NABI ADAM DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Penulis Buku “Milir”
Di dalam al-Qur’an nama Nabi Adam disebutkan hinggga 25 kali. Pertama, ketika Allah SWT menunjukkan supremasi Nabi Adam dari malaikat, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat” (QS. al-Baqarah/2: 31). Namun malaikat tak kuasa menyebutkannya.
Kedua, “Allah berfirman, “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu” (QS. al-Baqarah/2: 33). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, ayat ini menggugurkan anggapan malaikat bahwa tidak ada makhluk yang lebih mulia dan pandai ketimbang mereka.
Ketiga, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali iblis” (QS. al-Baqarah/2: 34). Sujud di sini adalah penghormatan karena ilmu yang dimiliki Nabi Adam. Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain. Iblis adalah nenek moyang jin yang berada di antara para malaikat.
Keempat adalah ayat yang menceritakan tentang tempat asal Nabi Adam, yakni surga. Allah SWT berfirman, “Dan Kami berfirman, “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini” (QS. al-Baqarah/2: 35).
Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir menuliskan bahwa Abu Bakar al-Siddik pernah bertanya kepada Nabi SAW soal pohon itu. Nabi SAW menjawab, “Itu adalah pohon yang diberkati yang berbulir”. Ada yang berpendapat bahwa pohon itu adalah pohon Tin, pohon Utruj (jeruk lemon), dan pohon ilmu yang bercabang-cabang dan jurusan. Namun dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi Adam melanggar larangan Allah SWT. Untuk itu, ayat kelima berbincang tobatnya Nabi Adam. Allah SWT berfirman, “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. al-Baqarah/2: 37). Yang dimaksud dengan , “Beberapa kalimat dari Tuhannya” dalam penggalan ayat di atas adalah rangkaian doa dalam surah al-A’raf/7: 23, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.
Keenam adalah ayat yang menyatakan bahwa Nabi Adam seperti juga nabi lain yang memiliki kelebihan pada masanya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (QS. Ali Imran/3: 33).
Menurut Syaikh Nawawi Banten, yang dimaksud dengan keluarga Imran adalah Nabi Musa dan Nabi Harun. Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga Ibrahim adalah Nabi Ismail, Nabi Ishak. Termasuk Nabi SAW yang merupakan keturunan dari Nabi Ismail dan Nabi Isa yang merupakan keturunan dari Nabi Ishak.
Bahkan dalam konteks penciptaan, Nabi Adam dan Nabi Isa serupa di sisi Allah. Inilah ayat yang ketujuh, “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. Ali Imran/3: 59).
Ayat kedelapan berbicara tentang perseteruan dua putra Nabi Adam, “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)” (QS. al-Maidah/5:27). Kesembilan, ayat yang berbicara tentang bentuk fisik Nabi Adam, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud” (QS. al-A’raf/7: 11).
Kesepuluh adalah ayat yang kembali melarang Nabi Adam mendekat pohon larangan. Allah SWT berfirman, “(Dan Allah berfirman), “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini” (QS. al-A’raf/7: 19).
Ayat kesebelas adalah ayat untuk menyebut manusia, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS. al-A’raf/7: 26).
Ayat kedua belas juga merupakan ayat yang serupa dengan ayat kesepuluh. Allah SWT berfriman, “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya” (QS. al-A’raf/7: 27).
Ayat ketiga belas, masih berarti manusia. Hanya saja manusia beriman. Allah SWT berfirman, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. al-A’raf/7: 31).
Ayat keempat belas masih sama seperti ayat sebelumnya. Allah SWT berfirman, “Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. al-A’raf/7: 35).
Ayat kelima belas soal perjanjian manusia dengan Tuhannya. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi” (QS. al-A’raf/7: 172).
Ayat keenam belas kembali berbincang tentang keengganan iblis bersujud kepada Adam. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu semua kepada Adam”, lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata, “Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” (QS. al-Isra’/17: 61).
Ayat ketujuh belas ini, mengenai jaminan kehidupan manusia bumi, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. al-Isra’/17: 70).
Selanjutnya, tentang keengganan iblis bersujud kepada Nabi Adam terulang lagi dalam ayat kedelapan belas. Yakni, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya” (QS. al-Kahfi/18: 50). Surah Maryam/19 ayat 58 adalah ayat kesembilan belas yang berbicara tentang anak cucu keturunan Nabi Adam yang diberi nikmat. Allah SWT berfirman, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil”.
Sementara ayat kedua puluh adalah surah Thaha/20 ayat 115. Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat”. Ayat ini menurut pengarang Tafsir Jalalain masih terkait dengan pohon larangan.
Namun, ayat kedua puluh satu kembali terkait dengan keengganan iblis sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang” (QS. Thaha/20:116). menurut pengarang Tafsir Jalalain iblis adalah bapaknya jin. Ayat kedua puluh dua terkait informasi Allah SWT akan bahaya iblis. Allah SWT tandaskan, “Maka Kami berkata, “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka” (QS. Thaha/20:117).
Dalam Tafsir Jalalain, diungkap hidup sengsara itu adalah kerja keras Nabi Adam yang harus mencangkul, menanam, menuai, menumbuk, membuat roti, dan pekerjaan lain. Inilah kiranya sederet pekerjaan berusia tua yang sudah dilakukan manusia. Ungkapan sengsara di sini hanya ditujukan kepada Nabi Adam saja, tidak kepada istrinya.
Di atas kerap disebut tentang pohon larangan. Namun baru pada ayat kedua puluh tiga ini, Allah SWT menyebut nama pohon tersebut, “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, “Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS. Thaha/20:120).
Dalam ayat ini Allah SWT tidak menggunakan diksi “iblis” lagi sebagai makhluk yang membisikkan pikiran jahat kepada Nabi Adam, tapi dipilih kata “setan”. Setan bukanlah makhluk tapi kata ini merujuk kepada perilaku yang dilakukan iblis sebagai nenek moyang jin. Seperti manusia yang juga punya sifat fasik dan munafik.
Ayat kedua puluh empat bercerita tentang keberhasilan iblis menggoda Nabi Adam. Allah SWT berfirman, “Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia” (QS. Thaha/20:120).
Ayat terakhir membincang pernyataan Allah SWT kepada manusia agar tidak menyembah setan. Allah SWT berfirman, “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin/35: 60). Jadi, nama Nabi Adam dalam al-Qur’an, baik untuk menyebut nama beliau sendiri atau manusia, dapat dijelaskan secara statistik. Pertama, surah al-A’raf adalah yang terbanyak membincang nama Nabi Adam, yakni tujuh kali dan tujuh ayat. Disusul surah al-Baqarah dan Thaha yang masing-masing sebanyak lima kali dalam lima ayat. Berikutnya Ali Imran dan al-Isra’ yang masing-masing menyebut dua kali dalam dua ayat. Setelahnya al-Maidah, al-Kahfi, Maryam, dan Maryam yang masing-masing menyebut sekali dalam satu ayat dalam setiap surahnya. Dengan demikian surah al-A’raf harus mendapat perhatian lebih ketika membincang tentang Nabi Adam.(sam/mf)