Pembelajaran Jarak Jauh yang Kreatif Dan Efektif
Dr Fauzan MA, Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kabid Pendidikan dan Penguatan Karakter IKALUIN, dan Ketua Himpunan Pengembang Kurikulum DKI Jakarta
Istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau distance learning semakin dikenal masyarakat Indonesia seiring dengan merebaknya wabah Covid-19 di negeri ini. Secara konseptual, PJJ sendiri merupakan kegiatan pembelajaran yang memadukan antara pola pembelajaran dalam jaringan (Daring) dengan pembelajaran di luar jaringan (Luring).
Daring berarti pembelajaran interaktif yang dilakukan secara langsung dengan memanfaatkan platform digital, seperti google meet, zoom, skiype, whatshap, youtube live streeming, dan lainnya. Sementara Luring berarti pembelajaran yang dilakukan secara tidak langsung untuk memanfaatkan sumber dan media pembelajaran lainnya yang telah disiapkan guru atau lembaga pendidikan.
Dalam perspektif PJJ, perbedaan pola pembelajaran tersebut hanya terletak pada waktu pelaksanaan. Daring menuntut ketepatan dan ketersediaan waktu, sementara Luring memiliki kelonggaran waktu yang luas dan fleksible. Berbeda lagi konsep blended learning, pola pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran secara online (online learning) dengan pembelajaran tatap muka langsung (direct learning).
Terlepas dari perdebatan konsep pembelajaran tersebut, hakikat pembelajaran seharusnya sama, yakni pola interaksi peserta didik, pendidik dan sumber belajar dengan target akhir perubahan bermakna. Interaksi sendiri berarti pelibatan penuh semua subjek pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, terutama pada aktifitas inti pembelajaran.
Menurut teori Community of Inquiry (Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid, Kemendikbud, 2020), dalam interaksi pembelajaran minimal ada tiga unsur yang harus nyata ada, yaitu: kehadiran guru, kehadiran aspek sosial atau interaksi, dan ketersediaan bahan ajar sebagai konten pengikat dalam sebuah interaksi. Sudah seharusnya semua pola pembelajaran dilakukan secara interaktif yang menjadikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran.
Sebagai pola pembelajaran baru, PJJ perlu dipahami secara komprehensif, baik secara konsep maupun pengelolaan, sehingga penerapan konsep pembelajaran tersebut dapat berjalan secara efektif. Ada tiga paradigma keilmuan yang mendasari penerapan kegiatan PJJ, yaitu: pertama, student active learning; orientasi pembelajaran yang menitikberatkan pada aktifitas peserta didik.
Proses pembelajaran yang dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian peserta didik. Kedua, digital learning; satu konsep pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi digital.
Seorang guru yang memiliki komitmen dengan pembelajaran Daring tentu perlu mempertimbangkan kesiapannya dalam (1) memanfaatkan learning manajemen system (LMS) yang digunakan; (2) tepat dalam memilih media atau platform apa yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran; (3) sumber belajar online, seperti e journal, e book; dan (4) penilaian dengan memanfaatkan beberapa perangkat online untuk mengukur tingkat ketercapaian pembelajaran peserta didik.
Ketiga, collaborative learning work, kegiatan pembelajaran yang mendorong semua peserta didik berkontribusi aktif dalam aktifitas pembelajaran. Paradigma tersebut mengingatkan kita bahwa pembelajaran sejatinya tidak sekedar menyampaikan materi ajar, tetapi pola interaksi yang dapat menggerakkan skill psikomotorik peserta didik. Alhasil, pola ini menghendaki pemahaman pengetahuan peserta didik dapat diperolehnya melalui proses interaksi, refleksi, dan beragam kegiatan, bukan ketergantungan pada penjelasan seorang guru.
PJJ yang Kreatif dan Efektif
Setiap orang menghendaki apa yang dikerjakannya dapat mencapai target yang diharapkan. Dalam kegiatan PJJ, harapan dari seorang guru dan orangtua adalah tercapaianya kemampuan anak secara utuh, meliputi sikap/attitude, pengetahuan dan keterampilan.
Kemampuan yang paling sederhana dalam kegiatan PJJ antara lain (1) anak dapat fokus dan bertanggung jawab dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, (2) paham terhadap materi yang diajarkan guru, dan (3) mampu mengerjakan semua bentuk tantangan yang diberikan guru secara mandiri.
Prinsip pembelajaran jarak jauh sebagaimana tertuang dalam Pedoman Pembelajaran Jarak Jauh mengarah pada dua hal, yakni pertama, keselamatan dan kesejahteraan siswa (students well-being), kurikulum secara jarak jauh tidak menciptakan lebih banyak stres dan kecemasan bagi siswa dan keluarganya; dan kedua, realistis terhadap hasil penilaian mengenai apa yang diharapkan dari pembelajaran jauh berdasarkan perencanaan yang dibuat. (Dirjen GTK Kemendibud; 2020).
