Merancang Ulang Pendidikan untuk Dunia yang Berubah Cepat

Merancang Ulang Pendidikan untuk Dunia yang Berubah Cepat

Dr Abdul Rozak MSi, Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pemerhati Pendidikan

Dalam rangka pembangunan pendidikan, perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta pemerataan pendidikan bermutu dan berkelanjutan dalam skala internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk badan khusus yang bernama UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Badan khusus PBB ini didirikan pada 16 November 1945.

Berdirinya UNESCO merupakan hasil dari pelaksanaan Konferensi PBB di London yang dimulai sejak 1 hingga 16 November 1945. Pada kegiatan tersebut sebanyak 44 negara dari berbgai penjuru dunia hadir. Pada hari terakhir konferensi tersebut telah ditandatangani kesepakatan yang selanjutnya disebut sebagai konstitusi UNESCO.

Tujuan organisasi ini adalah mendukung perdamaian dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati yang berlandaskan kepada keadilan, peraturan hukum, HAM, dan kebebasan hakiki (Pasal 1 Konstitusi UNESCO).

Saat ini UNESCO memiliki anggota sebanyak 191 negara. Organisasi ini bermarkas dan berkedudukan di Paris, Prancis dengan 50 kantor wilayah serta beberapa lembaga, dan institut di seluruh dunia yang salah satunya ada perwakilan kantor UNESCO di Indonesia.

UNESCO memiliki lima program utama yang disebarluaskan melalui: pendidikan, ilmu alam, ilmu sosial, dan manusia, budaya, serta komunikasi, dan informasi. Proyek yang disponsori oleh UNESCO termasuk program baca-tulis, teknis, dan pelatihan guru, program ilmu internasional, proyek sejarah regional, dan budaya, promosi keragaman budaya, kerja sama persetujuan internasional untuk mengamankan warisan budaya, dan alam serta memelihara HAM, dan mencoba untuk memperbaiki perbedaan digital dunia (Wikipedia).

Sementara itu, promosi keragaman budaya berupa kerja sama persetujuan internasional bertujuan mengamankan warisan budaya dan alam serta memelihara HAM. Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/77550/1945-unesco-berdiri

Dalam rangka pembangunan pendidikan berkelanjutan, UNESCO telah menerbitkan banyak publikasi dalam berbagai bentuk. Salah satu publikasi dalam bentuk buku yang menarik untuk dikaji dan dijadikan bahan referensi dalam mendesain dan melaksanakan pendidikan dalam skala makro maupun dalam skala mikro di persekolahan oleh para praktisi pendidikan di berbagai satuan dan jenjang pendidikan.

Publikasi UNESCO yang berjudul Rethinking Education Towards a Global Common Good ini dipublikasikan pada tahun 2015 by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 7, place de Fontenoy, 75352 Paris 07 SP, France © UNESCO 2015 ISBN 978-92-3-100088-1.

Jumlah halaman buku ini sebanyak 84 dengan struktur muatan isi buku terdiri atas Acknowledgements; List of Boxes; Executive Summary; Chapter Introduction; Chapter Sustainable development: A central concern, Challenges and tensions, New knowledge horizons, Exploring alternative approaches; Chapter Reaffirming a humanistic approach : A humanistic approach to education, Ensuring more inclusive education, The transformation of the educational landscape, The role of educators in the knowledge society;  Chapter Education policy-making in a complex world : The growing gap between education and employment, Recognizing and validating learning in a mobile world, Rethinking citizenship education in a diverse and interconnected world, Global governance of education and national policy-making; Chapter Education as a common good ? : The principle of education as a public good under strain, Education and knowledge as global common goods, Considerations for the way forward.

Dalam kata pengantar buku ini Irina Bokova (Direktur Jenderal UNESCO) memulai tulisannya dengan kalimat bertanya yaitu: pendidikan apa yang kita butuhkan untuk abad ke-21 ? apa tujuan pendidikan ? dalam konteks transformasi masyarakat saat ini bagaimana seharusnya pembelajaran dirancang dan dilaksanakan ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengilhami ide-ide dan gagasan yang disajikan dalam buku ini. Dalam semangat dua publikasi penting UNESCO yaitu Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (1972), the ‘Faure Report’, and Learning: The Treasure within (1996), the ‘Delors Report,’ Direktur UNESCO berkeyakinan kita perlu berpikir besar lagi hari ini tentang pendidikan.

