Pedagogi Kesadaran Global
Fuad Fachruddin
GLOBALISASI merupakan proses penggabungan penduduk dunia menjadi satu warga dunia dan proses percepatan internasionalisasi dari pelbagai dimensi kehidupan, serta interkoneksi melalui jaringan global. Kemajuan yang cepat dalam teknologi dan telekomunikasi (ICT) yang menyertai era ini telah memfasilitasi percepatan interkoneksi yang memengaruhi dimensi-dimensi kehidupan (Sholte, 2000; Cohen & Kennedy, 2000; Steger, 2001; Degenhard; Duigman, 2010).
Keadaan dunia yang terintegrasi menuntut individu mengikuti dan memahami proses global jika dibandingkan dengan era sebelumnya. Kebutuhan mengembangkan pemahaman global yang beranjak dari pembentukan perubahan pribadi ke umum dan menyelesaikan persoalan global dengan cara yang berkesinambungan dengan menghubungkan tindakakan lokal dengan kejadian global (Turk, Atsoy, 2020: 2). Hal ini mendorong masyarakat dan individu memiliki kemampuan menghadapi konsekuensi yang mungkin terjadi dan manfaat dari perubahan yang diakibatkan globalisasi (Basarir, Sari, 2022: 813).
Kesadaran Global dan Dimensinya
Konsep kesadaran global (KG) merupakan komponen penting dari globalisasi. Dalam pendidikan, KG bukan ide baru dan beberapa kelompok telah menempatkan KG sebagai konsep dasar dan penting. Misalnya, dalam Konferensi Tahunan Pendidikan Dasar ke-12 1975 telah mengusulkan KG dalam kurikulum (Simonson, 1976: 5). KG adalah proses menjadi terbuka, sensitive, dan positif terhadap budaya orang dan budayanya sendiri (Simonson, 1976: 5). KG adalah skill behavior khusus yang diperlukan seseorang dalam mengarungi globalisasi (Inec, 2021: 2).
KG merupakan pemahaman terhadap isu sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan, dan mengangkat problem global seperti pandemi, resesi ekonomi, kemiskinan, dan imigrasi (Aljarf, 2022: 4). KG merupakan kemampuan dan kecenderungan menempatkan diri kita, orang lain, objek, dan situasi yang dengannya kita berhubungan dalam matriks yang lebih luas dari dunia kita kini.
Seseorang dikatakan mempunyai KG ketika ia tidak masalah dengan apa yang ditemukan berbeda atau berlainan dalam keseharian budaya dunianya, lanskap, dan produk (misalnya melalui internet dan melalui migrasi), menempatkan hal-hal yang berbeda dalam bingkai naratif dan eksplanatori proses global masa kini (misalnya perjalanan orang, modal, dan idea, perubahan dalam saling ketergantungan ekonomi, demografi, dan budaya), memandang dirinya sebagai pelaku dalam konteks global (misalnya ia melakukan secara lokal isu global, menggunakan saluran partisipasi trans-nasional, melawan perubahan geopolitik (Suarez-Orozco, 2007: 78).
Dimensi Kesadaran Global
Hanvey adalah akademisi pertama yang menemukan konsep KG dengan lima dimensi. Kemudian, dengan mengutip Landorn (2009) Bourn (2020:33) menyatakan bahwa Kirkwood-Tucker (2009) memiliki kesamaan pendekatan dengan Hanvey tentang lima dimensi dalam 'KG' yaitu, kesadaran perspektif, kesadaran akan planet, kesadaran terhadap lintas budaya, pengetahuan tentang dinamika global, dan kesadaran akan pilihan manusia (Burnouf, 2004: 3).
Pertama, kesadaran perspektif menunjuk kepada kesadaran dan penghargaan terhadap citra lain dari dunia dan pandangan dunia tidak universal untuk dibagi dan tidak selamanya benar dan mungkin secara mendasar berbeda (Burnouf, 2004:3). Dalam bentuk yang sederhana, orang menyadari bahwa realitas orang lain tidak sama dengan realitas dirinya. Kesadaran seperti ini merupakan jantung masyarakat global yang melihat terdalam dari batasan geografis.
