yang penuh rasa kasih, kasih sayang, yang akan menjadi jawaban atas berbagai kasus yang selama ini terjadi,” katanya.

Konsep pendidikan berkebudayaan dan kesadaran keberagamaan seperti disampaikan cendekiawan seperti Yudi diharapkan mampu menciptakan ruang-ruang perjumpaan sekaligus pemantik untuk terjadinya interaksi, pengikisan prasangka, melebarkan inklusivitas, dan penanaman-penanaman nilai-nilai luhur sesuai dengan cita-cita kebudayaan dalam membangun peradaban sekaligus menjawab tantangan yang kini dihadapi. (kontributor/zm)