Merdeka atau Mati Syahid

Merdeka atau Mati Syahid

murodi-462x450 1
Murodi al-Batawi


Pekikan para pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia menyeruak ke permukaan yang selalu bergema saat bangsa Indonesia melakukan perlawanan terhadapa kolonial Belanda. Mereka bersatu padu, mulai rakyat biasa sampai para sultan, para ulama dan intelektual hingga mereka yang tak berpendidikan tinggi berjuang mengangkat senjata apa adanya, mulai dari bambu runcing, keris, golok, mandau, rencong dan semua senjata tradisional, hingga persenjataan modern, mereka pergunakan untuk mengusir dan melawan penjajah Belanda agar mereka segera meninggalkan wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia sudah merasa muak dengan penindasan yang dilakukan Belanda dan antek-anteknya. Bangsa Indonesia ingin segera merdeka. Untuk itu, semua elemen masyarakat bergerak bersatu melawan ketidakadilan dan kesewenangan. Peperangan demi peperangan terus terjadi, seperti perang Aceh (1873-1904), Perang Paderi (1823-1836),Perang Diponegoro (1825-1830), dan peperangan lain terus bergejolak, sebagai bukti adanya perlawanan rakyat Indonesia. Dalam setiap peperangan, selalu ada pekik suara, Merdeka atau Mati Mati Syahid, dan pekikan suara Takbir,Allahu Akbar. Kalimat tersebut selalu keluar dari mulut para pejuang kemerdekaan untuk memberikan semangat juang bagi rakyat agar terus bergerak maju pantang mundur.


Kehadiran Belanda di Indonesia. 

Kedatangan orang Belanda ke Indonesia terjadi pada 1596. Kedatangannya pertama kali hanya untuk mencari bahan rempah produk  Sumber Daya Alam asli Indonesia. Tujuh tahun kemudian, 1603 M, mereka hampir menguasai seluruh produk dan hasil rempah dari Indonesia. Belanda merasa membutuhkan perusahaan dan tempat penyimpanan barang sebelum dibawa ke Eropa. Untuk itu, pada 1603, Belanda mendirikan perusahaan pertama di Indonesia, yaitu *VOC(Vereenidge Oast Indiche Compagni)*. Sejak saat itulah terjadi hegemoni ekonomi atas wilayah Indonesia. Kekuatan ekonomi Belanda karena mendapat sokongan sumber daya alam berupa rempah dan hasil bumi lainnya, menyebabkan Belanda perlu memperkuat jeratannya agar wilayah penghasil rempah terbesar di dunia ini, tidak direbut bangsa Eropa lainnya yang memang tengah gencar melakukan penjarahan hasil bumi, seperti bangsa Porugis, Inggris, Spanyol dan lainnya. 


JV. Z. Coon datang

Untuk mempermudah pengaturan wilayah dan jalur pedagangan VOC, maka dikirimlah seorang berstatus gubernur jenderal yang akan menjadi wakil kerajaan Belanda di Indonesia.
Untuk itu, pada 1626 dikirimlan seorang wakil kerajaan Belanda bernama Jan Vieter Z Coon. Ia bertugas sebagai gubernur jenderal mewakili Kerajaan Belanda yang mengawasi produk dan hasil sumber daya alam Indonesia berupa rempah yang menjadi barang komoditi berharga di Eropa dan dunia saat itu. Karena menguntungkan, kekuatan hegemoni ekonomi ini terus berkembang menjadi hegemoni politik. Terutama setelah VOC dibubarkan karena merugi pada 1887, maka cengkeraman politik kian menjadi. Sejak saat itulah Belanda dan kekuatan politik militer kian menggasak kekuatan politik Indonesia. Dan terjadi perubahan otientasi Belanda dari sekadar berdagang dan menguasai wilayah (kolonialisme), menjadi mencampuri urusan politik pemerintahan para Sultan dan penguasa Indonesia (imperialisme). Sejak saat itulah, Belanda menerapkan politik devide et impera, politik adu domba dan pecah belah di antara sesama warga Indonesia. Tujuannya, agar ribumi tidak melakukan perlawanan menentang kehadiran Belanda. 


