Mentalitas Kaya

Mentalitas Kaya

Ridwan Lubis

Mentalitas kaya tidak bisa bersandar pada kekuatan luar karena akan muncul sikap hipokrit, tidak jujur, pamrih dan lain sebagainya. Faktor pengaruh luar adalah kekuatan semu dan mudah terlepas ketika kepentingan masing-masing mulai menjauh

Mentalitas kaya merupakan kunci ketahanan manusia ketika berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan. Karena melalui mentalitas itulah seorang dapat mempertahankan pendirian sekalipun bergaul dengan bermacam tipe manusia. Hal itu disebabkan karena melalui mentalitas kaya seorang mengetahui persis tentang arti dan tujuan hidupnya.

Namun tidak semua orang bisa memahami arti mentalitas kaya. Hal itu disebabkan karena mentalitas adalah aset yang tidak kasat mata (intangible asset) sehingga luput dari perhatian. Sehingga orang yang terbiasa menjadikan materi sebagai ukuran kehidupan akan kesulitan memahami mentalitas kaya.

Pada dasarnya terdapat dua jenis mentalitas manusia yaitu kaya dan miskin. Stephen R. Covey mengatakan mentalitas yang kaya muncul dari kepuasan internal dan bukan terletak pada peringkat, perbandingan, pendapat, harta atau hubungan yang bersifat eksternal (Kurt W. Mortensen, Maximum Influence, 2004).

Apabila mentalitas diukur menurut peringkat dalam perlombaan kemudian unggul dari yang lain, hal itu bukan penampakan mentalitas kaya karena keunggulannya ditentukan bukan dari kekuatan internal tetapi eksternal, setelah diperbandingkan dengan orang lain.

Demikian halnya dengan pendidikan yang hanya menekankan aspet material maka pendidikan akan gagal melahirkan manusia yang berkualitas. Perbandingan sebagai indikator keunggulan juga bukan kekuatan karena keunggulan itu diperoleh setelah disandingkan dengan orang lain.

Harta yang selalu diperebutkan sehingga muncul perselisihan juga bukan indikator mentalitas kaya karena ia menjadi orang terpandang karena hartanya. Padahal perjuangan merebut kekayaan untuk menjadi terpandang, sering melalui jalan yang tidak wajar.

Memang harus diakui, bahwa dalam struktur sosial, mentalitas kaya belum memperoleh penghargaan dalam pergaulan sosial sekalipun kedudukan mentalitas kaya adalah letak kekuatan kepribadian seseorang.

Sering terjadi, keahlian membangun relasi dengan orang-orang yang terpandang dijadikan ukuran seseorang memperoleh penghargaan masyarakat. Padahal faktor relasi pada dasarnya dibangun di atas kesamaan kepentingan. Dan begitu kesamaan kepentingan hilang maka relasi pun menjadi hilang.

Dari uraian di atas, mentalitas kaya tidak bisa bersandar pada kekuatan luar karena akan muncul sikap hipokrit, tidak jujur, pamrih dan lain sebagainya. Faktor pengaruh luar adalah kekuatan semu dan mudah terlepas ketika kepentingan masing-masing mulai menjauh.

Karena itu, mentalitas kaya berakar pada faktor internal yaitu keteguhan pendirian dan keyakinan. Bisa saja pada mulanya orang lain tidak menyukainya akan tetapi setelah direnungkan justru orang seperti itu yang dapat dijadikan kawan abadi.

Mentalitas kaya dilihat dari agama, dihasilkan melalui iman yaitu keyakinan kepada Maha Pencipta Allah SWT yang terhunjam jauh dalam hati sanubari. Seorang yang beriman memiliki mentalitas kaya karena sikap dan tindakannya tidak tergantung dari penilaian atau pandangan orang lain tetapi semata-mata keyakinan kepada Tuhannya.

Dapat dibayangkan, betapa sering muncul kekecewaan dalam kehidupan manusia. Seringnya terjadi kasus perceraian, putusnya hubungan persahabatan, keberadaan mantan atasan yang sudah purna tugas kemudian sering dilupakan bawahan dan lain sebagainya merupakan contoh dari pergulatan mentalitas.

Bahkan yang paling ironis manakala ada mantan bawahan yang kemudian menjadi atasan sepertinya tidak ingat terhadap mantan atasannya padahal atasan tersebut yang mengantarkannya berhasil menapaki kariernya. Karena itu apabila kehidupan tidak dilandasi mentalitas kaya akan menimbulkan kekecewaan terhadap orang yang semula dianggap sebagai kawan seiring.

Terbentuknya mentalitas kaya melalui tiga faktor yaitu melalui pendidikan, konsistensi bersikap dan keteladanan memegang amanah. Ketiga unsur itulah yang akan mengantarkan seseorang memiliki mentalitas kaya yang sekalipun bukan aset kasat mata (tangible nasset) tetapi merupakan modal membangun kehidupan yang berkualitas.

Terjadinya lompatan kemajuan di bidang informasi, komunikasi dan teknologi menjadi bukti semakin perlunya setiap pribadi memiliki mentalitas kaya agar manusia tidak kehilangan karakter dan jati diri. (zm)

 

Peulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikelnya dimuat Harian Waspada, Sabtu 11 Juni 2022. https://waspada.id/headlines/mentalitas-kaya/