Menyingkap Misteri Sunnatullah: Apa itu Sunnatullah? (1)
Kata sunnatullah masih sering rancu dipahami di dalam masyarakat. Secara generik dan popular, sunnatullah masih sering dipahami sebagai ketentuan atau hukum Allah terhadap alam semesta dimana manusia termasuk di dalamanya. Bisa juga disederhanakan, sunnatullah adalah hukum alam (natural law).
Karena manusia adalah bagian dari alam semesta, sementara manusia mempunyai kompleksitas sendiri dengan segala kekhususan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Manusia lebih dari sekedar mikrokosmos (al-’alam al-shagir) yang menghimpun segala urusan alam semesta, tetapi manusia juga memiliki unsur yang tidak ada pada alam semesta, termasuk malaikat, yaitu roh.
Selain substansi juga dari segi proses keberadaannya langsung diciptakan Allah SWT. Itulah sebabnya mengapa manusia dilantik sebagai khalifah (representative Allah) yang kepadanya alam semesta ditundukkan (QS. al-Najm/22: 36). Bahkan malaikat pun ikut sujud terhadapnya (QS. al-Baqarah/2: 30). Hanya iblis yang tidak mau respek kepada manusia. Karena itu, Allah menegurnya: “Hai iblis, apakah yang mengahalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang lebih tinggi?’’ (SQ. Shad/38: 75). Dalam ayat ini Allah Swt menegaskan, manusia sebagai satu-satunya ciptaan langsung (hand made) Allah SWT.
Sulitnya mendefinisikan sunnatullah karena manusia ada di dalam atau menjadi bagian dari alam. Sunnatullah juga harus tunduk kepada hukum-hukum extra Tuhan tentang dirinya yang disebut hukum syariah. Unsur distingsi yang dimiliki manusia itulah maka kita sulit memahami relasi hukum alam dengan perilaku manusia.
Kita sering menyaksikan kejadian pada diri manusia yang kelihatannya menyimpang dari hukum alam (natural law) karena adanya intervensi atau “tangan-tangan Tuhan” langsung bekerja pada diri manusia. Hal-hal yang istimewa pada diri manusia inilah yang sering disebut dengan khaariq al-adah, yakni sebuah peristiwa yang terjadi pada diri manusia yang tidak beriringan dengan hukum alam. Yang termasuk khariq al-adah dalam kitab-kitab kuning (kitab turats klasik) ialah mukjizat para Nabi, karamah para wali, dan sihir orang-orang yang menguasai ilmunya.
Memang tidak mudah menyingkap misteri sunnatullah karena selain harus mempunyai penguasaan ilmu-ilmu kealaman (natural sciencis) juga harus memahami dasar-dasar teologi dan filsafat. Pembahasan tentang sunnatullah selama ini sering berbicara tentang fisika tanpa melibatkan Tuhan dan kalangan ulama berbicara tentang fisika tanpa melibatkan fisika itu sendiri karena langsung bicara tentang Tuhan. Akibatnya, terjadi dualitas pemahaman tentang alam semesta. Kaum sekuler berbicara tentang alam semesta tanpa bicara tentang Tuhan dan kalangan agamawan berbicara Tuhan tanpa berbicara tentang alam semesta, karena apa dan siapa sesungguhnya alam semesta ini? Dan dimana ia berasal dan bersembunyi sebelum menjadi alam semeta? Juga tidak banyak artinya kita berbicara tentang alam semesta tanpa berbicara tentang Tuhan. Di sebut Tuhan karena Pencipta (al-Khaliq) terhadap ciptaan-Nya (al-makhluqat). Bagaimana bisa berbicara tentang Tuhan (Rabb) tanpa berbicara tentang penyembah (marbub). Bagaimana bicara tentang Raja (Ilah) tanpa berbicara tentang hamba (maluh).
Topik-topik mendatang akan dibahas tentang sunnatullah pada alam semesta, sunnatullah menurut para sufi, fuqaha, dan teolog, sunnatullah menurut filosof, dan sunnatullah menurut agama Hindu, Budha, Kristen, Yahudi, Taoisme, Khonghucu, serta sejumlah sekte dan aliran kepercayaan. (Amman, Yordania, 8 Oktober 2019)
Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Alquran Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: Dialog Jumat Koran Republika, 11 Oktober 2019. (lrf/mf)