Pegiat Gender: Batas Geografi dan Period Poverty Permanenkan Ketidaksetaraan Gender

Pegiat Gender: Batas Geografi dan Period Poverty Permanenkan Ketidaksetaraan Gender

SYAHIDA Inn, Berita UIN Online - Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kampus Responsif Gender: Eksplorasi Gender Secara Praktis dan Ekologis” berlangsung di SYAHIDA Inn, pada Selasa (04/06/2024).

‘Permasalahan Gender dan Implementasi Gender Mainstreaming dalam Institusi Pendidikan’ menjadi topik yang dipaparkan oleh Kalis Mardiasih. “Ada banyak ketidaksetaraan yang terjadi di sekitar kita disebabkan karena hal-hal yang berkaitan dengan gender,” ucap Kalis Mardiasih.

Aspek geografis menjadi salah satu penyebab ketidaksetaraan gender. Kalis menuturkan bahwa ada kesenjangan dalam akses pendidikan, di mana sebagian remaja memiliki akses yang baik ke pendidikan formal, sementara remaja lain terperangkap dalam situasi ‘kawin tangkap’ di daerah pedalaman disebabkan adanya tradisi atau budaya yang masih berlaku.

“Perbedaan lokasi ini yang menyebabkan nasib yang berbeda, lokasi menentukan prestasi menjadi hal tak bisa diubah,” ujar Kalis. 

Berdasarkan pengalaman yang dialaminya, Kalis menyoroti masalah ‘period poverty’ dalam konteks kesetaraan gender. Bagi perempuan dari keluarga dengan sumber daya finansial yang terbatas, membeli pembalut dan menjaga kebersihan menstruasi sesuai anjuran medis bukanlah tugas yang mudah, sehingga menimbulkan ketidaksetaraan.

Selain itu, Kalis juga menekankan bahwa penting bagi pasangan yang belum memiliki anak untuk tidak menyalahkan satu sama lain, melainkan mencari solusi bersama melalui pemeriksaan kesehatan. Menurutnya, pendekatan ini sejalan dengan pijakan hukum yang berpihak kepada hak-hak perempuan. “Jadi, output-nya tidak diskriminatif kepada perempuan,” tegasnya.

Adapun patriarki merupakan struktur sosial yang menempatkan laki-laki sebagai individu atau kelompok penguasa, pengatur, pengontrol, dan penindas. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya/tradisi, agama, produksi pengetahuan, industri/kapitalisme, dan ideologi. 

Di akhir pemaparannya, Kalis menyampaikan bahwa kebijakan berbasis gender di Indonesia usianya masih sangat muda sehingga butuh waktu lebih untuk memperjuangkannya. Sesi diskusi oleh Kalis diakhiri dengan sesi tanya jawab oleh para dosen serta mahasiswa kepada Kalis. 

(Nala Zakina Z./Fauziah M./Noeni Indah S.)