Misi Kemanusiaan Alquran

Misi Kemanusiaan Alquran

Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Pascasarjana Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alquran sarat mukjizat multidimensi. Diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab sangat indah dan bernilai sastra tinggi. Alquran membumi untuk dijadikan petunjuk dan peta jalan kemanusiaan yang paripurna.

Ketika Alquran diturunkan, masyarakat Arab dalam kegelapan dan keterpurukan. Akidah, ibadah, muamalah, dan akhlaknya rusak oleh sistem sosial jahiliyah.

Nilai ketuhanan dan kemanusiaan masyarakat saat itu terdegradasi tradisi jahiliyah, seperti penyembahan berhala, perbudakan, penguburan anak perempuan hidup-hidup, konglomerasi, korupsi, konsumsi miras, perjudian, prostitusi, narkoba, dan sebagainya.

Alquran diwahyukan secara gradual untuk melakukan perubahan menuju perbaikan sistem nilai kemanusiaan. Perubahan itu dimulai dengan mengenalkan literasi peradaban berupa perintah membaca (iqra).

Di tengah masyarakat yang umumnya ummi (tidak pandai baca tulis), perintah membaca itu solusi strategis dalam menanamkan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Sebagai keterampilan, metode, dan budaya literasi keilmuan, iqra kunci peradaban umat manusia.

Ada hal menarik dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Mengapa dalam ayat 1 surah al-‘Alaq itu tidak disebutkan objek (maf’ul bih) yang harus dibaca?

Tampaknya, Allah SWT menghendaki manusia memiliki tradisi literasi baru, yaitu membaca apa saja, yang penting spirit membacanya bismi Rabbik (atas nama Tuhan).

Jadi, membaca dan mempelajari sesuatu itu tidak dibatasi teks, tetapi harus menyeluruh dan terintegrasi dengan konteks. Perintah membaca berlaku terhadap ayat Allah yang tertulis dan ayat alam semesta.

Bagaimana Alquran jadi pemandu perubahan menuju tegaknya nilai kemanusiaan berbasis tauhid sejati?

Di tengah Islamofobia dan gerakan anti-Islam yang dimotori Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan lainnya, Nabi SAW menghadirkan kalam Ilahi itu dengan teladan moral. Meski “dituduh”  gila, depresi, Nabi tampil dengan dakwah menyentuh hati dan mencerahkan akal.

Kisah masuk Islamnya Umar bin Khattab, bukti kuatnya magnet Alquran yang menyentuh hati dan mencerahkan akal. Sejarah mencatat, sebelum masuk Islam, Umar dikenal bengis dan keras penolakannya terhadap dakwah Nabi SAW.

Visi Kemanusiaan

Visi utama turunnya Alquran adalah transformasi masyarakat jahiliyah yang miskin literasi pendidikan dan keilmuan, tunamoral, dan tidak berperadaban menjadi masyarakat berkemanusiaan yang adil, beradab, dan berperadaban maju.

Selama 23 tahun mengemban misi kenabian di Makkah dan Madinah, Nabi SAW tampil membumikan Alquran sebagai referensi yang mengawal proses transformasi tersebut menuju aktualisasi misi kemanusiaan sejati.

Dengan keteladanan humanisnya, Nabi melakukan revolusi akidah, mengubah tradisi jahiliyah menjadi masyarakat bertauhid, berakhlak mulia. Tradisi perbudakan dan penguburan hidup-hidup anak perempuan karena dinilai pemicu kesialan, dihapuskan.

Bersamaan dengan itu, pembebasan atau pemerdekaan budak menjadi salah satu bentuk penunaian kifarat (denda) bagi yang melakukan pelanggaran tertentu, seperti melakukan pembunuhan secara tidak sengaja (tersalah) (QS an-Nisa’, 4:92).

Berbasis pendidikan tauhid dan akhlak mulia, misi kemanusiaan Alquran diarahkan kepada pengembangan relasi personal dengan Tuhan, melalui ibadah dan relasi sosial dengan sesama melalui muamalah.

Ketika fondasi akidah tauhid masyarakat kokoh dan integritas moralnya tepercaya, penyakit jahiliyah (5M): mencuri (korupsi), main judi, minum miras, main perempuan (prostitusi, pornografi, pornoaksi), dan madat (mengonsumsi narkoba) dapat dikikis.

Maka itu, aktualisasi misi kemanusiaan Alquran menghendaki pengokohan akidah tauhid, pendisiplinan ibadah yang fungsional (khusyuk dan transformatif), dan pemantapan muamalah hasanah dilandasi keteladanan pemimpin umat dan bangsa.

Karena itu, misi kemanusiaan Alquran menghendaki pengembangan sistem pendidikan holistik-integratif, antara pendidikan akidah, akhlak, intelektual, mental spiritual, sosial, pendidikan kewarganegaraan, dan sebagainya.

Sejarah peradaban Islam membuktikan, selama lebih dari enam abad, umat Islam sukses meraih keunggulan dan kejayaan peradaban, terutama pada masa khalifah Abbasiyah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan al-Makmun (786-833 M).

Ini tak lepas dari aktualisasi misi kemanusiaan Alquran dengan spirit iqra dan etos wal ashri. Umat Islam bukan hanya membaca Alquran secara verbal, melainkan juga mengembangkan literasi peradaban dengan tradisi intelektualisme dan riset inovatif juga produktif.

Menurut Nasr Hamid Abu Zayd, jika Mesir mewariskan peradaban pascakematian (piramid, artefak kuburan megah peninggalan Firaun), Yunani mewariskan peradaban intelektual (filsafat), Islam membangun dan memajukan peradaban ilmu dalam bentuk peradaban teks dan literasi pemikiran.

Misi dan literasi kemanusiaan sejatinya, esensi turunnya Alquran sebagai kitab suci penuh rahmat yang mencerahkan kehidupan.

Sumber: Opini Republika, 19 April 2022. (sm/mf)