Optimalisasi Ziswaf dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia
Nur Rianto Al Arif
Dalam kesempatan sidang Kabinet Paripurna Istana Kepresidenan akhir tahun 2024, salah satu amanat Presiden Prabowo Subianto adalah kebijakan pangan pro-rakyat dan berdaulat. Swasembada pangan bahkan menargetkan lumbung pangan dunia pada tahun 2028, yang menunjukkan komitmen tinggi pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
Dalam membangun ekonomi, terutama jika berbicara tentang kesejahteraan masyarakat, kedaulatan pangan merupakan hal yang mendasar. Di Indonesia sendiri, tantangan dalam mewujudkan kedaulatan pangan semakin kompleks akibat pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, degradasi lahan, serta ketidakmerataan distribusi pangan.
Kedaulatan pangan yang menjadi prioritas utama dalam pemerintahan tentu dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, kedaulatan pangan dapat mengurangi ketergantungan impor luar negeri. Kedaulatan pangan yang kuat dapat menekan risiko inflasi pangan sehingga menutup kemungkinan terjadinya kerusuhan sosial akibat kelangkaan atau kenaikan harga.
Kedua, mensejahterakan petani lokal. Kedaulatan pangan tidak hanya menekan ketergantungan luar negeri, tetapi juga membantu petani lokal dengan peningkatan produksi dan dukungan akses pasar pasca-produksi.
Ketiga, produktivitas nasional. Kedaulatan pangan akan berdampak pada peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat sehingga produktivitas nasional akan meningkat.
Dengan tantangan yang kompleks, mewujudkan kedaulatan pangan bukanlah upaya sederhana. Hal ini membutuhkan dukungan dari subsistem lainnya, salah satunya instrumen sosial Islam seperti zakat, infak, wakaf, sedekah, dan wakaf (ZISWAF).
Peran ZISWAF
Zakat merupakan salah satu pilar Islam yang berperan sebagai instrumen redistribusi kekayaan untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam membantu mewujudkan kedaulatan pangan, zakat dapat bermanfaat dalam berbagai bentuk program pemberdayaan. Menimbang potensi zakat yang begitu besar, Baznas pada tahun 2023 berhasil menghimpun dana zakat sebesar 33 triliun rupiah dan 26 triliun rupiah hingga pertengahan tahun 2024 saja.
Program pertama dapat berupa bantuan yang bersifat karitatif melalui subsidi pangan bagi masyarakat miskin, di mana sebagian dana zakat akan dialokasikan untuk menyediakan bahan pangan bagi kelompok rentan. Program kedua adalah zakat produktif, di mana dana zakat akan digunakan untuk pembiayaan petani gurem, yaitu petani yang memiliki lahan kurang dari setengah hektare, yang diharapkan dapat mendorong produktivitas pertanian mereka.
Dalam pemberdayaan petani, dana zakat dapat digunakan untuk penyediaan pelatihan, teknologi, hingga akses pasar bagi petani. Dengan zakat produktif, Petani yang memiliki masalah mendasar seperti keterbatasan modal dapat terbantu.
Selain zakat, infak dan sedekah juga bisa berkontribusi dalam hal ini, terutama untuk kondisi yang tidak dapat diprediksi seperti bencana alam. Infak dan sedekah dapat membantu masyarakat yang terkena bencana atau kondisi darurat semacamnya, dengan pengadaan bantuan pangan gratis, dapur umum, dan bantuan sembako.
Instrumen terakhir yang memiliki potensi besar dalam mendukung kedaulatan pangan ialah wakaf. Wakaf produktif dengan segala bentuknya dapat dimanfaatkan, seperti wakaf lahan untuk pertanian, dana wakaf yang dapat dimanfaatkan untuk membangun sistem penunjang pertanian seperti irigasi, gedung penyimpanan, dan model wakaf dana yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung usaha pertanian dan distribusi pangan.
Banyak aset wakaf, seperti tanah dan bangunan, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Aset ini sebenarnya bisa digunakan untuk mendukung ketahanan pangan, misalnya dengan mengubah tanah wakaf menjadi lahan pertanian atau memanfaatkan bangunan wakaf untuk pusat distribusi pangan atau pelatihan pertanian.
Selain itu, aset wakaf juga bisa dikembangkan menjadi ekosistem pertanian terpadu, seperti pondok pesantren atau koperasi pangan berbasis wakaf. Agar pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf lebih efektif, digitalisasi sangat penting untuk memastikan distribusi dana yang lebih transparan dan menjangkau lebih banyak penerima manfaat.
Kerja sama antara lembaga zakat, wakaf, sektor swasta, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan penggunaan dana ZISWAF, seperti mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya ZISWAF juga perlu ditingkatkan agar partisipasi dalam sumbangan dana semakin meningkat.
Optimalisasi ZISWAF menjadi langkah strategis untuk mencapai ketahanan pangan di Indonesia. Dengan pengelolaan yang baik, digitalisasi, dan kerja sama antara berbagai pihak, ZISWAF bisa menjadi motor penggerak kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan nasional, yang memerlukan komitmen bersama untuk pengembangan yang berkelanjutan.
Artikel ini ditulis oleh Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dirilis melalui CNBC Indonesia, 21 Maret 2025. Artikel dapat diakses di sini.