Monoteisme
Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
"Monoteisme" berasal dari dua kata Yunani: mono (satu, tunggal, sendiri) dan theos (tuhan). Secara terminologi, monoteisme berarti kepercayaan kepada satu tuhan. Dengan demikian, monoteisme merupakan kepercayaan kepada keesaan Tuhan. Monoteisme itu sejalan dengan akidah tauhid bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah dan diibadahi) selain Allah. Monoteisme merupakan lawan (antitesis) politeisme, kepercayaan kepada banyak tuhan (dewa). Dalam kajian agama-agama, monoteisme adalah agama apa pun yang percaya kepada satu tuhan. Buddhisme, misalnya, bukanlah contoh monoteisme karena Buddha tidak dianggap sebagai tuhan yang menciptakan alam semesta.
Esensi monoteisme adalah meyakini dan menyembah hanya satu Tuhan sambil menafikan (menyangkal) adanya tuhan (dewa) selain Allah SwT. Namun, Tuhan Maha Esa yang diyakini oleh agama-agama monoteistik itu siapa, dan apakah sama? Tiga agama monoteistik utama dunia adalah Kristen, Yudaisme, dan Islam yang memiliki banyak kesamaan. Akan tetapi, konsep “Tuhan yang Maha Esa” menurut tiga agama tampaknya tidak sama, berbeda satu sama lain, karena sumber keyakinannya berbeda.
Tiga agama tersebut mempercayai Tuhan Maha Pencipta, Pengatur alam semesta, Maha Kasih Sayang, Maha Pengampun, dan sebagainya. Tiga agama ini mengikuti dan melanjutkan ajaran Nabi Ibrahim AS, yang menyerukan ajaran tauhid sejati. Karena itu, Ibrahim AS kerap disebut Bapak Monoteisme, sedangkan ketiga agama tersebut dinamai Abrahamic religions.
Monoteisme Yahudi mempercayai Tuhan mereka itu YHWH (Yahweh). Salah satu benteng Yudaisme adalah keyakinan bahwa orang Yahudi memiliki perjanjian atau kesepakatan khusus dengan Tuhan. Mereka meyakini kesepakatan bahwa mereka itu umat pilihan Tuhan. Mereka mengikuti perintah dan hukum Tuhan dan secara eksklusif menyembah-Nya sebagaimana diajarkan dalam Taurat.
Sementara itu, Kekristenan lahir dari Yudaisme. Kitab suci Kristen termasuk kitab suci Yahudi, disebut Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah bayangan dari Perjanjian Baru. Yesus adalah penggenapan dari semua nubuah mesiah dalam Perjanjian Lama. Yudaisme berakhir di Perjanjian Lama. Tetapi Kekristenan berlanjut dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Akan tetapi, monoteisme Kristen telah mengalami distorsi, dari tauhid murni menjadi trinitas (tuhan bapa, tuhan anak/Jesus, dan roh kudus).
Monoteisme Islam tercermin dalam syahadat tauhid: La ila illa Allah, tiada tuhan selain Allah. Ketauhidan itu biasanya dipertegas dengan pernyataan: wahdahu la syarika lahu, Dia Maha Esa, tidak memiliki sekutu (mitra, pembantu). Monoteisme (tauhid) dalam Islam merupakan akidah para Nabi dan Rasul, dari sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Semua mendakwahkan akidah tauhid kepada umatnya. Karena ajaran tauhid itu memang sesuai dengan fitrah teologis manusia.
Selain sesuai dengan fitrah, monoteisme dalam Islam juga merupakan manifestasi teologis dari perjanjian primordial manusia. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS al-A’raf/7:172).
Menurut Wahbah az-Zuhali, dalam at-Tafsir al-Wajiz, Allah menciptakan manusia beserta fitrahnya dengan bukti kauniyah atau yang nyata untuk menunjukkan dan menuntun kepada kebenaran dan pengenalan kepada Sang Penciptanya. Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka secara langsung, bukan wahyu seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab langsung: “Betul, kami bersaksi atas diri kami bahwa Engkau adalah Tuhan Yang berhak kami sembah. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang tidak diperingatkan dan tidak diberitahu bahwa hanya Engkaulah Tuhan Kami dan tiada sekutu bagiMu”.
Narasi paling indah dari monoteisme dalam perspektif al-Qur’an adalah firman Allah dalam surat al-Ikhlas. “Katakanlah, viralkanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah sandaran dan andalan meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak (melahirkan) dan tidak pula diperanakkan (dilahirkan). Dan Dia tidak ada sesuatu yang setara dan menyamai-Nya.” (QS. Al-Ikhlas/112:1-4). Dengan ikhlas, tulus, autentik, dan murni tanpa embel-embel, monoteisme itu tauhid sejati dalam beribadah dan memohon pertolongan kepada Allah SwT. “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, menyembah; dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS al-Fatihah/1:5).