Karena situasi saat ini adalah masa-masa yang penuh gejolak. Dunia semakin muda, dan aspirasi untuk manusia terkait dengan hak dan martabat terus meningkat. Masyarakat lebih terhubung dari sebelumnya, tetapi intoleransi dan konflik tetap merajalela. Pusat kekuatan baru muncul, tetapi ketidaksetaraan semakin dalam dan planet ini (planet bumi) berada di bawah tekanan. Peluang untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif sangat luas, tetapi tantangannya curam dan kompleks.

Dunia sedang berubah –pendidikan juga harus berubah. Masyarakat di mana-mana mengalami transformasi mendalam, dan ini membutuhkan bentuk-bentuk pendidikan baru untuk dikembangkan kompetensi yang dibutuhkan masyarakat dan ekonomi untuk hari ini dan besok. Ini berarti pembelajaran bergerak melampaui literasi dan numerasi, untuk fokus pada lingkungan belajar dan pada pendekatan baru dalam belajar untuk keadilan yang lebih besar, kesetaraan sosial dan solidaritas global.

Pendidikan tentang belajar hidup di planet bumi ini berada di bawah tekanan dan tantangan sekaligus. Perlunya literasi budaya, atas dasar rasa hormat dan martabat yang sama, membantu menjalin kebersamaan dalam dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan. Semua itu menjadi visi pendidikan humanis yang merupakan bentuk kebaikan bersama yang esensial.

Lebih lanjut Direktur UNESCO berpandangan dengan rasa percaya bahwa ini visi yang diperbarui dengan inspirasi dari Konstitusi UNESCO yang telah disepakati 70 tahun yang lalu, sambil mencerminkan zaman dan tuntutan baru. Pendidikan adalah kunci utama dalam kerangka pendidikan global untuk tujuan pembangunan berkelanjutan. Pendidikan adalah inti dari upaya untuk beradaptasi dengan perubahan dan untuk mengubah dunia di mana kita hidup. Pendidikan dasar yang berkualitas merupakan landasan pokok yang diperlukan untuk belajar sepanjang hidup di dunia yang kompleks dan berubah dengan cepat.

Kemajuan besar dalam memperluas kesempatan belajar untuk semua telah terjadi di berbagai belahan dunia. Namun kita harus menarik pelajaran yang tepat untuk memetakan arah baru pendidikan ke masa depan. Akses pendidikan yang saat ini menunjukkan kemajuan dan keberhasilan yang signifikan tidaklah cukup bagi suatu bangsa; akan tetapi perlu fokus baru yaitu pada kualitas pendidikan dan relevansi belajar, tentang apa yang sebenarnya dipelajari oleh anak-anak, remaja, dan orang dewasa.

Sekolah dan pendidikan formal lainnya sangat penting, tetapi harus memperluas sudut pandang untuk mendorong pembelajaran secara keseluruhan dalam kehidupan. Hal yang sangat penting juga pada adanya fokus yang lebih kuat kepada guru dan pendidik sebagai agen perubahan di seluruh tatanan kehiduan masa depan.

Tidak ada kekuatan transformatif yang lebih kuat daripada pendidikan dimana pendidikan dimaksudkan untuk memajukan hak dan martabat manusia, mengentaskan kemiskinan dan memperdalam keberlanjutan, membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan untuk semua manusia, mendasarkan pada persamaan hak dan keadilan sosial, penghormatan terhadap keragaman budaya, dan solidaritas internasional dan tanggung jawab bersama. Kesemuanya itu merupakan aspek fundamental kemanusiaan bersama. Inilah sebabnya mengapa kita harus berpikir besar lagi dan melihat kembali tatanan pendidikan di dunia yang terus berubah saat ini. Untuk itu diperlukan diskusi, debat, dialog, kajian dan telaah secara menyeluruh dan dialektis dalam memikirkan kembali dan merancang kembali pendidikan yang relevan untuk dunia yang berubah secara disruptif dengan zaman baru ini.