Rakyat Indonesia Bergerak 

Sejak terjadinya kolonialisme dan imperialisme atas wilayah dan pemerintahan para Sultan di Indonesia, semua rakyat dan para Sultan bersatu bergerak melawan penjajah Belanda yang dianggap kafir. Rakyat, terdiri dari para ulama dan masyarakat biasa terus menyuarakan pekikan kemerdekaan. Sampai seorang ulama terkenal dari Palembang, Syeikh Abdushamad al-Palimbani menulis satu karya monumental yang dapat membangkitan semangat juang untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Karya tersebut adalah Jihad fi Sabilillah, yang menganjurkan masyarakat Muslim Indonesia untuk berjihad di jalan Allah demi memerdekakan Negara Republik Indonesia. 

Bahkan, para pemuda, baik yang ada di tanah air, di Timur Tengah dan Belanda, mereka selalu berdiskusi secara intens mengenai situasi saat itu tentang Indonesia yang masih di bawah pemerintahan Kerajaan Belanda. Untuk menyatukan visi dan misi gerakan kemerdekaan Indonesia, para Pemuda melakukan Kongres Pemuda pada 1928. Kongres ini menyepakati adanya persamaan persepsi tentang Indonesia. Mereka bersepakat tentang wilayah, Indonesia, menyatukan suku bangsa menjadi satu bangsa, Indonesia. Menyatukan bahasa pemersatu, yaitu bahasa Indonsia. Visi tersebut perlu disatukan untuk memudahkan jalannya pergerakan menuju cita-cita tunggal, Indonesia merdeka. 

Setelah terjadinya kesepakatan tersebut, semua elemen hanya mengakui wilayahnya adalah Indonesia. Tidak ada yang bergerak cuma mengatasnamakan daerahnya saja. Pengakuan Indonesia sebagai bangsa, membuat mereka bergerak atas nama Indonesia. Tidak ada lagi yang bergerak atas nama penguasa daerah atau wilayah tertentu. Bahkan, mereka hanya sepakat bahwa bahasa yang dijadikan bahasa nasional sebagai bahasa komunikasi adalah bahasa Indonesia. Menghilangkan  keegoan bahasa daerah masing-masing. Setelah adanya kesepakatan tersebut, maka semua elemen masyarakat bergerak lebih fokus hanya satu tujuan: Indonesia Merdeka. Di tengah gencarnya perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan, pada 1943 tentara Jepang datang dan menguasai Indonesia (1943-1945). Meski begitu, rakyat terus bergerak melawan tentara Dainippon, tanpa rasa takut. Perpaduan antara perang fisik dengan diplomasi, akhirnya pergerakan tersebut mencapai puncaknya pada 17 Agustus 1945, yaitu Hari Kemerdekaan Indonesia, dengan pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno dan Muhammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.  Tapi kemerdekaan hari itu tidak diakui oleh Belanda. Tetapi, negara-negara Islam, seperti Palestina, Mesir dengan tegas mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Karenanya Belanda dan sekutunya datang kembali untuk menguasai Indonesia kembali. Maka terjadilah Perang Kemerdekaan hingga Belanda dan sekutunya pergi meninggalkan Indonesia tanpa memperoleh apapun. Bahkan Jenderal WS. Mallaby tewas dalam perang kemerdekaan Indonesia. Semua berjuang dengan senjata apa adanya diringi pekikan suara takbir, Allahu Akbar, dan kata Merdeka. Indonesia bisa merdeka. 

Demikian dan terima kasih. Semoga bermanfaat.


Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pamulang, 05 Agustus 2025
Wassalam,


Murodi al-Batawi