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam PJJ, yaitu pertama, rencana pembelajaran. Hakikat perencanaan untuk kedua pembelajaran, Daring dan Luring sejatinya sama. Dari penentuan tujuan, pilihan strategi, metode, media hingga evaluasi pembelajaran.
Semakin matang seorang guru merencanakan kegiatan pembelajaran, semakin baik pola kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Konten materi apa saja yang secara esensial diberikan kepada peserta didik. Memetakan Kompetensi Dasar esensial menjadi langkah awal yang harus dilakukan guru, mengingat keberadaan kurikulum yang ada terlampau padat materi dan tidak sinkron dengan ketersediaan waktu.
Pada langkah pertama ini juga, guru perlu menemukenali kondisi peserta didik, mengetahui kemampuan dan potensi awal peserta didik. Hal ini dibutuhkan untuk mempermudah menentukan langkah pembelajaran berikutnya.
Kedua, proses pembelajaran; kegiatan interaksi guru peserta didik dengan memadukan antara penggunaan strategi, metode, dan media pembelajaran secara tepat. Kesempurnaan proses ini sangat dipengaruhi oleh perencanaan dan kesiapan seorang guru.
Untuk pembelajaran Daring guru harus memilih media pembelajaran yang berbasis teknologi digital, baik dengan memanfaatkan media interaktif, seperti video cenference (sinkronus), atau dengan cara interaksi tidak langsung (asinkrounus) melalui laman diskusi yang ditentukan. Melaui kegiatan Daring peserta didik dapat memiliki kecakapan berfikir kritis (critical thinking), kemampuan memecahkan masalah secara mandiri (problem solving), dan mampu memanfaatkan teknologi sebagai tool kegiatan pembelajaran secara benar.
Sementara untuk pembelajaran Luring guru perlu menyiapkan bahan ajar, lembar kerja peserta didik, modul yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kegiatan pembelajarannya di rumah. Beberapa aktifitas pembelajaran perlu didesain sebagai upaya mewadahi kegiatan yang melibatkan interaksi guru, orangtua, dan bahan ajar. Melalui kegiatan Luring, peserta didik diharapkan lebih displin, bertanggungjawab, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan.
Dalam menjamin PJJ bermutu dan mewujudkan pembelajaran berkarakter, seorang guru harus jeli dan tepat dalam memilih pendekatan, metode/strategi pembelajaran.
Beberapa contoh pendekatan yang bisa digunakan, misalnya problem based learning (PBL), project based learning (PjBL), dan inqury learning. Dengan PBL kegiatan pembelajaran diharapkan dapat melatih peserta didik menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Melalui PjBL bagaimana pembelajaran dapat membiasakan peserta didik berfikir sistemik tentang penyelesaian sebuah program. Sementara melalui inquiry learning peserta didik dapat berlatih untuk terbiasa melangkah sesuai prosedur ilmiah.
Untuk mendukung beberapa pendekatan tersebut, aktifitas PJJ tidak boleh sekadar menyampaikan pengetahuan melalui metode ceramah dan memberikan seabrek penugasan, tetapi kegiatan pembelajaran perlu didesain dengan memaksimalkan metode baru yang dapat menggugah dan menantang peserta didik berfikir lebih kritis, kreatif, inovatif, komunikatif sebagaimana tuntutan kemampuan abad 21.
Ketiga, proses penilaian; kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka menilai dan mengukur ketercapaian pembelajaran. Dalam kegiatan ini, hal paling mendasar memastikan semua peserta didik telah berpatisipasi aktif dan memperoleh treatmen yang sama dalam kegiatan PJJ. Termasuk pengalaman baru selama kegiatan PJJ dilaksanakan.
Agar penilaian yang dilakukan selaras dengan tujuan pembelajaran, guru perlu menyiapkan instrumen penilaian yang digunakan selama proses pembelajaran dilakukan, dan pada saat penilaian hasil pembelajaran dilakukan.
Dengan adanya langkah kegiatan PJJ tersebut, layaknya kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas, interaksi yang dilakukan pendidik dan peserta didik dapat berjalan efektif. Sudah selayaknya ruang-ruang online selama PJJ berlangsung dapat menjadi ruangan kelas yang bisa didesain, dibentuk secara interaktif sebagaimana ruang kelas konvensional.
Tidak ada yang berbeda dari ruangan kelas pembelajaran, semuanya akan sangat bergantung pada sentuhan kreatif para gurunya. Teknologi digital hanya sekadar alat yang membantu para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, muara keberhasilan pembelajaran sangat bergantung pada komitmen, kreativitas dan kepedulian guru. Semoga kegiatan PJJ yang dilakukan dapat menjadi ikhtiar bersama dalam mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih bermutu.
Sumber: RM.id, 10 Juli 2021. (mf)