Buku Rethinking Education ini sarat dengan ide-ide dan gagasan para pakar untuk mengidentifikasi orientasi masa depan pendidikan global dan untuk memikirkan kembali pendidikan di dunia yang terus berubah. Dalam bagian pertama buku ini diawali dengan pendahuluan yang akan membuka cakrawala pembaca tentang berbagai perkembangan, tantangan dan perubahan di dunia saat ini yang sering disebut VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity). Volatilitas (volatility) adalah kecenderungan untuk berubah secara drastis dalam waktu sekejap itu yang tidak dapat diprediksi dan sifatnya berbahaya. Sementara ketidakpastian (uncertainty) adalah informasi mengenai suatu hal bisa berupa perkiraan, namun tidak dapat disampaikan secara spesifik atau tidak ada jawaban pasti. Sedangkan kompleksitas (complexity) adalah jumlah komponen atau keadaan yang menunjukkan adanya keterkaitan dan bisa juga sama sekali tidak berarti rumit. Terakhir ambiguitas (ambiguity), yaitu situasi yang bisa datang dari rasa tidak nyaman dan tidak bisa diatasi.

Dalam bab Sustainable Development: A Central Concern, Challenges and Tensions, New Knowledge Horizons, Exploring Alternative Approaches ditegaskan bahwa proses pembangunan berkelanjutan yang membawa perubahan dan ditandai dengan adanya tingkat kerumitan atau kompleksitas baru dan kontradiksi baru di berbagai sektor meniscayakan perlunya pendidikan model baru sebagai instrumen strategis yang mampu memberikan jawaban terhadap situasi tersebut. Berbagai perubahan disruptif tersebut melahirkan ketegangan dimana dunia pendidikan diharapkan dapat mempersiapkan individu dan masyarakat dapat mengatasinya dengan memberi mereka kapasitas untuk beradaptasi dan merespon.

Perlunya visi baru, horizon baru, pengetahuan baru dan pendekatan baru dalam penyelenggaraan pembangunan pendidikan seperti perlunya visi humanistik sebagai kerangka pembangunan pendidikan yang mendasarkan pada penghormatan terhadap kehidupan dan martabat manusia, persamaan hak, keadilan sosial, keragaman budaya, solidaritas internasional, dan tanggung jawab bersama untuk masa depan yang berkelanjutan sebagai niali-nilai dasar kemanusiaan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan untuk menyelesaikan masalah bersama dan mengatasi ketegangan untuk mengenali cakrawala baru. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kekayaan telah mengurangi tingkat kemiskinan global, tetapi kerentanan, ketidaksetaraan, pengucilan dan kekerasan telah meningkat di dalam dan di seluruh masyarakat dunia.

Selanjutnya dalam bab Reaffirming a Humanistic Approach: A Humanistic Approach to Education, Ensuring More Inclusive Education, The Transformation of the Educational Landscape, The Role of Educators in the Knowledge Society ditegaskan bahwa pendidikan harus menemukan cara baru untuk menjawab berbagai tantangan dan perubahan dengan mempertimbangkan kembali berbagai pandangan dunia dan sistem pengetahuan alternatif, serta batas-batas baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi seperti kemajuan ilmu saraf dan perkembangannya dalam teknologi digital. Memikirkan kembali perlunya pendekatan hunanistik dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembentukan organisasi belajar pada lembaga pendidikan dalam rangka transformasi pendidikan.

Visi pendidikan humanistik dan pendekatan holistik harus berkontribusi untuk mencapai tujuan baru pendidikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang dipandu oleh pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan, pemeliharaan lingkungan dan kepedulian terhadap perdamaian, inklusi dan keadilan sosial.

Prinsip-prinsip etika dan moral dari pendekatan humanistik dan holistik dalam pendidikan dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai dimensi keberadaan manusia dalam proses pendidikan sebagai satu keutuhan dengan memberikan kesempatan bagi semua orang untuk menyadari potensinya untuk masa depan yang berkelanjutan dan kehidupan yang bermartabat. Selain itu perlunya peran baru pendidik-guru dalam era masyarakat berbasis pengetahuan dengan membangun kompetensi baru yang relevan bagi guru mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital.