Apabila kesadaran perspektif tidak ditumbuhkan, lensa egosentris muncul yang akan melahirkan hambatan dalam relasi kita dengan orang lain. Oleh karena itu, penanaman perspektif ini menjadi sangat penting dalam mengembangkan orang atau masyarakat yang berpikiran global yang menolak prejudis, melawan stereotip, dan menyuarakan empati (Baker, Shulski, 2020: 6).
Kedua, kesadaran akan keadaan planet memerlukan pemahaman utuh tentang keadaan, perkembangan, kecendrungan, dan problem yang dihadapi masyarakat dunia. Kesadaran ini mencakup pemahaman yang dalam tentang isu global seperti pertumbuhan penduduk, migrasi, disparitas ekonomi, mengurangnya sumber dan konflik internasional, yang menuntut para pelajar global menyadari/memahami dunia di sekitar mereka. Anak-anak perlu menyadari bahwa apa yang mempengaruhi dunia akan memengaruhi mereka (Burnouf, 2004: 4).
Ketiga, kesadaran lintas budaya mencakup keragaman gagasan dan praktiknya dalam masyarakat dan bagaimana ide dan praktiknya di masyarakat seantero dunia, termasuk konsep bagaimana orang melihat masyarakatnya sendiri berdasarkan cara pandang pihak lain (Burnouf, 2004:4).
Keempat, pengetahuan tentang dinamika global menujuk kepada pemahaman tentang dunia sebagai sistem saling berhubungan dari karakter, mekanisme yang kompleks dan konsekuensi yang tak terantisipasi. Kesadaran ini mencakup kesadaran terhadap perubahan global (Burnouf, 2004:4).
Kelima, kesadaran akan pilihan manusia berhubungan dengan dinamika global dalam pengertian kesadaran ini berfokus pada penentuan pilihan dan rasa tanggung jawab terhadap efek dari keputusan yang dibuat terhadap generasi mendatang. Kesadaran ini mencakup kesadaran saling ketergantungan dalam tataran individu, nasional dan internasional. Kesadaran mengembangkan atau mengangkat rasa kewargabangsaan pada tingkat lokal dan global (Burnouf, 2004: 5).
Oleh karena itu, para peserta didik seharusnya didorong untuk memahami cara-cara berbeda yang dalam satu situasi dipengaruhi oleh dan memengaruhi pihak lain (Burnouf, 2004: 5). Para pendidik bekerja sama dalam memfasilitasi pengembangan KG peserta didik dan menempatkan mereka dalam pusat perdebatan kontemporer dan meminta mereka meneliti 'kekuatan kehidupan nyata yang membentuk planet', mengembangkan pemahaman yang membumi tentang arti dan proses globalisasi dan bagaimana globalisasi mengait kehidupan mereka yang pada akhirnya membawa kepada pengembangan 'KG'. Dus, pendidik harus memahami tanggung jawab dan tujuan dari setiap usaha dalam mengembangkan KG (Suarez-Orozco, 2007: 40).
Peserta didik yang mempelajari globalisasi seharusnya mendapatkan lebih dari sekadar pengetahuan tentang sejarah budaya dunia. Belajar hendaknya diinspirasi dengan tujuan akhir pengembangn KG— penuh perhatian terhadap dunia kini (Suarez-Orozco, 2007: 48). Mengembangakan KG peserta didik adalah membentuk identitas mereka sebagai warga masyarakat dunia dan paling tidak mengarahkan tindakan mereka ke arah tersebut. Guru berjibaku menyiapkan peserta didik menjadi agen dan aktor reflektif— menjadi warga bangsa kini dan mendatang (Suarex-Orozoco, 2007: 75) yang terbuka dengan pihak lain yang memiliki latar belakang budaya, negara, dan agama yang beragam. Kemampuan memahami, bekerja sama, menghargai, dan bekerja dengan pihak yang berlatar belakang budaya berbeda menjadi penting untuk meraih kesuksesan akademik dan sosial dalam dunia yang saling terhubung (lihat Al-Jarf, 2022: 4). Wallahualam.
Penulis adalah Dewan Pengawas Yayasan Sukma, dosen pascasarjana FITK UIN Jakarta. Artikelnya dimuat dalam Kolom Opini Media Indonesia, Senin 19 Desember 2022.