Sedangkan dalam bab Education Policy-Making in a Complex World: The Growing Gap between Education and Employment, Recognizing and Validating Learning in a Mobile World, Rethinking Citizenship Education in a Diverse and Interconnected World, Global Governance of Education and National Policy-Making secara tegas dinyatakan bahwa bahwa tingkat kompleksitas sosial dan ekonomi yang meningkat menghadirkan sejumlah tantangan bagi pembuatan kebijakan pendidikan di dunia global saat ini.

Intensifikasi ekonomi global mendorong pertumbuhan ekonomi progresif dan maju, disisi lain telah menghasilkan pola pertumbuhan lapangan kerja yang rendah, meningkatnya angka pengangguran kaum muda dan beberapa pekerjaan yang rentan akibat kemajuan teknologi digital. Adanya keterputusan antara pendidikan dan dunia kerja dalam dunia yang berubah dengan cepat merupakan kesempatan untuk mempertimbangkan kembali dan memikirkan kembali hubungan antara pendidikan, dunia kerja dan perkembangan masyarakat.

Selanjutnya, meningkatnya mobilitas peserta didik, pekerja lintas batas negara dan pola-pola baru transfer pengetahuan dan keterampilan memerlukan cara baru untuk mengenali, memvalidasi, dan menilai pembelajaran. Untuk itu diperlukan penataan kembali pendidikan kewargaan dalam membentuk identitas, mempromosikan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain dan dalam hubungan yang semakin mudah, saling terhubung, dunia yang saling bergantung dan membangun kompetensi kewargaan global dalam penyelenggaraan pendidikan yang demokratis.

Dalam bab terkahir yang berjudul Education as a Common Good?: The Principle of Education as a Public Good under Strain, Education and Knowledge as Global Common Goods, Considerations for the Way Forward ditegaskan bahwa perlunya mengkontekstualisasikan kembali pendidikan dan pengetahuan sebagai kebutuhan dasar bersama dan kebutuhan publik (public good). 

Dengan demikian memperoleh pendidikan merupakan keniscayaan untuk semua manusia tanpa adanya diskriminasi. Untuk itu perlu memikirkan kembali prinsip-prinsip normatif yang memandu tata kelola pendidikan sebagai barang publik. Pendidikan sebagai hak asasi manusia dan sebagai barang publik berlaku juga untuk pendidikan non-formal dan informal. Oleh karena itu perhatian terhadap pengetahuan – dipahami sebagai informasi, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap yang diperoleh melalui pembelajaran – merupakan inti dari setiap kebijakan pendidikan.

Perkembangan teknologi berkontribusi besar dan menawarkan jalan baru untuk pertukaran, kerja sama dan solidaritas sosial antar bangsa. Para penulis buku ini mengusulkan bahwa pengetahuan dan pendidikan sebagai public good dimana perolehan pengetahuan dan penggunaannya terbuka bagi semua orang dan dapat berpartisipasi aktif. Pengetahuan adalah bawaan bagian dari warisan bersama umat manusia.

Pembangunan berkelanjutan dalam dunia yang semakin saling bergantung, meniscayakan pendidikan dan pengetahuan harus diposisikan sebagai public good secara global. Prinsip ini berimplikasi adanya peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan yang beragam dan para praktisi pendidikan untuk menghadirkan pendidikan humanis futuristik.

Buku ini patut jadi bahan kajian para pihak baik akademisi, praktisi dan pengambil kebijakan pendidikan di berbagai level dan jenjang pendidikan serta level birokrasi pendidikan sebagai bahan dan informasi yang dapat menginspirasi para pihak dalam mendesain kembali dan memikirkan ulang proses pendidikan sebagai suatu public good yang merupakan agenda fundamental bagi bangsa ini dalam rangka menghasilkan lulusan dunia pendidikan yang memiliki kapasitas dan daya saing global dengan tetap menunjukkan identitas diri dengan karakter dan nilai-nilai Pancasila dalam memasuki kehidupan global dan kehidupan dunia digital.

Published 2015 by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 7, place de Fontenoy, 75352 Paris 07 SP, France © UNESCO 2015 ISBN 978-92-3-100088-1. (sam/mf/ma)